Pendidikan

Hustle Culture: Budaya Gila Kerja Yang Janjikan Kesuksesan

Oleh : Nadila Nur’Aeni Mahasiswi

S1 Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

IPB University

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Laptop sudah menjadi pendamping para gen Z dalam memenuhi kewajiban belajar secara daring. Tak heran sejak adanya pandemi covid 19, banyak gen Z yang rela untuk menatap layar laptop hingga belasan jam bahkan hingga terlelap tidur. Mungkin ada juga yang sekadar mengklik fitur sleep pada laptopnya agar ketika bangun bisa langsung melanjutkan tugasnya. Bahkan sering sekali para gen Z kurang memperhatikan kesehatannya hingga lupa makan dan lupa istirahat. Mereka cenderung merasa bersalah ketika hendak beristirahat, lalu pada saat istirahat mereka juga masih saja memikirkan pekerjaan. Hal tersebut menjadikan kurang berkualitasnya istirahat sendiri. Akibatnya seperti yang kita rasakan setelah bangun pagi yaitu badan terasa letih walaupun sudah tidur semalaman. Perilaku tersebut ternyata merupakan suatu budaya yang saat ini sedang merata diterapkan oleh gen Z. Budaya tersebut dijuluki sebagai hustle culture.

Lalu sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan hustle culture? Menurut Lugina Setyawati, dosen Sosiologi Universitas Indonesia, yang dilansir pada (Assajjadiyyah 2020), hustle culture didefinisikan sebagai budaya yang membuat seseorang menganut workaholism atau “gila kerja.” Salah satu motivasi mereka melakukan hal tersebut karena berharap akan mendapatkan imbalan yang lebih atas pekerjaan yang telah mereka lakukan.

Kebiasaan bekerja terlalu keras atau biasa disebut overworking ini menanamkan citra pemikiran bagi setiap orang bahwa tiada hari tanpa memberikan kemampuan terbaik di setiap versi kehidupan, sehingga hal tersebut menyebabkan seseorang tidak dapat meluangkan waktu untuk kehidupan pribadi. Seperti yang sedang dialami gen Z akhir-akhir ini, kita sering mendengar istilah “nyambi” , misalnya ketika seorang mahasiswa yang sedang mengikuti pembelajaran secara daring namun juga memiliki kewajiban dalam suatu rapat organisasi, internship, webinar, hingga acara yang mengharuskan mahasiswa tersebut hadir. Maka tidak heran bila kita sebagai mahasiswa juga harus menyiapkan dua device untuk beberapa kegiatan dalam waktu yang bersamaan. Dari situlah menandakan bahwa dunia seakan-akan menuntut kita untuk bisa multitasking.

Kenapa akhir-akhir ini istilah hustle culture menjadi hangat?

Budaya hustle culture ini mulai hangat diperbincangkan sejak adanya tuntutan bagi gen Z untuk bisa sukses di usia muda. Tidak hanya itu, budaya ini juga dipengaruhi oleh salah satu postingan twitter CEO Tesla dan SpaceX yaitu Elon Musk, beliau berpendapat bahwa seseorang tidak akan mampu mengubah hidupnya jika hanya bekerja selama 40 jam per minggu. Dari situlah Elon Musk mulai mempopulerkan budaya hustle culture kepada kaum muda salah satunya gen Z. Selanjutnya, ada juga beberapa faktor yang menyebabkan budaya ini muncul, diantaranya :

  1. Kemajuan Teknologi
Baca juga  Adinda Rana Fauziah, Mahasiswa IPB University Menjadi Student Ambassador di Tingkat Internasional

Perkembangan zaman dari tahun ke tahun tentunya mengakibatkan kemajuan teknologi yang luar biasa. Dibuktikan dengan handphone yang dulunya hanya bisa untuk berkomunikasi, saat ini handphone telah banyak memuat fitur-fitur canggih (video call, zoom, whatsApp, e-mail, presentasi hingga word) yang dapat menunjang seseorang dalam bekerja. Hal tersebut tentunya memberikan kemudahan bagi kita sehingga membuat kita semakin terpacu untuk bisa bekerja secara terus menerus.

  1. Toxic Positivity

Dilansir dari (Soleman 2021), menurut psikolog Amerika, Konstantin Lukin, toxic positivity adalah adanya fokus dan obsesi berlebihan pada hal-hal positif sehingga kita menolak apa pun yang dapat memicu emosi atau perasaan negatif. Obsesi-obsesi berlebihan tersebut biasanya berasal dari orang di sekitar melalui perkataan-perkataan. Perkataan tersebut diantaranya yaitu:

“ Yuk bisa yuk, masa gitu aja nyerah.”

