BOGOR-KITA.com – DRAMAGA – Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah terbanyak di dunia dengan jumlah timbunan sampah di TPA secara nasional sebanyak 66,39% (Sekretariat Adipura KLHK, 2015). Menurut science.org (2015) Indonesia menempati urutan kedua setelah Cina sebagai penghasil sampah plastik terbanyak di dunia yaitu sebesar 10,1% total sampah plastik yang tidak dikelola sehingga mencemari lingkungan.
Sampah plastik yang dihasilkan mayoritas berasal dari kemasan makanan dan minuman, kantong belanja, dan pembungkus barang lainnya.
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (2018) setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia semakin bertambah dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,34 dan diperkirakan jumlah penduduk Indonesia dari 53,5% pada tahun 2015 akan meningkat menjadi 56,7% di tahun 2020. Sedangkan jika penduduk Indonesia menggunakan kemasan plastik secara terus menerus maka jumlah timbunan sampah plastik akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah timbunan sampah yang ada di Indonesia dengan menerapkan green behaviour salah satunya. Green behaviour menjadi salah satu langkah pencegahan yang bisa kita lakukan untuk mengurangi jumlah sampah di Indonesia. Oleh karena itu penting untuk diterapkannya Green behaviour di Indonesia.
Green Behaviour
Green behaviour didefinisikan sebagai suatu tindakan atau perilaku yang mengutamakan pendidikan nilai, moral, sosial dan kelestarian lingkungan di atas kepentingan lain yang sifatnya mengeksploitasi sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. Dengan demikian di perlukan suatu dorongan untuk melakukan penguatan Green behaviour melalui peraturan (alat wajib untuk melarang atau membatasi produk tertentu, seperti pelabelan), Ekonomis (instrumen berbasis pasar yang mempengaruhi keputusan pembelian melalui pajak, insentif, subsidi, hukuman atau hibah untuk green enterprise), Informasi (seperti label produk dan informasi tagihan energy), dan Perilaku (alat atau dorongan yang ditujukan untuk perilaku konsumen yang mempengaruhi individu untuk membuat pilihan yang lebih baik bagi lingkungan), (Soningo et al, 2012).
Melalui peraturan, ekonomis, informasi dan perilaku diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada para stakeholder dan masyarakat Indonesia yang akan peduli terhadap lingkungan sebagai upaya pelestarian lingkungan untuk mendukung dalam sustainable development/ pembangunan keberlanjutan. Green behaviour sebenarnya bukan hal yang baru. Green behaviour sudah pernah diluncurkan sebagai gerakan nasional pada 2007. Namun, gema gerakan green behaviour ini belum terasa sampai sekarang. Karena itu, Green behaviour perlu digaungkan dan diperkuat kembali menjadi gerakan nasional green behaviour melalui program nasional Green Campus dalam perguruan tinggi.
Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi menjadi sarana strategis bagi pembentukan Green behaviour karena memiliki struktur, sistem dan perangkat yang tersebar di seluruh Indonesia dari daerah sampai pusat. Pembentukan green behaviour ini dilaksanakan oleh berbagai perguruan tinggi secara sistematis melalui program Green Campus yang terintegrasi dalam keseluruhan sistem pendidikan, budaya kampus dan dalam kerjasama dengan komunitas. (Kemenristekdikti, 2015).
Tujuan program Green Campus adalah meningkatkan kesadaran lingkungan warga kampus dan masyarakat dan mendukung upaya pembangunan berkelanjutan(Sustainable development) secara masif dan efektif melalui implementasi nilai-nilai utama Gerakan Nasional Revolusi Mental (religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong dan integritas) yang akan menjadi fokus pembelajaran, pembiasaan dan pembudayaan, sehingga pendidikan Green behavior sungguh dapat mengubah perilaku, cara berpikir dan cara bertindak seluruh bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berintegritas.
