BOGOR-KITA.com, BOGOR – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bogor dr. Zainal Arifin SpS memberi catatan kritis terkait efektivitas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besa (PSBB) berdasarkan Permenkes No 9 Tahun 2020. Menurutnya pemerintah perlu memberlakukan langkah radikal untuk mencegah penularan infeksi Covid-19.
“Kenyataannya kita lihat bahwa di DKI ya karena DKI epicentrum penularan, tetapi tidak ada langkah yang radikal, mau gak mau harus ditutup, cuma ini kan masalahnya tidak terlepas dari pertimbangan ekonomi mungkin. Di Permenkes No 9 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), di situ masih diperbolehkan untuk dibuka toko toko yang menjual sandang pangan , kemudian apotik, transportasi diperbolehkan. Padahal justru titik keramaian ada di situ,” kata Zainal Arifin kepada BOGOR-KITA.com, Senin (6/4/2020) malam.
Berikut catatan Zainal Arifin selengkapnya.
Kasus Covid-19 di Indonesia saya kira cukup memprihatinkan makin lama makin meningkat. Dan memang ini seperti yang diprediksi, jadi kalau data-data epidemis memang seperti itu awalnya. Seperti curva normal, jadi nanti ada titik out breaknya titik puncaknya. Kalau pengalaman di Wuhan itu 9 minggu kita baru 5 minggu kalau gak salah. Mungkin puncaknya akan terjadi bulan depan kita harus waspada.
Sebenarnya penularan dari Covid-19 ini sudah tidak terbendung lagi, karena pada awal-awal itu, penularan lewat negara lain, beberapa orang masuk ke negara Indonesia membawa virus, atau sebaliknya orang Indonesia ke luar negeri di area negara yang pandemi dia masuk ke Indonesia (imported case). Tapi sekarang yang terjadi adalah transmisi lokal. Ini adalah hal yang paling ditakutkan di dalam penularan wabah ini, penularan transmisi lokal, Jadi penularan antar warga negara di suatu negara atau lebih sempit lagi di suatu kota. Misalnya di Bogor, karena sudah masuk zona merah jadi banyak kasus asimptomatik (tanpa gejala) justru itu yang berbahaya menularkan ke yang lain.
Mau tidak mau karena virus ini penularannya antar manusia, ya kita cegah kontak antar manusia dengan manusia prinsipnya itu, kontak hubungan manusia dengan manusia sehingga tidak terjadi penularan, karena virus itu dia hidupnya di sel manusia di intrasel manusia. Makanya kebijakan phisycal distancing itu maksudnya seperti itu. Supaya tidak ada kontak. Makanya maka warga negara itu disuruh diam di rumah supaya tidak ada kontak antara warga satu dengan warga yang lain. Kenyataannya kita lihat di sini kebijakan kita lihat bahwa di DKI ya karena DKI epicentrum penularan, tetapi tidak ada langkah apa ya yang radikal sebenarnya, mau gak mau harus ditutup, cuma ini kan masalahnya tidak terlepas dari pertimbangan ekonomi mungkin. Di Permenkes No 9 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), di situ masih diperbolehkan untuk dibuka toko toko yang menjual sandang pangan. Kemudian apotik, transportasi diperbolehkan. Padahal justru titik keramaian ada di situ, bahkan ada wacana lagi mudik diperbolehkan, ini makin tambah parah ini, jadi kalau menurut saya mau ga mau, sebenarnya di UU karantina kesehatan sudah jelas dari tingkat ada karantina RT RW. Tapi kalau saya lihat, sepertinya kita masih ragu ragu untuk menerapkan ini. Hanya bahasanya diperhalus mungkin ya. Tapi ya memang sekarang sudah sulit juga. Buah simalakama, mau dilakukan karantina karena penyebarannya sudah meluas, mungkin efektivitasnya tidak seefektif pada saat awal-awal penyebaran dari Covid-19.
Misalnya pada bulan Januari, Februari. Bila saja karantina dilakukan bulan bulan itu maka dampak kesehatan tidak seperti sekarang, kalau sekarang situasinya sudah sulit ini kenapa? karena penyebaran sudah kemana mana hampir seluruh provinsi di Indonesia sudah terkena. Terus darimana kita karantina kan sudah susah.
Jadi sekarang yang diharapkan pertama, karantina mandiri, semua masyarakat kurangi aktivitas sosialnya diam di rumah jangan banyak interaksi dengan warga yang lain. Pertahanan kita yang terakhir adalah pertahanan personal.
Kalau rumah sakit sebenarnya kalau penularan itu bisa dicegah, rumah sakit tidak akan kewalahan, tapi kalau penularan tidak dicegah, ya kita akan kewalahan, karena semakin banyak pasien yang datang, jadi tidak seimbang pasien yang masuk, dan yang keluar atau sembuh, jadi numpuk pasiennya, secara strategi ini tidak menguntungkan.
Jadi sumber sumber penularan harus dihambat dulu sehingga rumah sakit tidak begitu kewalahan.
Yang menjadi catatan lagi sekarang, di Permenkes yang mengatur tentang PSBB, itu yang menerapkan masing masing daerah, kalau menurut saya, ini kurang tepat, karena strategi mencegah penularan dari Covid ini adalah strategi nasional. Jadi harus ada satu komando, ibarat perang itu satu panglima, jangan daerah per daerah. Kalau misalnya daerah A dikarantina daerah B engga, itu kan strategi lokal namanya. Kemenkes itu punya data, mana zona merah daerah daerah mana saja, langsung saja terapkan kalau zona merah dan epicentrum. Jangan dibalik daerah yang mengusulkan, seharusnya kemenkes sebagai panglima yang menentukan PSBB baru daerah yang mengeksekusinya. Jangan dibalik menurut saya, karena strategi penanggulangan bersifat nasional.[] Hari