Profil

Advokad Pilipus Tarigan, Menangani Presiden Jokowi, Terkesan Kasus Petani Miskin

Pilipus Tarigan

BOGOR-KITA.com – Riwayat kepengacaraan Pilipus Tarigan SH, MH, sudah cukup panjang, 17 tahun.  Diangkat menjadi pengacara praktek oleh Pengadilan Tinggi Bandung tahun 1997, kemudian diangkat menjadi advokat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman, tahun 2000.

 Namun, sejak tahun 1996 Pilipus sudah terlibat menangani kasus besar seperti kasus 27 Juli yang ditandai penyerangan ke Kantor  PDI Jalan Diponegoro, Jakarta. Tidak heran kalau pengacara kelahiran Medan, 26 Desember 1971 ini tercatat sebagai salah seorang elite dalam organisasi pengacara Indonesia. Pilipus adalah Wakil Ketua Departement Pembelaan Profesi Advokat (Peradi) 2011-2015. 

Kasus yang ditangani Pilipus juga sudah cukup banyak. Salah satu yang besar adalah kasus perseteruan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Kosupsi (KPK) yang dikenal dengan Cicak Buaya jilid 1. Pilipus menjadi Team Pembela Ari Muladi yang dianggap sebagai sumber masalah karena dituding menyuap Komisioner KPK.

Kasus yang tidak kurang besarnya adalah, sengketa pemilihan presiden, terkait  gugatan Calon Presiden Prabowo Subianto ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pilipus salah seorang anggota tim pengacara Joko Widodo (Jokowi) bersama Sugeng Teguh Santoso, Sira Prayuna dan beberapa lainnya.

Dua kasus besar ini, diakui Pilipus mengesankan. Selain honornya, kasus Cicak Buaya jilid satu tercatat sebagai kasus besar, bergengsi dan menjadi perhatian besar masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat Internasional. Demikian juga kasus gugatan Prabowo Subianto terhadap kemenangan Jokowi yang saat ini menjadi Presiden   RI ke-7. “Saya termasuk pengacara yang beruntung bisa menjadi bagian dalam menangani kasus besar dan menegangkan tersebut,” kata Pilipus dalam percakapan dengan BOGOR-KITA.com. akhir Januari 2015.

Di Bogor sendiri Pilipus tercatat sebagai salah seorang pengacara yang ikut menangani sebuah kasus besar, yakni kasus Bupati Bogor, Rachmat Yasin. “Saya menjadi salah seorang anggota tim pengacara bersama Sugeng Teguh Santoso, Soleh Amin, dan beberapa yang lainnya,” kata Pilipus yang juga pendiri Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR).

Baca juga  Mengenal Sosok Anuraga Jayanegara, Profesor Muda IPB University

Masih di Bogor, bersama LBH KBR, Pilipus mengajukan gugatan citizen law suit, di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung terkait Keputusan Walikota Bogor dalam memberikan izin bangunan kepada Hotel Amarrossa yang kontroversial tahun 2012. Bersama LBH KBR, Pilipus juga mengajukan gugatan legal standing kepada Kepala Kejaksaan Negeri Bogor karena tidak menindaklanjuti aduan masyarakat terhadap dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Pemerintah Daerah Kota Bogor tahun 2012.

Masyarakat Cibaliung

Namun demikian, bukan kasus besar itu yang membuat Pilipus merasakan eksistensinya sebagai pengacara. Kasus yang ditanganinya dan yang membuat sangat terkesan justru kasus yang menimpa rakyat kecil. “Kasus itu adalah kasus yang petani Cibaliung, di Pandeglang,” katanya.

Kasus petani Cibaliung terkait dengan sengketa tanah antara masyarakat Cibaliung dengan Perum Perhutani. Kasusnya terjadi tahun 1998 dan baru selesai tahun 2001. Kasusnya berawal dari tanah masyarakat yang dikuasai oleh Perum Perhutani. Perusahaan negara itu menanami tanah tersebut dengan pohon jati dan mahoni. Persoalan timbul karena masyarakat memiliki bukti girik. Mereka protes  karena tanah tersebut adalah tanah milik nenek moyang mereka secara turun temurun. Hal yang menarik dalam menangani kasus ini adalah perjuangan yang dilakukan oleh petani Kecamatan Cibaliung, Pandeglang, yang  tidak pernah surut meskipun terjadi kriminalisasi terhadap mereka. Ketika itu puluhan petani ditangkap dan diadili di Pengadilan Negeri Pandeglang karena dinilai “lancang”menklaim tanah tersebut sebagai hak ulayat masyarakat. “Saya termasuk sebagai salah satu pembela mereka,” kata Pilipus.

Ketika itu, tim pengacara dibagi-bagi karena jumlah petani yang diadili di persidangan mencapai puluhan orang. Yang menarik, kata Pilipus, semua pengacara tidak bisa beranjak dari ruang sidang. “Saya harus sidang marathon dari pagi sampai sore hari. Selain pendampingan di persidangan, kami juga live in (tinggal) bersama petani untuk memberikan pemahaman hukum dan advokasi terkait kasus tersebut. Mereka sangat bersahaja dan kami diperlakukan layaknya keluarga,” kata Pilipus seraya menambahkan, kasus itu adalah satu kasus yang sangat berharga dan sangat mengesankan.

