BOGOR-KITA.com – Fahreza Anwar, biasa disapa Eza. Lahir di Pandeglang,3 Juni 1995, Reza masih terbilang sangat muda. Namun, anak muda yang masih duduk di bangku kuliah Fakultas Hukum Univeritas Djuanda Ciawi Kabupaten Bogor ini, memiliki wawasan
keberanian dan kritis.
Dalam Focus Dicussion Group (FGD bertajuk Pantaskah Mengisi Kursi Wakil Bupati Bogor yang digelar di Gedung Tegar Beriman Kompleks Pemkab Bogor, Selasa (15/11/2016), Eza tampil jadi bintang. Jika tidak ada Eza, dikusi yang dihadiri Bupati Bogor Nurhayanti, Ketua DPRD Kabupaten Bogor Jaro Ade, Ketua DPC Gerindra Iwan Setiawan, Ketua DPC PDIP Budi Sembiring dan sejumlah tokoh senior Kabupaten Bogor itu, niscaya berjalan normatif, alias tanpa suatu yang baru, dan juga tanpa usulan solusi.
Bupati Nurhayanti yang tampil sebagai keynote speaker, dalam paparannya hanya mengulang kembali argumen argumen yang sudah dilontarkan dua tahun lalu, yang pada intinya mengatakan bahwa soal wakil bupati merupakah ranah partai koalisi, bukan ranah bupati.
Demikian juga Jaro Ade yang juga Ketua DPRD Kabupaten Bogor, dalam paparannya, pada intinya hanya mengulang kronologi polemik kursi wakil bupati yang sudah dilontarkan dua tahun lalu.
Untung ada Eza. Eza yang mendapat kesempatan angkat bicara menjelang akhir acara, tampil dengan kata-kata yang tertata dan meyakinkan. Cara Eza memulai, juga mencuri perhatian.
Seperti diketahui, kursi Wakil Bupati Bogor sudah kosong sejak Rachmat Yasin mengundurkan diri pada September 2014.
Reza seperti sangat tahu apa yang terjadi di kalangan Koalisi Kerahmatan dan juga Bupati Nurhayanti sehingga kursi wakil bupati masih melompong sampai sekarang. Tapi, menurut Eza, apa pun alasanya, fakta masih kosongnya kursi wakil bupati, merupakan bukti tidak ada niat baik dari pimpinan partai politik dan juga Pemerintah Kabupaten Bogor yang dipimpin sendiri oleh Nurhayanti.
“Tidak ada niat baik dari kita semua,” kata Eza lantang.
Eza tidak hanya sekadar melontarkan kekritisannya, melainkan juga solusi. Eza kemudian memperlihatkan secarik kertas, yang ternyata berisi konsep penyelesaian yang perlu dilakukan Koalisi Kerahmatan untuk segera mengisi kursi wakil bupati yang masih kosong itu.
Apa bentuk konsepnya? Ternyata, Eza menilai perlunya Koalisi Kerahmatan mengambil kebijakan khusus (diskresi) atau jalur khusus yang lain dari yang lain demi terisinya kursi wakil bupati kosong. “Ini demi mencapai program Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten Termaju di Indonesia,” kata Eza.
Solusi tersebut dapat dikatakan brilian.Sebab, memang ironis apabila Koalisi Kerahmatan yang terdiri dari sejumlah partai tidak mampu mencapai kata sepakat memilih dua nama untuk diusulkan kepada bupati yang selanjutnya memilih salah satu untuk menduduki kursi wakil bupati yang kosong. Apalagi posisi wakil bupati cukup urgen mengingat DPRD sudah menetapkan program Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten Termaju di Indonesia sebagai RPJM 2013-2018.
Bahwa kemudian politisi Kabupaten Bogor sampai sekarang tidak mencapai kata sepakat memilih dua nama untuk diusulkan kepada bupati, sama artinya bahwa para politisi Kabupaten Bogor itu bersepakat terhadap ketidakbaikan karena membiarkan kursi wakil bipati kosong dengan risiko realiasi pogram Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten Termaju di Indonesia berjalan tidak optimal karena hanya dijalankan oleh bupati tanpa dibantu wakil bupati.
Eza juga membuat koridor pengamanan seandainya diskresi itu kelak digugat leh pihak tertentu. Solusi Eza adalah tanda tandang dari politisi untuk sepakat tidak menggugat hasil diskresi.
Kabupaten Termaju
Eza mengaku gundah dengan realisasi program Kabupaten Termaju. Kabupaten Termaju yang dijadikan moto oleh Pemkab Bogor pada kenyataanya hanya sekadar jargon untuk meghidupkan harapan masayarakat pada saat itu. Tetapi sekarang jargon itu terbukti hanya jargon kosong sebagaimana terbukti dari besarnya silpa yang lebih satu triliun selama dua tahun berturut turut yakni 2014 dan 2015. “Tidak masuk akal silpa begitu besar di tengah kebutuhan anggaran lebih besar untuk merealiasi program Kabupaten Termaju,” kata Eza.
Yang jelas, kata Eza, dua tahun belakangan ini belum ada yang bisa dibanggakan oleh Pemkab Bogor. “Dua tahun ini justru menjadi bukti Pemkab Bogor gagal dalam melakukan pembangunan di 40 kecamatan yang ada Kabupaten Bogor,” kata Eza.
Dari segi pendidikan, imbuh Eza, sangatlah miris. “Angka putus sekolah di daerah Sukamakmur sangatlah tinggi dan belum ada upaya kongkrit dari dinas terkait. Jadi Kabupaten Termaju hanyalah jargon kosong,” kata Eza.
Oleh sebab itu pula, menurut Eza, masyarakat harus mengevaluasi kinerja DPRD dan Bupati Nurhayanti yang mengecewakan. [] BK-1
Bio Data
Nama : Fahreza Anwar (eza)
Tempat dan tanggal lahir: Pandeglang,3 Juni 1995
Alamat : Kp Kaum Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor
Anak ke 2 dari 4 bersaudara.
Pekerjaan : mahasiswa
Pengalaman organisasi :
Ketua HMI MPO UNIDA
Sekbid PTA HMI MPO CABANG BOGOR
KETUA BEM FH UNIDA
KETUA KPU UNIDA
KETUA ALIANSI MAHASISWA BOGOR TIMUR (AMBT)
PENDIRI ASOSIASI MAHASISWA HUKUM DAN POLITIK BOGOR (AMPHB)