Peduli lingkungan merupakan bagian atau irisan dari Green behavior, yang lebih focus untuk mengembangkan nili-nilai peduli lingkungan. Sikap peduli lingkungan berfungsi untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena sikap dijadikan standar perilaku yang baik dalam pelestarian lingkungan. Menurut Elmubarok (2008:47), sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi anatara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Oleh karena itu pembinaan pengembangan sikap peduli lingkungan melalui pendidikan merupakan wahana untuk mensosialisasikan dan menginternalisasikan sikap peduli lingkungan dalam diri seseorang agar menjadi sikap, perilaku dan tindakan peduli lingkungan.
Peduli lingkungan dilihat dalam konteks pendidikan adalah sikap dan tindakan untuk yang berupaya mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan alam sekitar dan mengembangkan upaya-upaya untuk mendorong generasi-generasi mendatang untuk menjaga kelestarian lingkungan (Yaumi, 2014:111). Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menjaga kelestarian lingkungan dengan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan, namun belum menampakkan hasil yang optimal. Oleh karena itu diperlukan terobosan dengan cara pencegahan, yaitu dengan membangun filosofi berupa penumbuhan sikap dan perilaku peduli lingkungan melalui jalur pendidikan.
Jalur pendidikan memiliki posisi sangat vital dalam upaya membangun sikap dan perilaku peduli lingkungan, khususnya sektor pendidikan formal diharapkan dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan kerusakan lingkungan sebagai preventive strategi. Dalam hal ini mahasiswa dijadikan sebagai target sekaligus diberdayakan sebagai penekan lingkungan agar tidak permissive for the environment dan bersama-sama bangkit untuk menjaga kelestarian alam sekitar. Agar sikap dan perilaku peduli lingkungan dapat menjadi karakter Mahasiswa, maka pendidikan peduli lingkungan melalui pendidikan formal di kampus harus diorientasikan pada tataran moral action, agar Mahasiswa tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence), tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya Negara Singapura pada tahun-tahun awal kemerdekaannya pun menghadapi masalah yang serupa dalam hal lingkungan. Apalagi sebagai sebuah negara transit yang dikunjungi ribuan kapal dan pelaut, negara tersebut banyak orang dari berbagai negara dengan karakter yang bermacam pula.Masalah kebersihan lingkungan adalah salah satu masalah yang dihadapi pemerintah dan rakyat negara tersebut. Hasil yang dinikmati sekarang merupakan buah dari usaha keras dari pemerintah dan masyarakat negara tersebut. Mereka menyadari sebagai sebuah negara dengan wilayah yang tidak seberapa besar, hidup dalam lingkungan yang kotor tidak akan membuat kehidupan mereka menjadi sejahtera. Lagi pula sebagai sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam, mereka tergantung pada fungsi negara tersebut sebagai pusat bisnis dan perdagangan serta pariwisata. Siapa yang mau berbisnis atau berwisata di sebuah tempat yang kumuh dan kotor. Pandangan seperti itulah yang mendorong perubahan sikap mental dalam masyarakatnya. Perubahan dalam pola pikir ini kemudian didorong oleh ketegasan pemerintah Singapura dan aparatnya dalam menjaga lingkungan mereka. Singapura dikenal sebagai salah satu negara yang memberikan sanksi besar terhadap mereka yang membuang sampah sembarangan. Negara ini juga memiliki peraturan yang di banyak negara lain terdengar aneh, tetapi pada akhirnya justru menghasilkan sesuatu yang bagus. Salah satu aturan seperti ini adalah larangan permen karet di tahun 1987 kecuali untuk kepentingan medis. Sanksi yang diberikan pada pelanggar aturan ini mulai dari denda, kerja sosial, cambukan rotan, hingga penjara 2 tahun dan denda sangat besar bagi yang dianggap menyelundupkan “hanya” permen karet. Aturan ini mendapat banyak tentangan dan keberatan dari negara besar dimana produsen permen karet berada. Tetapi anjing menggonggong kafilah berlalu kata pepatah, pemerintah Singapura tetap menerapkannya. Sebagai hasilnya, tidak akan ditemukan sisa permen karet menempel pada fasilitas-fasilitas publik atau tempat umum. Bersih dan nyaman, itulah hasilnya. Berbeda halnya di Indonesia, Masyarakat Indonesia, sudah rahasia umum, memiliki sebuah sikap mental yang manja, ceroboh, dan tidak peduli terhadap hal ini. Bukan sebuah hal yang aneh kalau melihat kaca sebuah mobil mewah terbuka saat berjalan, beberapa saat kemudian tisu bekas atau air mineral melayang keluar. Tidak juga hal yang tidak biasa melihat serakan sampah di setiap acara dimana banyak orang berkumpul. Jika memang kita menginginkan Indonesia memiliki lingkungan hidup yang sama dengan yang dirasakan di Singapura, tidak ada jalan lain selain mengubah pola pikir dan sikap mental kita sebagai bangsa. Hanya itu caranya.
