Yakin Bisa Cuan, Petani Milenial Riyadul Muslim Mantapkan Diri Tanam Cabai
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Meyakini potensi pertanian bisa menghasilkan cuan, petani milenial Muhammad Riyadul Muslim memantapkan diri untuk meniti usaha pertanian dengan menanam belasan ribu pohon cabai.
Pria yang akrab disapa OI ini kini tengah menggarap lahan pertanian seluas 7.000 meter persegi di wilayah Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
Awal mula ketertarikannya terjun menjadi petani didasari keinginan ada regenerasi petani terlebih di Kota Bogor yang memiliki keterbatasan lahan pertanian.
Bahkan, Ia khawatir dalam waktu 10 atau 15 tahun ke depan tidak akan ada lagi anak muda atau kaum milenial di Kota Bogor yang mau belajar dan memahami dunia pertanian.
“Iya, kalau tidak mulai dari sekarang masa mau nunggu nanti, apalagi khususnya generasi milenial dari 100 orang belum tentu semuanya paham cara mengolah lahan, jangankan mencangkul mungkin tidak tahu, dari situ kemudian saya tertarik untuk belajar dan terjun di dunia pertanian,” ucap OI, Jumat (21/1/2022).
Ia juga melihat sektor pertanian memiliki potensi dari sisi ekonomi yang menjanjikan apabila dikelola dengan baik.
“Jadi ada basis ekonomi yang saya lihat, selain kita bisa melakukan budidaya pertanian juga bisa mengembangkan potensi agribisnisnya,” katanya.
Dalam budidaya cabai rawit pedas ini, ia menerapkan sistem tumpang sari. Sistem ini diterapkan pada lubang bedengan pohon cabai yang tidak tumbuh optimal diganti dengan ditanami pare atau peria.
Dengan sistem tumpang sari, kata OI, ada keuntungan yang didapat petani setidaknya dari hasil panen peria bisa menekan biaya pengeluaran pemupukan dan tenaga bantuan yang berjumlah empat orang. Komoditas cabai adalah utamanya dan hasil tambahannya peria.
Menurutnya, cabai ini baru dapat dipanen akhir Februari 2022 mendatang. Saat ini, sambung OI pohon cabai sudah memasuki usia empat bulan sejak ditanam awal Oktober 2021 lalu.
“Petik cabai (panen) itu bisa dilakukan sampai 3 bulan. Dari 11 ribu pohon cabai yang ditanam kita target mencapai 9 ton, karena diperkirakan sekitar 20 persennya di lapangan tamanan terkena hama ataupun pengaruh faktor cuaca,” jelasnya.
Ia mengaku tidak akan mengalami kesulitan dalam hal pemasaran. Sebab cabai ini sudah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar yang ada di Kota Bogor.
“Selain budidaya dan agribisnis kita di sini ada distribusi. Nah, distribusi kita ke pasar-pasar. Oleh karenanya ketika kita terjun ke pertanian, penguasaan pasar juga harus untuk pendistribusian hasil,” terangnya.
Ia memperkirakan penjualan cabai mencapai Rp150 juta dengan perhitungan rendah harga cabai di kisaran Rp15.000 per kilogram dengan hasil panen 10 ton. “Iya, kalau bicara keuntungan tinggal dipotong saja biaya operasional,” ujarnya.
Ia juga menambahkan alasannya memilih bertani cabai dikarenakan cabai merupakan salah satu jenis sayuran atau bahan makanan yang berpengaruh terhadap inflasi. Ketika terjadi gangguan pertanian ataupun ketersediaan pasokan harga cabai sering kali melambung tinggi.
Dengan adanya pasokan cabai dari dalam kota itu bisa membantu pemerintah menekan inflasi dan memenuhi kebutuhan pasar.
“Untuk itu kita harapkan di Kota Bogor ditengah keterbatasan lahan ini generasi mudanya generasi milenialnya turut membangun pertanian perkotaan bersama untuk memberikan banyak manfaat,” pungkasnya. [] Ricky