BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Indonesia adalah negara produsen ikan terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Sementara , perikanan skala kecil mendominasi sekitar 90 persen dari armada nasional dan memberikan kontribusi lebih dari 50 persen produksi ikan nasional. Bahkan, kemampuan ekspor perikanan Indonesia mayoritas ditopang dari perikanan skala kecil. Masih terbuka potensi untuk dikembangkan.
Prof Dr Eko Sri Wiyono, Guru Besar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah yang digelar secara daring, kamis (8/10/2020), memberikan alternatif kebijakan guna meningkatkan kapasitas perikanan skala kecil tersebut.
Dalam rilis dari IPB University kepada BOGOR-KITA.com, Kamis (8/10/2020), Prof Eko mengatakan, alternatif yang dia usulkan dilandaskan pada fakta kedinamisan perikanan skala kecil dan isu strategis tata kelola perikanan skala kecil.
Prof Eko mwengusulkan sedikitnya ada tujuh usulan alternatif kebijakan. Meliputi redefinisi perikanan skala kecil, standarisasi alat penangkapan ikan, penyempurnaan sistem perizinan kapal, penyempurnaan sistem pendataan kegiatan kapal, pembangunan berbasis kewilayahan dan desentralisasi, kelembagaan pembangunan perikanan skala kecil serta kebijakan pascapanen dan perdagangan ikan.
“Redefinisi perikanan skala kecil perlu dilakukan agar arah pembangunan perikanan skala kecil bisa mencapai sasarannya dengan tepat. Dengan demikian, perlu adanya kebijakan dari pemerintah untuk melakukan redefinisi perikanan skala kecil, nelayan kecil dan usaha skala kecil agar dalam pelaksanaan operasional di lapangan tidak menimbulkan kesalahan administrasi dan penafsiran,” jelas dosen IPB University yang sudah malang melintang di dunia riset tentang perikanan tangkap ini.
Terkait standarisasi alat penangkapan ikan, Prof Eko menjelaskan semua alat penangkapan ikan skala kecil yang ada perlu dibakukan ukuran teknis dan metode operasinya serta disederhanakan klasifikasinya. Alat tangkap yang tidak standar disarankan untuk diganti atau disesuaikan dengan klasifikasi dan standar yang telah ditentukan. Klasifikasi dan standarisasi alat tangkap ini tidak hanya didasarkan pada bentuk fisik saja tetapi juga mempertimbangkan aspek biologi.
Sementara, kebijakan penyempurnaan sistem perizinan kapal dimaksudkan supaya jumlah perahu atau kapal yang beroperasi di pantai dapat dikendalikan dan kerusakan di pantai dapat dihindari. Perahu perikanan skala kecil wajib meregistrasi ukuran perahu, alat tangkap yang dioperasikan dan metode operasinya, sehingga besarnya kapasitas penangkapan ikan dari waktu ke waktu dapat dipantau.
“Peraturan yang ada saat ini adalah kapal di bawah 10 GT tidak perlu mengajukan surat operasional, padahal perahu atau kapal yang di bawah 10 GT itu mencapai lebih dari 90 persen,” kata Prof Eko.
Lebih lanjut Prof Eko menerangkan, pengumpulan data perikanan selama ini terfokus pada kegiatan penangkapan ikan saja, yang meliputi data kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan, dan ikan hasil tangkapan, sementara pendataan tentang alat tangkap yang meliputi jenis, ukuran, daerah penangkapan dan taktik metode penangkapan ikan belum dilakukan secara lengkap.
Mengingat perikanan skala kecil memberikan kontribusi yang besar, dan berdampak terhadap kegiatan perikanan, maka menurutnya perlu adanya perbaikan kebijakan pendataan yang baik dari sisi format, metodologi, maupun teknologi pengumpulan data khususnya perikanan skala kecil.
Lebih lanjut dikatakannya, upaya pendataan tersebut dapat diserahkan kepada pemerintah daerah sehingga pembangunan perikanan skala kecil dapat berbasis kewilayahan dan desentralisasi. Hal ini dilakukan karena karakteristik sumber daya alam lokal dan sumber daya manusia di masing-masing wilayah berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
“Karakteristik perikanan skala kecil yang unik menjadi sangat sulit jika diatur secara terpusat. Perikanan skala kecil harus dikelola secara desentralisasi berdasarkan karakteristik lokal,” kata Prof Eko.
Kebijakan desentralisasi ini juga perlu didukung dengan penguatan kelembagaan perikanan skala kecil. Pasalnya, salah satu permasalahan utama dalam pembangunan perikanan skala kecil adalah lemahnya kelembagaan nelayan. Sebagai wujud operasional dari konsep tersebut diusulkan dibangun suatu lembaga terpadu, unit bisnis nelayan terpadu (UBNT). UBNT adalah lembaga penghubung bisnis perikanan skala kecil bagi nelayan di sekitarnya dan pusat pengembangan industri perikanan di wilayah tersebut.
Di samping itu, saat ini nelayan hanya berorientasi pada jumlah tangkapan yang berhasil didapatkan dan belum melakukan pengolahan pascapanen. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan program penerapan pasca panen perikanan rantai dingin kepada nelayan. Mengingat perahu nelayan berukuran kecil dan operasi penangkapannya satu hari (pulang-pergi), maka setiap nelayan disarankan untuk membawa cool box atau kotak styrofoam, es batu curah, serta garam. [] Admin