Nilai – Nilai Pembentuk Sikap
Dimensi dan sikap pembentuk karakter peduli lingkungan tidak hanya mempunyai dimensi formal sebagaimana yang dideskripsikan oleh Kementeri lingkungan hidup, namun juga memiliki dimensi ekonomi, hokum, sosial dan keberlanjutan. Meskipun peduli lingkungan bersifat multidimensi, persamaan yang mendasari perbedaan dimensi tersebut adalah sikap. pencemaran lingkungan merupakan suatu tindakan yang menyimpang dan melanggar etika serta merusak lingkungan .
Selanjutnya dimensi-dimensi di atas diurai sebagai berikut: A. Dimensi dan Indikatior Sikap meliputi: 1) Ekonomi, instrumen berbasis pasar yang mempengaruhi keputusan pembelian melalui pajak, insentif, subsidi, hukuman atau hibah untuk green company. 2.) hukum a) Membuat kebijakan yang tujukan untuk semua perusahaan, stakeholder dan masyarakat secara adil. b) Melaksanakan kebijakan didasari pada sikap menjunjung tinggi kesadaran lingkungan c) Melaksanakan pengawasan kebijakan secara tidak tebang pilih (adil, berani). d) melaksanakan musyawarah dalam menyelesaikan masalah (kebersamaan) 2) Sosiologi: a) Menepati janji (tanggung jawab) b) Tidak diskriminatif dalam memberikan hukuman (adil). c) berpartisipasi d) melaksanakan.
Nilai Acuan meliputi : 1) kesadaran bahwa menjaga lingkungan itu penting untuk kesehatan dirinya. 2) Kebersamaan: hal bersama, seperti rasa persaudaraan/kekeluargaan akan kesehatan itu penting dan merasa menjadi satu kesatuan (integritas), 3) Komitmen: Perjanjian, keterikatan untuk melakukan sesuatu (yang telah disepakati), kontrak. 4) Konsekuen: Sesuai dengan apa yang dikatakan/diperbuat, berwatak teguh, tidak menyimpang dari apa yang sudah diputuskan. 5) Bijak: selalu menggunakan akal budinya untuk memilah sampah ketika akan di buang dan membeli barang yang eco-frienly. 6) Ikhlas: sukarela dalam menjaga lingkungan sekitar.. 7) Rajin: selalu berusaha terus menerus untuk berupaya menciptakan lingkungan yang bersih., hak fungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain, melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh, 8) Tanggung jawab, berani untuk bertanggung jawab ketika setelah membeli makanan yang memakai plastic atau kertas bertanggung jawab untuk membuang sampahnya ke tong sampah.9) kepatuhan : patuh terhadap peraturan yang sudah di buat oleh pemerintah akan himbauan menjaga kebersihan.10) Kerja keras: kegiatan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, pantang menyerah/ulet dan semangat dalam berusaha, 11) Mandiri: dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung dengan orang lain, percaya pada kemampuan diri sendiri, mampu menciptakan lingkungan yang bersih dengan cara kecilnya yaitu membauang sampah pada tempatnya dan menjaga kebersihan lingkungan yang pernah di lewati dia tanpa harus menyuruh orang lain. 12) Peduli: peduliterhadaplingkungan sekitar dengan menerapkan berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Internalisasi Nilai-Nilai
Internalisasi Nilai-Nilai peduli lingkungan melalui Pendidikan Internalisasi merupakan suatu proses untuk memasukkan nilai tertentu pada diri seseorang yang akan membentuk pola pikirnya sehingga nilai tersebut mempengaruhi sikap dan perilakunya. Pemaknaan terhadap nilai itulah yang mewarnai pola pikir, sikap, dan perilaku terhadap diri dan lingkungan sekitarnya. KBBI online, 2017, mengartikan internalisasi sebagai “… penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yg diwujudkan dl sikap dan perilaku”. Dari penjelasan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa internalisasi merupakan proses penanaman nilai kedalam jiwa seseorang sehingga nilai tersebut menyatu/terpadu dalam dirinya dan tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai yang diinternalisasikan adalah nilai-nilai peduli lingkungan tersebut adalah: nilai kesadaran, kebersamaan, komitmen, konsekuen, bijak, ikhlas, rajin, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, mandiri, dan peduli.