“ Masa gitu doang capek sih? Terus kapan suksesnya?” “ Ayo daftar lomba itu, aku yakin kamu bakal menang.”

Toxic positivity menggambarkan bahwa seseorang harus tetap tegar dan sabar walaupun dalam keadaan sesulit apapun bahkan dalam keadaan ketidakpercayaan. Sehingga hal tersebut dapat mengganggu kesehatan mental seseorang.

  1. Pandangan Masyarakat

Kekayaan, jabatan, title sekarang sudah menjadi tolak ukur masyarakat dalam menilai kesuksesan seseorang. Masyarakat menganggap dengan memiliki rumah, mobil, tanah, perhiasan, jabatan hingga karir yang sedang naik daun menjadi sebuah kesuksesan yang nyata. Maka dari itu banyak dari kaum muda seperti gen Z mau untuk berlomba-lomba dalam mencapai kesuksesan tersebut dengan jalan hustle culture.

Dari penjelasan diatas mengenai hustle culture atau biasa disebut budaya gila kerja bisa kita evaluasi lagi diri kita masing-masing, apakah selama ini kita menerapkan budaya hustle culture ini? Setiap individu pasti selalu menginginkan yang terbaik bagi dirinya. Sama halnya seperti orang tua yang selalu ingin melihat anaknya bisa belajar dan meraih impiannya. Mungkin kebanyakan dari kita sering dituntut untuk bisa memahami materi yang diajarkan oleh guru sejak duduk di bangku sekolah dasar. Hal tersebut dilakukan orang tua kita supaya kita bisa melanjutkan pendidikan di SMP, SMA hingga perguruan tinggi favorit serta menghasilkan uang yang banyak. Namun, apakah hal tersebut menjadikan tujuan dari belajar itu untuk memahami ilmunya atau malah untuk mendapatkan kekayaan semata? Hal tersebut membuka pikiran saya, bahwa kita belajar sejak SD itu bukan untuk memahami dan menerapkan ilmunya dalam kehidupan, namun untuk tetap bisa lulus di setiap jenjang pendidikan dan mendapatkan pekerjaan terbaik. Karena setiap ilmu yang kita pelajari tidak semuanya diterapkan dalam kehidupan maupun saat kita kerja nanti.

Dalam mencapai kesuksesan tersebut,terutama di usia muda, tak sedikit dari gen Z yang rela melakukan budaya hustle culture ini. Karena budaya hustle culture sudah dianggap sebagian besar dari kita sebagai standar untuk mencapai kesuksesan di usia muda. Dalam prakteknya budaya ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang kompetitif dan perfeksionis. Seseorang yang menerapkan gaya hidup hustle culture ini menganggap dirinya sebagai individu yang produktif. Namun, hal tersebut tentunya berbeda. Produktivitas sebenarnya diartikan sebagai cara menghasilkan output yang berkualitas dalam waktu yang singkat, sedangkan hustle culture justru bekerja dalam waktu yang panjang tanpa memperhatikan kualitas dari output yang dihasilkan. Budaya ini juga berdampak terhadap penurunan kreativitas individu. Menurut Dr. Jeanne Hoffman, psikolog dari UW Medicine, dilansir pada (Nanda 2021), bahwa bekerja lebih dari 50 jam per minggu dapat melumpuhkan produktivitas dan inovasi seseorang.

Baca juga  Rajanya Dimsum Cemilan Sehat Nan Nikmat

Seorang yang menerapkan budaya hustle culture ini biasa dijuluki sebagai hustlers. Sifat dari hustler ini sendiri yaitu sering merasa bersalah bila waktunya digunakan untuk istirahat atau liburan. Pokoknya segala hal yang dilakukan mereka harus berhubungan dengan segala sesuatu yang bisa mewujudkan ambisi. Mereka tidak ingin dirinya tertinggal di belakang, maka mereka selalu mengisi waktu dengan belajar, bekerja, magang, volunteer dan segala hal yang bisa mengantarkan mereka pada puncak ambisi. Walaupun hal tersebut memiliki tujuan yang baik, budaya hustle culture ini mengakibatkan orang tidak mempedulikan lagi kesehatan mental maupun fisiknya. Jadi, banyak sekali terutama kalangan gen Z seperti mahasiswa yang menderita berbagai penyakit seperti asam lambung, insomnia, anemia, hingga depresi. Hal tersebut tentunya tidak baik bila diteruskan, maka penting bagi setiap orang untuk bisa memahami kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Dengan kelebihan yang ada bisa dijadikan potensi untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi, sosial, dan pekerjaan. Selain itu manajemen waktu juga sangat diperlukan untuk bisa menjaga keseimbangan tersebut dan dapat menjaga kualitas kesehatan baik fisik maupun mental. Jadi, apakah kamu termasuk dalam golongan hustlers?

