BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Integritas merupakan kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara yang tengah mengalami defisit.
Demikian disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon saat berpidato mewakili delegasi Parlemen Indonesia dalam Sidang Tahunan APPF (Asia Pacific Parliamentary Forum) ke-28, 14-16 Januari 2020, di Canberra, Australia.
Disampaikan Fadli, tergerusnya integritas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif telah menurunkan kepercayaan publik.
Sejak dasawarsa 1980-an, perkembangan politik dunia yang ditandai dengan gelombang demokratisasi telah mendorong munculnya isu integritas.
“Sejak itu, integritas telah menjadi wacana penting di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia,” kata Fadli dalam keterangan kepada wartawan, Rabu (15/1/2020).
Ironisnya, saat ini yang terjadi justru sebaliknya. Integritas lembaga negara tergerus. Hal ini ditandai rendahnya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah.
“Menurut laporan Edelman Trust Barometer 2019, misalnya, masyarakat memandang lembaga pemerintah dan parlemen sebagai institusi publik yang kurang dapat dipercaya. Keterpurukan tersebut salah satunya karena lemahnya integritas,” kata Fadli.
“Sebanyak apapun aturan yang dihasilkan pemerintah dan parlemen, mustahil dapat berjalan baik tanpa didukung integritas kuat.”
Fadli menyampaikan, pemberantasan korupsi yang bertumpu pada penegakkan hukum, misalnya, saat ini tak lagi memadai membangun sistem yang efektif mengatasi korupsi.
Paradigma tersebut, kata dia, cara pandang lama. Tak heran, meski setiap institusi negara rajin memproduksi ratusan regulasi setiap tahunnya, namun corruption perception index tak mengalami peningkatan signifikan.
“Saya melihat, keterbatasan tersebut hanya bisa dijawab dengan menghadirkan budaya integritas di setiap institusi publik,” kata Wakil Ketua DPR RI 2014-2019 ini.
Asia Pasifik, sebagai kawasan yang memiliki peran strategis sebagai mesin pendorong politik dan ekonomi global, harus memastikan bahwa lembaga-lembaga negara di kawasan ini, berjalan di atas rel integritas yang kuat.
Sehingga, komitmen negara-negara APPF dalam mewujudkan tiga pilar 2004 APEC Santiago Commitment, yaitu transparansi, good governance, dan kode etik, harus diremajakan.
“Integritas di kawasan ini mustahil bisa dibangun tanpa ketiga unsur tersebut,” kata Wakil Ketua DPP Partai Gerindra itu.
Delegasi parlemen Indonesia mendorong anggota parlemen APPF untuk mendiskusikan, bertukar pandangan, serta berbagi praktik terbaik tentang bagaimana meningkatkan kerja sama di antara negara-negara anggota APPF, serta mengoptimalkan fungsi-fungsi parlementer yang akan berkontribusi pada implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam konteks itu, Indonesia telah menempuh beragam terobosan. Pada 2018, misalnya, DPR RI secara resmi telah bergabung dengan gerakan global, open parliament, komitmen keterbukaan agar lebih transparan dan akuntabel. Deklarasi Open Parliament 2018 lalu, menjadi penanda babak baru bagi demokratisasi parlemen Indonesia.
Jauh sebelumnya, Indonesia juga sudah memiliki regulasi yang menjamin tata kelola pemerintahan yang baik. Seperti UU Keterbukaan Informasi Publik No.14/2008, misalnya, yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan serta turut serta dalam mengontrol penyelenggaraan negara.
Begitupun dengan UU Pemerintahan Daerah No.32 tahun 2004, yang mengandung jaminan prinsip keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sejumlah regulasi tersebut, menandakan kuatnya komitmen Indonesia untuk memperkuat integritas, baik pada level lembaga maupun sistem penyelenggaraan pemerintahan, sesuai prinsip dan norma yang telah disepakati secara global. Inilah jantung demokrasi yang patut dijaga bersama melalui komitmen seluruh negara anggota APPF.
Selain dimensi yang bersifat umum tersebut, demokrasi juga harus dibangun di atas kearifan lokal kita masing-masing dan disesuaikan agar sesuai konteks sosial, budaya dan politik nasional kita yang berbeda-beda.
Keterbukaan, transparansi, dan tata pemerintahan yang baik akan menjadi tren di masa depan. Seiring perubahan dunia yang cepat, kompleks, dan tak terduga, skala tantangan yang dihadapi juga kian membesar.
Ancaman meningkatnya praktik korupsi, manipulasi pajak, pencucian uang, konflik kepentingan, serta meningkatnya pelanggaran etik, merupakan contohnya. Semua itu, jika tak ditangani bersama dan cepat, tentu akan menurunkan kepercayaan publik dan integritas terhadap lembaga negara, sekaligus mencederai demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.[] Ipung