Nasional

Guru Besar IPB University Belajar dari Kota Bordeaux sebagai Penghasil Kayu Utama di Perancis

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Dalam kesempatannya di Perancis, Guru Besar IPB University, Prof Bambang Hero mengikuti pelatihan di Valabre, Marseille Perancis. Valaber merupakan institusi publik dengan berbagai pusat di dalamnya. Di dalamnya ada Pusat Pelatihan Penyelamatan Nasional di Lingkungan dan Pegunungan Berbahaya (SMPM) dan Pusat Pelatihan Penyelamatan Gunung Nasional.

Sebagai koordinator pelaksanaan kegiatan kerjasama antara IPB University dan Kedubes Perancis di Jakarta, Prof Bambang mengatakan bahwa pelatihan ini diperlukan untuk memahami bagaimana strategi dan kebijakan dalam pengendalian kebakaran hutan di Perancis. Kali ini Prof Bambang melihat cara kerja pengendalian kebakaran di kawasan hutan dengan kegiatan non kehutanan seperti di Papignon, Toulouse serta dengan kegiatan kehutanan, di wilayah Bazas, Bordeaux.

“Kegiatan yang dilaksanakan di Papignon cukup menarik perhatian, karena sebelumnya kawasan hutan ini telah terbakar hebat. Saat terbakar hebat, kawasan hutan hampir bisa dikatakan tidak dikelola dengan baik karena bahan bakarnya cukup banyak tersedia di lantai hutan, ditambah lagi dengan tumbuhan bawah yang banyak mengisi ruang kosong di antara pohon-pohon yang bisa menjadi pemicu awal terjadinya kebakaran,” jelasnya.

Baca juga  IPB University dan Himpunan Alumni Gelar Diaspora Talk: Membidik Beasiswa di Negeri Sakura

Ia menambahkan, upaya yang mereka (Perancis) lakukan adalah dengan menghadirkan petani yang mau memanfaatkan lahan yang tidak produktif tersebut menjadi lebih produktif. Salah satu kegiatan yang diunggulkan tersebut melalui kegiatan silvo pastoral.

“Yakni, pohon-pohon yang masih terlihat agak padat akhirnya ditebang dan dimanfaatkan kayunya dengan dijual dan keperluan lain. Ruang kosong akibat tebangan itulah kemudian dimanfaatkan sebagai tempat pelepasan ternak seperti kambing atau sapi,” imbuhnya.

Ternyata, lanjutnya, kehadiran ternak tersebut selain memanfaatkan pakan yang ada, juga turut membantu dalam mengurangi potensi bahan bakar yang tinggi, sehingga ketika masuk musim kering maka peluang ancaman bahaya kebakaran berkurang.

“Untuk mendukung berjalannya proses pencegahan tersebut, mereka para petani mendapat dukungan dana dari pemerintah setempat dan juga dari Uni Eropa. Misalnya untuk biaya pembuatan jaringan jalan sehingga mudah dilewati untuk membawa ternak dan lain-lain,” tambahnya.

Setelah melihat implementasi silvo pastoral tersebut, Prof Bambang juga berkesempatan belajar tentang manajemen pengendalian kebakaran hutan di Centre Regional De Formation Forestiere, Bazas, Bordeaux. Menurutnya, setelah mengalami kebakaran beruang kali, Perancis melakukan berbagai tindakan baik secara teknis dan non teknis. Pada akhirnya, bidang kehutanan justru menjadi sektor utama di wilayah Bordeaux.

Baca juga  Ratusan Pejuang Budaya Makin Berbudaya, Sampai Jumpa di OHARA 2025!

“Lahannya relatif asam dan berpasir putih (seperti yang terdapat di Kota Palangkaraya) sehingga perlu spesies tertentu untuk menanamnya, dan itu sudah terjadi lebih dari 100 tahun yang lalu. Oleh karena itu mereka lebih suka untuk menanam lahan tersebut dengan tanaman Pinus khususnya Pinus pinaster, yang relatif cocok ditanam di lahan tersebut,” tuturnya.

Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University ini menambahkan, kegiatan di Papignon dan Bazas ini tentu saja berbeda, karena kegiatannya didominasi dengan kegiatan penanaman Pinus pinaster. Pinus tersebut biasanya akan dipanen pada umur sekitar 40-45 tahun.

“Menurut pihak pendamping, ketika panen dengan umur sekitar 40-45 tahun, maka harga per meter kubiknya berkisar sekitar 45-45 Euro dan sangat bergantung kepada kondisi hasil tebangannya berupa log-log. Karena nilai kayunya yang sangat besar inilah, luasan areal tanamnya puluhan ribu hektar. Hal ini membuat para pemilik lahan benar-benar harus serius mengendalikan kebakarannya, yang selalu mengintai setiap saat,” imbuhnya.

Baca juga  Lonjakan Kasus Covid-19 Jangan Langsung Dikaitkan dengan Gelombang Kedua

Untuk itulah, lanjutnya, para pemilik lahan tersebut membentuk asosiasi untuk memudahkan dalam tindak lanjut dalam proses perjalanan pengelolaan hutannya. Yang unik juga dengan pengelolaan hutan di Perancis ini, mereka (para pemilik lahan yang memiliki lahan antara 0.5 hektar hingga 100 hekar), sepakat untuk bersama-sama mengendalikan kebakaran.

“Mereka telah merasakan bagaimana terbakarnya hutan mereka sebelumnya karena tidak dikelola dengan baik. Khususnya dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu mereka lebih suka tergabung dalam asosiasi dibandingkan dengan membentuk perusahaan. Menurut mereka dengan bersatu dalam asosiasi, maka tidak banyak dana yang harus dikeluarkan, dan keuntungannya jauh lebih besar,” ujarnya.

Dari kegiatan ini Prof Bambang berharap, Indonesia bisa meniru langkah-langkah Perancis dalam meningkatkan produktivitas hutan. Yakni dengan menyelamatkannya melalui upaya pengendalian kebakaran yang terencana dan sistematis.

“Tentunya dengan bekerja sama kepada semua pihak, mulai dari kegiatan penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan. Masi kita sama-sama menghormati regulasi dan menjalankan sebagaimana mestinya,” pungkasnya. [] Hari

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top