Adapun proses internalisasi nilai-nilai Peduli Lingkungan terhadap mahasiswa, dilaksanakan di kampus melalui proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Pembinaannya dilakukan secara berkelanjutan, dimulai dari proses moral knowing, moral feeling, hingga sampai pada moral action. Karena pembinaannya sampai kepada moral action, maka implementasinya perlu ditindaklanjuti dengan membangun ”kantin Sehat” di kampus sebagai praktik moral action yang harus dirancang sesuai dengan muatan sifat edukasi. Kantin Sehat, tak ubahnya seperti kebanyakan kantin lainnya. Perbedaannya terdapat pada pengelolaan dan pola wadah yang digunakannya yang menitikberatkan pada mahasiswa untuk membawa tempat makan sendiri saat melakukan pembeliaan makanan sehingga dapat meminimalisir penggunaan sampah di kampus. Kantin ini dimaksudkan sebagai ajang pembelajaran bagi generasi muda tentang pentingnya kebersihan untuk kesehatan terhadap diri sendiri dan lingkungannya, sehingga mereka akan menjadi penerus bangsa yang sehat untuk memajukan bangsa dan negara. Kantin Sehat merupakan laboratorium perilaku yang dapat merefleksikan perilaku/tabiat peserta didik yang ada di suatu kampus. Jika kantin tidak bertahan lama karena bangkrut, maka hampir dipastikan mahasiswa di sekolah itu tidak berperilaku rajin dan bersih. Sebaliknya, kantin akan semakin maju ketika peserta didik memegang tinggi asas kejujuran dalam kesehariannya. Oleh karena itu, kantin sehat perlu diterapkan di satuan pendidikan sebagai upaya prepentif bagi generasi muda agar tidak permissive to environment. Sebab prevention is better than cure, pencegahan lebih baik dari pada mengobati.
Hasil yang diharapkan dari intervensi di jalur pendidikan adalah: Kaum muda khususnya mahasiswa dapat lebih memahami bahwa kesehatan itu penting dan mahal, dan mulai beranidan sadar untuk menerapkan peduli lingkungan, yang pada gilirannya dapat mewarnai, mendorong masyarakat dan lingkungan sekitarnya untuk bersama-sama bangkit menjaga lingkungan. Dengan kondisi demikian diharapkan dapat membawa negeri ini keluar dari masalah sampah serta menciptakan kebersihan dan kenyamanan Negara ini.
PENUTUP
Berdasarkan uraian tentang pendidikan peduli lingkungan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa diimplementasikannya pendidikan peduli lingkungan pada jalur pendidikan formal sangat mendukung fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang menyatakan secara eksplisit bahwa:“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Dengan demikian, pembinaan pendidikan peduli lingkungan pada jalur pendidikan di seluruh satuan pendidikan (kampus) merupakan wahana untuk mendukung dan mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
[] Lindawati Kartika S.E, M.Si, Nur Afmi Muniroh, Citra Marcella Nazira Depertemen Manajemen FEM IPB, Dramaga Bogor