Nasional

Begini Cara Kerja Mesin PCR Deteksi Virus Corona

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Corona Virus Disease atau sering disebut Covid-19 telah menginfeksi 3.512 pasien di seluruh Indonesia per 10 April 2020. Jumlah ini tentu saja belum termasuk mereka yang masih menunggu hasil diagnosis.

Diagnosis pasien Covid-19 menjadi bagian yang vital dalam penanggulangan wabah ini. Perlakuan terhadap pasien, peta persebaran wabah, hingga perhitungan-perhitungan statistika lain dilandaskan pada tahap diagnosis ini.

Namun sampai detik ini satu-satunya metode yang bisa diandalkan untuk diagnosis Covid-19 adalah pengujian berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode lain, yaitu rapid test berbasis antibodi, masih diperdebatkan penggunaannya. Terutama dikarenakan rendahnya tingkat akurasi.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil  telah membeli mesin ekstraksi dari Korea Selatan dan 20 ribu reagen atau reaktan untuk pemeriksaan COVID-19 dengan teknik polymerase chain reaction (PCR).

Dengan alat itu Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat (Labkesda) akan dapat memeriksa 1.200 sampel per hari sekaligus memetakan dan mengenali penyebaran corona guna mempercepat penanggulangan COVID-19. Sebelumnya, Labkesda Jabar hanya mampu memeriksa 140 sampel per hari.

Baca juga  Menkes Setuju, Semua atau 27 Kabupaten Kota di Jabar PSBB

IPB University Bogor juga akan mulai melakukan uji Covid-19 menggunakan mesin PCR Senin depan.

Lalu apa itu PCR dan bagaimana cara mesin ini bekerja?

Ridho Assidicky Msc. salah satu relawan Covid-19 di Jakarta yang bertugas di salah satu laboratorium uji Covid-19 kepada BOGOR-KITA.com, menjelaskan cara kerja mesin PCR untuk mendeteksi virus Covid-19.

Pada dasarnya PCR atau Polymerase Chain Reaction adalah suatu proses yang secara cepat mampu menggandakan materi genetik berupa segmen DNA dalam tabung-tabung reaksi. Namun untuk mendeteksi virus corona, penggandaan DNA saja belum cukup. PCR ini harus didahului dengan setidaknya dua proses lain.

Proses yang pertama adalah ekstraksi molekul RNA dari virus corona. Molekul ini ibarat “otak” dari virus yang nantinya akan dideteksi dengan PCR. Namun, agar mampu diproses dalam PCR, hasil ekstraksi RNA tersebut harus melalui proses kedua. RNA harus dirubah menjadi molekul padanannya, yaitu DNA.

Proses PCR itu sendiri sebenarnya adalah proses pengulangan (cycle) antara pengenalan dan penggandaan DNA dari virus. Seperangkat molekul yang disebut dengan probes/primers secara spesifik mendeteksi fragmen DNA dari virus di antara jutaan DNA-DNA lain. Tahapan ini mirip dengan pencarian jarum dalam tumpukan jerami menggunakan magnet.

Baca juga  Surat Terbuka Dari Corona

Setelah dikenali, DNA tersebut dilipatduakan oleh enzim polymerase. Dua salinan DNA yang ada kembali dideteksi oleh probes dan digandakan lagi oleh enzim yang sama. Demikian seterusnya hingga beberapa puluh putaran sehingga menghasilkan amplifikasi DNA secara eksponensial. Reaksi berantai ini menghasilkan lonjakan jumlah fragmen DNA dari virus yang diterjemahkan dalam bentuk sinyal oleh mesin PCR. Tepatnya mesin quantitative Real Time-PCR (qRT-PCR).

Metode ini sangat sensitif. Cukup sedikit saja RNA dari virus yang terekstraksi, maka mesin PCR akan mampu menunjukkan keberadaannya. Hal ini memungkinkan kita untuk mendeteksi pasien positif stadium awal yang virusnya belum terlalu menyebar ke saluran pernapasan bawah. Berbeda dengan rapid test berbasis antibodi. Kit tersebut hanya mampu mendeteksi antibodi pasien yang diproduksi oleh tubuh beberapa hari setelah pertama kali terpapar virus.

Baca juga  Corona Kabupaten Bogor: Positif Masih di Atas 90 Orang, Semua Kecamatan Zona Merah

Pengujian dengan PCR diawali dengan pengambilan sampel melalui metode swab tenggorokan. Beberapa rumah sakit juga mengambil sampel dahak (sputum) dari pasien. Setelah itu sampel akan dikirim ke laboratorium untuk pengujian.

Memang proses pengujian dengan PCR ini memakan waktu cukup lama jika dibandingkan dengan pengujian berbasis antibody, karena ekstrasi membutuhkan waktu lama, kemudian penguji juga harus hati-hati. Kalau tidak sample bisa kontaminasi. Bahkan yang lebih parah, yang melakukan pengujian bisa tertular. Bekerja di laboratorium harus steril dan banyak hal teknis yang harus dilakukan agar semuanya berjalan. Dan itu membutuhkan waktu.

Selain itu harga setiap reaksi PCR ini pun juga hampir 10 kali lipat harga uji antibodi. Namun belakangan pemerintah pusat maupun beberapa pemerintah daerah telah menggerakkan laboratorium di berbagai institusi untuk menggelar diagnosis covid-19 berbasis PCR. Meski agak terlambat, kita patut memberi apresiasi. Dan berharap wabah ini segera menemui ujungnya.[] Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top