Apa dampak dari hustle culture di kalangan Gen Z?

Berdasarkan penjelasan mengenai hustle culture diatas sudah jelas sekali bahwa budaya hustle culture tersebut sangat berdampak negatif. Setidaknya ada beberapa dampak seperti:

  1. Menurunkan kualitas kesehatan

Seorang hustler selalu bekerja keras tanpa memperhatikan rasa lelahnya. Hal tersebut bisa menurunkan kualitas kesehatan fisik maupun mental. Hustler selalu merasa takut dan gelisah bila dirinya tertinggal dari temannya sehingga membuat kesehatan mentalnya terganggu.

  1. Jauh dari kata Work Life Balance

Setiap hari hustlers selalu berkutat pada deadline hingga mengabaikan sekelilingnya. Mulai dari tidak bisanya meluangkan waktu untuk refreshing, keluarga, bahkan melakukan hobi. Kehidupannya penuh dengan ambisi untuk mewujudkan cita-citanya melalui budaya hustle culture. Jadi tak heran bila seorang hustlers jauh dari kata work life balance.

  1. Menurunkan Produktivitas
Baca juga  FPIK IPB University dan Umrah Kerjasama Gelar Sharing Session Bahas SENA

Menurut Dr. Jeanne Hoffman, psikolog dari UW Medicine, yang dilansir pada (Nanda 2021), bahwa bekerja lebih dari 50 jam per minggu dapat melumpuhkan produktivitas dan inovasi seseorang.

Bagaimana cara menghadapi dan menyikapi hustle culture?

Ada beberapa cara untuk menghadapi dan menyikapi budaya hustle culture berdasarkan (Arfa 2021), diantaranya yaitu:

  1. Scheduling & Slowing Down

Membuat penjadwalan bisa menjadi langkah awal yang baik untuk mengatasi budaya hustle culture. Dengan memiliki jadwal yang runtut dan efektif ditambah dengan jam istirahat yang cukup dapat meningkatkan produktivitas. Banyak gen Z yang menganggap bila kita selesai kuliah lebih cepat maka akan memberikan lebih banyak waktu pada akhirnya. Namun, coba kita pikirkan sejenak terlebih dahulu, dengan merencanakan atau membuat jadwal akan menjadikan lebih banyak produktivitas yang kita dapatkan serta dapat mencegah kelelahan.

  1. Focusing On Personal Goals

Kesibukan tidak akan ada habisnya, kita tidak akan tahu kapan meluangkan waktu untuk kembali ke hobi yang kita senangi bila terus menerus melakukan suatu pekerjaan. Temukan hal- hal yang kita sukai, hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan atau sekolah lalu nikmatilah sesekali. Misalnya menyisihkan waktu untuk perawatan diri sendiri, melakukan hobi, dan menghabiskan waktu bersama keluarga.

  1. Stop Glorifying the Hustle Culture

Biasanya seseorang terlalu ambis sekali dalam belajar dan bekerja, namun apakah hal tersebut memiliki alasan yang baik? Seringkali kerja keras kita, ambis kita yang mungkin berlebihan karena ingin mendapat pujian jangka pendek baik itu dari teman, dosen, tetangga yang mereka semua tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi. Maka dari itu penting untuk sejenak melakukan evaluasi dan tidak terlalu menggembar-gemborkan budaya hustle culture. Kuncinya kita harus bisa menciptakan pembatas yang jelas antara produktivitas dan bekerja/belajar yang berlebihan.

Referensi

Arfa, Afrina. 2021. “The Truth About The Hustle Culture.” University of Taylors. Retrieved October 10, 2021 (https://university.taylors.edu.my/en/campus-life/news-and- events/news/the-truth-about-the-hustle-culture.html#:~:text=The hustle culture encourages you,was you%27re actually chasing).

Assajjadiyyah, Shahifa. 2020. “Hustle Culture: Tren Kerja Bagi Si Penggila Kerja.” Economica.Id. Retrieved October 15, 2021 (https://www.economica.id/2020/09/08/hustle-culture-tren-bagi- si-penggiat-kerja/).

Nanda, Salsabila. 2021. “Hustle Culture: Yang Salah Dari Bangga Bekerja Berlebihan.” Skillacademy.Com. Retrieved October 10, 2021 (https://blog.skillacademy.com/mengenal- hustle-culture-ciri-ciri-penyebab-dan-bahayanya).

Soleman, Maryo Rifaldy. 2021. “Hindari ‘Toxic Positivity’, Kalimat Bijak Yang Tak Selesaikan Masalah.” Barisan.Co. Retrieved October 18, 2021 (https://barisan.co/hindari-toxic- positivity-kalimat-bijak-yang-tak-selesaikan-masalah/).

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top