BOGOR-KITA.com, BOGOR – Kesemrawutan pengelolaan BPJS Kesehatan dari mulai pengalihan status mandiri ke Penerima Bantuan Iuran (PBI) kenaikan iuran hingga tidak validnya data peserta, membuat geram Komisi IV DPRD. Alhasil, wakil rakyat pun memanggil direksi BPJS Kota Bogor pada Rabu (22/1/2020). Namun, pemanggilan tersebut justru berbuntut ‘pengusiran’ lantaran legislator kecewa akibat sang direktur tak hadir.
“Ya, kalau dibilang kecewa kita kecewa. Karena banyak pertanyaan dan aduan masyarakat yang mesti diklarifikasi,” ujar Ketua Komisi IV, Ence Setiawan saat di temui di Kantor DPRD Kota Bogor, Kamis (23/1/2020)
Ence mengatakan, tujuan pemanggilan tersebut lantaran dewan ingin meminta data terkait peserta PBI di Kota Bogor. Sebab, menurutnya, dari kuota 210 ribu, ada 19 ribu orang yang belum terakomodir dalam BPJS PBI. “Kami ingin tahu, kenapa sampai belum terakomodir. Sedangkan slotnya kan banyak,” katanya.
Ence memyebutkan bahwa belum terakomodirnya 19 ribu orang menjadi peserta PBI akibat ribetnya perubahan status dari BPJS mandiri ke PBI.
“Apa faktor penyebabnya, apakah karena birokrasi yang berbelit-belit atau bagaimana sehingga masyarakat kesulitan mengubah status,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Ence masyarakat pun merasa keberatan akibat kenaikan iuran BPJS. “Makanya kami minta untuk menjadwal ulang pemanggilan direksi BPJS. Kami kan butuh penjelasan direksi,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV, Saeful Bakhri menuturkan bahwa data peserta yang dikelola BPJS tidak valid. Contohnya, ada salah satu warga Blok Paku, Kecamatan Bogor Utara, Otih disebut meninggal dunia. Padahal, perempuan kelahiran tahun 1939 masih sehat walafiat.
“Ini kan aneh, orang masih hidup disebut meninggal. Apa karena tak mau terbebankan dengan PBI,” ucap Saeful.
Saeful menjelaskan bahwa kesemrawutan data BPJS, akibat adanya kesimpangsiuran data antara Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dan BPJS. “NIK-nya ada di Disdukcapil, tapi di sistem BPJS tidak ada,” katanya.
Politisi PPP ini menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan kesimpangsiuran data, diperlukan sinergitas antara kelurahan sebagai ujung tombak verifikator, Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) yang merupakan leading sektor sekaligus eksekutor. “Hal inilah yang harus menjadi perhatian khusus. Jangan ada faktor like dan dislike dalam mendata peserta PBI,” pungkasnya.
Sebelumnya, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dilakukan oleh Komisi IV DPRD Kota Bogor dengan para Direksi Rumah Sakit (RS) se-Kota Bogor di lantai 5 gedung DPRD Kota Bogor, Selasa (21/1/2020).
Sebanyak 16 RS se-Kota Bogor hadir dalam RDP tersebut. Dalam RDP itu dibahas berbagai persoalan menyangkut pelayanan kesehatan oleh pihak rumah sakit, diantaranya menyangkut pelayanan terhadap warga yang belum memiliki BPJS ataupun pasien BPJS PBI dan Mandiri. [] Ricky