Etika Komunikasi Bermedia Sosial: Mengurai Kejahatan Digital
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Sebagai makhluk sosial, manusia sudah tentu melakukan komunikasi dalam kehidupan sehari hari. Di era digital sekarang ini, media sosial memiliki peran dalam melakukan penyebaran pesan, informasi, dan pemberitaan, serta menjadi salah satu pilihan media untuk dapat memotivasi, mempengaruhi, dan melakukan aktivitas yang dikehendaki oleh penyebar informasi. Berdasarkan Digital 2024 Global Overview Report per Januari 2024 bahwa pengguna aktif media sosial telah melampaui angka lima miliar. Itu setara dengan 62,3% populasi dunia sudah bermain Facebook, Instagram, dan lainnya. Dikutip dari CNN Indonesia sebanyak 79,5% penduduk Indonesia terkoneksi internet. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk terkoneksi internet tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023.
Seiring perkembangannya waktu, teknologi kini semakin mudah diakses oleh semua kalangan usia. Mengapa internet, khususnya media sosial begitu digandrungi oleh masyarakat? Menurut Riffe et al (2008) bahwa setidaknya ada empat karakteristik yang dihadirkan internet dalam komunikasi manusia, yaitu, (1) kecepatan dalam menyampaikan informasi; (2) interaktifitas; (3) multimedia atau konvergensi media; dan (4) kedalaman dan keberlimpahan informasi yang diperoleh dengan biaya yang relatif murah. Hal lainnya yang membuat internet digandrungi masyarakat adalah kebebasan dan kostumisasi (Tapscot, 2009).
Kebebasan dan kustomisasi ini memungkinkan pengguna internet dan media sosial merasa lebih private untuk setiap akun yang mereka punya. Dalam hal ini artinya tidak adanya batasan setiap orang untuk berkomentar, memposting, dan membagikan apa saja yang mereka senangi. Kebebasan dalam melakukan segala hal di media sosial memang memiliki dampak yang positif. Perubahan sosial yang berdampak positif seperti kemudahan memperoleh dan menyampaikan informasi, memperoleh keuntungan secara sosial dan ekonomi. Dikutip dari Kemenkeu RI dampak positif dari media sosial adalah memudahkan kita untuk berinteraksi dengan banyak orang, memperluas pergaulan, jarak dan waktu bukan lagi masalah, lebih mudah dalam mengekspresikan diri, penyebaran informasi dapat berlangsung secara cepat, biaya lebih murah.
Dalam era perkembangan teknologi, internet dan media sosial memiliki dua sisi. Di satu sisi, kehadiran internet dipandang dapat membantu dan memudahkan terkoneksinya masyarakat antara satu dengan yang lainnya. Menurut Van Dijk,2006 Internet dan media sosial memungkinkan setiap individu untuk saling terhubung dalam sebuah komunitas virtual (virtual community). Di sisi lain, internet dan media sosial memiliki dampak negatif ketika berhadapan dengan aspek etika dan moral.
Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang bertujuan mengatur tata cara kita bekomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati dan mejunjung tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara kita. Namun terkadang cara berkomunikasi atau pemakaian suatu kata atau kalimat yang kita anggap sebuah etika, dapat pula berakibat pada sesuatu yang tidak menyenangkan dan menimbulkan suatu kesalahpahaman antar sesama.
Pelanggaran Etika Bermedia Sosial pada Remaja
Konsep etika dan moral ini mendapat benturan ketika masuk dalam ranah digital. Realitanya, internet dan media sosial banyak digunakan bertentangan dengan nilai etik dan moral. Perilaku perilaku bertentangan dengan nilai etika dan moral ini didominasi dilakukan oleh remaja. Menurut Survei Digital Civility Index (DCI) Microsoft yang digelar pada 22 April – 15 Mei 2020, secara global, Indonesia menduduki ranking 29 dari 32 negara yang pengguna media sosialnya paling tidak sopan di Asia Tenggara. Data yang didapatkan dari hasil survei terhadap 16.051 orang di 32 negara pada 2020 tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesopanan warganet Indonesia turun delapan poin menjadi 76 (Narasi, 2021).
Kasus cyberbullying saat ini sering kali dijumpai di media sosial seperti Instagram dan juga tiktok. Tanpa disadari mengomentari fisik seseorang atau bodyshaming yang terjadi di berbagai media sosial termasuk ke dalam cyberbullying. Terlebih lagi masa remaja banyak yang mementingkan penampilan secara fisik dan berusaha tampil menarik, karena standar kecantikan yang ada dalam masyarakat. Banyak perundungan yang terjadi dikarenakan individu berpenampilan tidak sesuai dengan standar kecantikan yang diterapkan oleh masyarakat. Komentar-komentar yang dilontarkan oleh remaja-remaja kepada remaja lain tanpa disadar dapat membuat orang tersebut merasa dirinya tidak menarik seperti orang lain serta bentuk dan ukuran tubuhnya adalah sebuah kegagalan pribadi, sehingga individu merasa malu, self-conscious, dan khawatir terhadap bentuk dan ukuran badannya (Sari & Permatasari, 2016).
Mengapa Seseorang Melakukan Body Shaming?
Mengutip dari jurnal Universitas Katolik Parahyangan, bahwa seseorang melakukan tindak body shaming hanya karena alasan pribadi. Alasan seseorang melaukan body shaming kepada orang lain adalah karena perasaan insecure atau iri hati. Hal yang menarik ternyata ada beberapa responden yang mengatakan bahwa alasan seseorang melakukan body shaming bukan karena merasa iri, melainkan karena dirinya pernah merasakan pengalaman body shaming. Oleh karena itu banyak remaja yang menganggap bahwa body shaming merupakan hal yang wajar dilakukan dan semata-mata hanya bentuk candaan saja. Dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya body shaming ialah kurangnya pengetahuan mengenai dampak dari body shaming.
Setiap komentar, setiap like, dan setiap tindakan kita di platform online membentuk landasan untuk lingkungan yang lebih baik atau sebaliknya. Mengatasi body shaming bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan suatu tugas bersama untuk menciptakan ruang di media sosial yang lebih ramah, inklusif, dan penuh kasih sayang. Gunakanlah platform media sosial sebagai wadah untuk menginspirasi, mendukung, dan memotivasi. Jangan biarkan ruang digital kita dikuasai oleh ketakutan dan kebencian. Ingatlah, setiap kata dan tindakan online memiliki dampak nyata di dunia nyata. [] Aqsha Naurah mahasiswa Komunikasi Digital dan Media IPB University,