Baca juga  Alda Cantika Putri, Cantik dengan Segudang Prestasi

Prinsip Pengacara

Aneka kasus yang ditangani membawa Pilipus pada suatu prinsip dalam menjalankan profesi sebagai pengacara atau advokad.Advokat, katanya, tidak boleh hanya sekadar meraup uang sebanyak-banyaknya. Profesi Advokat adalah officium nobile yaitu profesi yang terhormat dan mulia. “Sehingga saya sebagai bagian dari profesi tersebut, harus benar-benar menjalankan kewajiban untuk menegakkan hukum dan keadilan,” katanya.

Dalam menangani perkara, prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan harus lebih diutamakan ketimbang keuntungan yang akan diperoleh.

Advokat bukanlah pedagang yang akan menangani perkara jika perkara tersebut menghasilkan keuntungan saja dan menolak perkara si miskin yang keadilan direnggut darinya. Karena itu pula saya bersama dengan kawan-kawan pengacara lainnya mendirikan LBH Keadilan Bogor Raya. Ini merupakan tanggung jawab sosial saya sebagai pengacara untuk memberikan kontribusi memberikan bantuan hukum kepada yang tidak mampu. “LBH menjadi alat kontrol bagi saya sebagai pengacara, agar tidak larut menikmati perkara yang berduit saja. LBH memurnikan semangat yang saya emban ketika memulai profesi pengacara, sekaligus menjadi wadah mengimplementasikan idealisme menegakkan hukum,” tukas Pilipus.

Banyak asam garam yang sudah dikecap oleh Pilipus. Tidak heran, Pilipus seperti paham jeroan dunia penegakan hukum. “Saya mendambakan institusi peradilan yang bersih jauh dari KKN di mana kemenangan dalam penanganan perkara bukan disebabkan karena menyogok tapi berdasarkan pada profesionalitas yaitu kemampuan berargumentasi dan memaparkan bukti-bukti untuk mendukung argumentasi hukum,” katanya. Pilipus juga mengkritik mekanisme persidangan yang tidak jelas waktunya karena mengakibatkan para pihak kehilangan banyak waktu yang berharga untuk bisa mengerjakan hal yang produktif. “Sebaiknya jadwal dan waktu persidangan diatur dengan menggunakan mekanisme seperti yang diatur di Mahkamah Konstitusi yaitu tepat waktu. Ketepatan waktu juga akan mengurangi cost (biaya) dalam penanganan perkara,” katanya. Terhadap institusi penegak hukum termasuk Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Pengadilan, Pengacara, Pilipus berharap terjadi saling menghormati dan menjalankan tugas sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku, tidak ada institusi penegak hukum yang saling menyandera institusi penegak hukum lainnya. ‘Wibawa institusi penegak hukum harus dijaga, karena dengan kewibawaan tersebut maka akan tercapai keadilan dan kebenaran bagi para pihak yang berperkara, dan menjauhkan institusi penegak hukum dari kepentingan politik para elite,” katanya. [] Petrus Barus

Baca juga  Mantap Masuk Politik, PJ Ingin Sejahterakan Masyarakat di Pendidikan dan Kesehatan

 

M. PILIPUS TARIGAN, S.H., M.H

 

Nama                   : M. Pilipus Tarigan, S.H., M.H.

TTL                        : Medan, 26 Desember 1971.

Alamat                : Jl. Serdang Baru VII No.4, Kemayoran Jakarta Pusat.

Pendidikan          : – Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera 

                              Utara 1990,

                              – Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta 2011.

A. Organisasi

– Kepala Divisi Perburuhan Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pengacara Indonesia sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2000;

– Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pengacara Indonesia, Jakarta Pusat sejak 2001 sampai dengan sekarang

-Wakil Ketua II DPC PERADI Jakarta Pusat Periode 2009

– Wakil Ketua Departement pembelaan Profesi Advokat DPN Peradi 2011-2015

– Pendiri Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya tahun 2011

-Pendiri Yayasan Satu Keadilan Tahun 2014;

 

Pengalaman.

A. Lisensi

M. Pilipus Tarigan, S.H., M.H diangkat menjadi Pengacara Praktek oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada tahun 1997, kemudian diangkat menjadi Advokat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman, pada tahun 2000.

B. Karir

– Memulai Karir menjadi Assisten Pengacara di  Kantor Hukum Sugeng Teguh Santoso, S.H., sejak 1 Juli 1996 s/d 1998;

-Sebagai Associates Lawyer pada Law Office Trimedya Panjaitan, S.H., sejak 1998 s/d 1999;

– Sebagai pendiri pada Kantor Hukum PILIPUS TARIGAN, pada tahun 2000  s/d sekarang. 

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top