Diaspora Talk VI IPB: Tantangan dan Peluang Bidang Pertanian di Eropa
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Direktorat Kerjasama dan Hubungan Alumni (DKHA) IPB University menggelar Diaspora Talk VI, dengan mengulas tema “Ayo ke Eropa”, belum lama ini. Narasumber yang diundang merupakan alumni IPB University dan sudah banyak berkiprah di Eropa.
Arief Rachman, alumnus IPB University dari Departemen Teknologi Industri Pertanian menjelaskan terkait tantangan dan peluang bidang pertanian di Uni Eropa (UE). Ia menjelaskan, meskipun UE menerapkan kebijakan pertanian yang terkesan proteksionisme dan diskriminatif, namun prinsip right to information access tetap dijalankan melalui kanal websitenya. Oleh karena itu, pebisnis pertanian yang memasang target ke UE harus tunduk pada peraturan yang ada.
“Perlu komitmen diri dan fokus untuk mencapai target pasar UE, khususnya terkait kualitas kuantitas dan kontinuitas,” kata Arief Rachman, alumnus IPB University yang kini menjabat sebagai Atase Pertanian Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Brussels, Belgia.
Ia menyebut, potensi pasar tenaga kerja pertanian di wilayah UE masih terbuka luas dan membutuhkan berbagai persiapan bagi talent-talent muda pertanian. “Perlu adanya shifting mind untuk menjadi diaspora karena sudah menjadi bagian dari mata rantai ekspor kita, hal ini menjadi penentu bagi kesejahteraan petani,” pungkasnya.
Peluang mempromosikan bekerja di Eropa ini dalam rangka memperbanyak jumlah diaspora di wilayah Eropa. Dengan demikian, dapat memperluas pengenalan dan akulturasi budaya Indonesia di Eropa.
Sementara, Eduwin Pakpahan PhD, alumnus IPB University dari Departemen Statistika turut berbagi pengalaman meniti karir akademik di Inggris. Ia memilih Eropa untuk berkuliah adalah karena kesempatan di Eropa terbuka luas. Tidak hanya itu, Benua Biru juga kompetitif dan memiliki tradisi riset yang kuat sebagai rujukan sains dunia.
Ia menilai, kemajuan Inggris di bidang riset sains tidak mengherankan karena investasi pendidikan di negara ini terbilang sangat tinggi. Namun, distribusi jumlah diaspora Indonesia di perguruan tinggi di Inggris masih berada di bawah Zimbabwe, bahkan jumlah diaspora untuk bidang pertanian masih sangat rendah.
“Kesempatan berkarir dan belajar di Inggris sangat terbuka tanpa memandang latar belakang. Kita punya skill yang mereka butuhkan dan mereka tidak punya kemampuan itu, sehingga silahkan datang untuk belajar dan berkarir di Inggris,” kata Eduwin Pakpahan, yang kini menjadi Dosen Statistik di Northumbria University, Inggris.
Ia melanjutkan, agar dapat dilirik untuk mendapat beasiswa di Inggris, penilaian utamanya adalah produktivitas. Menurutnya, produktivitas ini dinilai dinilai dari jumlah publikasi, research grant dan jejaring.
Dalam kesempatan ini, mahasiswa juga mendapatkan informasi mengenai beberapa jenis beasiswa yang dapat dipilih untuk melanjutkan studi di Eropa melalui DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst), organisasi bersama dari institusi pendidikan tinggi dan asosiasi mahasiswa Jerman. Hal ini disampaikan oleh Muji Rahayu, Staf DAAD Jakarta.
Drh Dordia Anindita Rotinsulu, Dosen IPB University dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) juga berbagi tips meraih beasiswa di Jerman. Ia merupakan salah satu penerima beasiswa DAAD. Ia mengatakan bahwa dalam memilih beasiswa harus mempertimbangkan beberapa aspek seperti kualitas pendidikan, minat studi, biaya, sumber pembiayaan, regulasi dan birokrasi. [] Hari