Dugaan Kolaborasi DPRD dengan Petugas KPK dalam Menyeret Ade Yasin dan Tanggapan Rudy Susmanto
BOGOR-KITA.com, BANDUNG – Sidang dugaan suap auditor BPK pada Senin (5/9/2022) malam seketika heboh ketika Kuasa Hukum terdakwa Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butar Butar mengungkap adanya dugaan kolaborasi antara DPRD Kabupaten Bogor dengan salah satu petugas KPK.
Dinalara saat pemeriksaan saksi mahkota di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin, mengungkap adanya kolaborasi, sehingga membuat kliennya berurusan dengan KPK. Fakta tersebut membuat para pengunjung sidang yang hingga malam bertahan menyoraki Jaksa KPK.
Kolaborasi itu diungkap berdasarkan notulensi pertemuan dalam buku agenda milik terdakwa Maulana Adam Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor yang dituangkan pada berita acara pemeriksaan (BAP).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Maulana Adam, Ketua DPRD Rudy Susmanto, anggota DPRD Usep Supratman, Sekretaris Daerah (Sekda) Burhanudin, Kepala Dinas Pendidikan Juanda Dimansyah, serta Kepala Dinas Kesehatan Mike Kaltarina.
“Konsultasikan Pokir (Pokok Pikiran) ke orang KPK, suami Kapolsek Babakan Madang. APH (aparat penegak hukum) sudah menunggu meminta bagian,” kata Dinalara membacakan ucapan Rudy Susmanto dalam pertemuan.
“Ibu Bupati sudah lama di Kabupaten Bogor, mungkin tahu siapa suami dari Kapolsek Babakan Madang,” lanjut Dinalara.
“Kapolsek Babakan Madang saat itu Ibu Silfia, suaminya satgas di KPK, namanya Tri. Beliau salah satu petugas KPK yang menjemput saya,” kata Ade Yasin diiringi gemuruh sorakan pengunjung sidang.
Dinalara lantas meminta KPK juga menindak anggota DPRD karena meminta sejumlah proyek dengan istilah pokir senilai Rp198 miliar.
Pengungkapan adanya kolaborasi oleh Dinalara itu diawali pertanyaan Jaksa KPK kepada Maulana Adam mengenai adanya upaya penjegalan anggota dewan atas laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Bogor.
Adam menyebutkan, pertemuan yang ia notulensikan itu bersifat mendadak. Saat itu ia diminta hadir oleh Sekda Burhanudin untuk menjelaskan masalah pokir di hadapan anggota DPRD Kabupaten Bogor.
“Pertemuan membahas pokir, saya ditelepon oleh Pak Sekda, kita rapat, rapat dadakan. Saya hadir, ternyata di situ sudah ada Ketua Dewan, Pak Usep, Kadisdik, Kadinkes,” kata Adam.
Menurutnya, pada pertemuan itu anggota dewan marah kepada eksekutif lantaran tak mendapat bagian untuk mengerjakan kegiatan pokir-pokir di wilayah Kabupaten Bogor.
“Pernyataan Pak Sekda anggota dewan marah, pokirnya pada hilang. Tetap ada, tapi tidak hilang semua, mereka menginginkan yang mengerjakan pihak mereka. Kita menolak karena ranahnya ada di ULP (unit layanan pengadaan) bukan kita,” kata Adam.
Sidang yang dipimpin oleh ketua hakim Hera Kartininsih ini menghadirkan empat orang terdakwa, yaitu Ade Yasin, Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Taufik Hidayat.
Keempatnya hadir secara tatap muka untuk diperiksa sebagai terdakwa sekaligus saksi mahkota.
Tanggapan Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudy Susmanto
Rudy mengungkapkan jika stetment terdakwa Maulana Adam yang merupakan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Bogor itu, adalah stetment pribadinya atau tulisan Adam. Rudy membantah jika dirinya pernah ada komunikasi dan konsultasi ke oknum atau yang disebut dalam berita acara Adam.
“Kalau pada saat itu ada rapat terkait pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD betul. Pada saat itu penekanan saya hanya satu, pertama yang namanya pokir DPRD merupakan bagian dari perencanaan penganggaran APBD sebelum RKPD disahkan, RKPD yang disahkan ini diantaranya adalah program-program prioritas yang menyangkut visi-misi kepala daerah,” kata dia.
Program tersebut, lanjut Rudy, merupakan hasil dari musrenbang kecamatan, musrenbang desa, lalau pada saat reses menjaring aspirasi masyarakat. Usulan-usulan tersebut lalu dimasukan ke dalam Pokir DPRD yang memiliki dasar hukum.
“Di sana pun kami selalu bersepakat menekankan bahwa anggota DPRD tidak boleh mengkondisikan penyedia jasa atau pihak ketiga. Para anggota DPRD tidak perlu masuk langsung ke SKPD terkait, sebab dalam mekanisme penganggaran ada namanya Tim Penganggaran Pemerintah Daerah (TAPD) begitu juga di DPRD ada yang namanya Badan Anggaran (Banggar),” paparnya.
Soal dugaan pengkondisian pihak ketiga yang disebut-sebut seperti Jalan Cijayanti – Bojongkoneng, ia memastikan tidak ada yang menentukan pihak ketiga atau pemenang lelang.
“Tidak ada dalam tanda kutip minta sesuatu, supaya lebih fair juga lebih clear, cari pemenang lelangnya jalan itu. Tanyakan kepada penyedia jasanya, siapa yang menentukan dia menang dan ada tidak anggota DPRD meminta sesuatu, saya pastikan tidak ada. Apalagi ketika saya dianggap berkonsultasi dengan KPK dan sebagainya, yang namanya orang-orang KPK itu diajak pertemuan dalam kondisi yang sifatnya pribadi,” kata Rudy.
Rudy juga mengaku dalam setiap rapat ia selalu menekankan tim TP4D untuk pendampingan. Namun pada saat tim TP4D sudah dihapus. Rudy juga mengatakan jika dalam mengusulkan beberapa program ia melihat dari sisi penganggaran memadai atau tidak. Lalu dari sisi aturan prosedur hukum diperbolehkan atau tidak. Sehingga jika merasa ragu, bimbang ia berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait.
“Makanya kita melihat, disebut ada notulensinya pak Adam yang berproses hukum hari ini, ini objek hukumnya sudah jelas, tapi kenapa melebar ke mana-mana. Dan saya pun sudah diklarifikasi, dimintai keterangan oleh KPK satu bulan yang lalu. Saya menghormati proses hukum yang berjalan, biarkan ini berjalan, biarkan APH yang menentukan harus seperti apa,” ungkapnya.
“Kalaupun kita dianggap berkomunikasi dengan KPK, saya pastikan itu tidak ada apalagi yang disebutkan dalam persidangan kemarin, kalaupun itu merupakan statment pribadinya Adam merupakan sebuah tulisan, tentunya harus ada pembuktian hukumnya juga,” pungkasnya. [] Hari