BOGOR-KITA.com, BOGOR – Setelah sekitar 5 bulan dicekam pandemi covid-19, persepsi publik bergeser. Kecemasan terhadap ekonomi lebih menakutkan ketimbang kecemasan terpapar virus corona. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Amerika Serikat.
Pergeseran persepsi ini diungkap oleh Lembaga Survey (LSI) Denny JA, yang dipublikasi secara daring Jumat (12/6/2020).
Pergeseran persepsi diketahui dari survey oleh Galup Poll 2020. Lembaga ini mengukur opini publik di Amerika Serikat mulai minggu kedua bulan April 2020 (6- 12 April) hingga minggu ketiga bulan Mei 2020 (11-17 Mei). Dalam poll itu terbaca terjadi pergeseran kecemasan di sana. Pada periode 6-12 April 2020, kecemasan atas virus corona berada di angka 57 persen. Sementara kecemasan atas kesulitan ekonomi berada di angka 49 persen. Namun di periode 11 – 17 Mei 2020, angka kecemasan itu sudah bergeser. Kecemasan publik atas virus corona menurun ke angka 51 persen. Sementara kecemasan atas kesulitan ekonomi menanjak melampaui kecemasan atas virus di angka 53 persen.
Data dari VoxPopuli Center, sebuah lembaga opini publik Indonesia, pada tanggal 26 Mei – 1 Juni 2020, juga melakukan survei telepon atas 1.200 responden Indonesia yang dipilih secara random.
Hasilnya 25,3 persen publik khawatir terpapar oleh virus corona. Namun lebih besar lagi, sekitar 67,4 persen publik khawatir akan kesulitan ekonomi atau bahkan kelaparan.
Kemudian riset eksperimental yang dilakukan Denny JA dan Eriyanto, pada bulan Maret- Juni 2020. Ini bukan survei opini publik tapi riset eksperimental untuk menggali lebih detail kekhawatiran responden sdebanyak 240 mahasiswa. Melalui analisa statistik, diketahui bahwa kekhawatiran efek virus yang mengancam ekonomi melampaui kekhawatiran efek virus yang mengancam kesehatan. Responden lebih takut ancaman kesulitan ekonomi dibandingkan terpapar virus corona.
Mengapa kini, setelah 5 atau 6 bulan dunia tenggelam dalam pandemik virus corona, yang belum ada obatnya, belum ditemukan vaksin, tapi kecemasan atas kesulitan ekonomi mulai melampaui kecemasan atas kesehatan terpapar virus corona?
Berdasarkan riset yang dilakukan LSI Denny JA diperoleh 5 alasan, sebagai berikut:
1.Meluasnya Berita Kisah Sukses Penanganan Covid-19 di Sejumlah Negara
Kisah sukses sejumlah negara menangani covid-19 diberitakan cukup massif di media konvensional ditambah media sosial. Negara yang sering diberitakan sukses adalah Selandia Baru, Jerman, Hongkong dan Korea Selatan. Negara tersebut diberitakan sudah melampaui puncak pandemik. Virus corona di negara tersebut relatif bisa dikendalikan, walau vaksin belum ditemukan.
Walau vaksin belum tersedia, contoh konkret negara yang sukses itu sudah cukup mengurangi kecemasan atas virus. Apalagi diberitakan pula kegiatan ekonomi di negara tersebut secara bertahap mulai hidup lagi. Berita ini sampai meluas kepada publik Indonesia baik melalui media konvensional ataupun media sosial.
2.Ada Senjata Protokol Kesehatan
Meluasnya kemampuan protokol kesehatan dalam mengurangi tingkat pencemaran virus corona. Social distancing, cuci tangan, masker adalah tiga cara paling populer dalam protokol kesehatan. Terbentuk pesan kuat, walau vaksin belum ditemukan, manusia punya alat lain untuk melawan, untuk melindungi diri.
3.Tabungan Menipis
Tabungan ekonomi umumnya publik luas semakin menipis. Semakin lama berlakunya lockdown, pembatasan sosial, ditutupnya aneka dunia usaha, semakin berkurang kemampuan ekonomi rumah tangga. Di saat kecemasan atas terpapar virus corona menurun, kecemasan atas kesulitan ekonomi meninggi. Terutama dirasakan di lapisan menengah bawah, apalagi sektor informal, bayangan akan kesulitan ekonomi, bahkan kelaparan terasa lebih mengancam dan konkret.
4.PHK Lebih Banyak Ketimbang Terpapar Corona
Jumlah warga yang secara konkret terkena kesulitan ekonomi jauh melampaui jumlah warga yang terpapar virus corona. Menaker melaporkan jumlah PHK ditambah yang dirumahkan hingga bulan Juni 2020 sekitar 1,9 juta orang. Sementara APINDO, Asosiasi Pengusaha Indonesia, melaporkan jumlah yang lebih banyak lagi karena juga menghitung sektor informal. Total yang di PHK sudah 7 juta warga. Hingga 11 Juni 2020, dari data Worldometer, yang terpapar virus corona di Indonesia kurang dari 35 ribu warga. Yang wafat karena virus corona kurang dari 2 ribu warga. Jika kita bandingkan yang terpapar virus ekonomi (PHK, dirumahkan, juga di sektor informal) vs terpapar virus corona: 7 juta vs 35 ribu. Dengan kata lain, yang terpapar virus ekonomi 200 kali lebih banyak dibandingkan yang terpapar virus corona. Wajar saja jika kecemasan atas kesulitan ekonomi memang lebih massif, lebih dirasakan banyak orang.
5.Sembuh Lebih Banyak Ketimbang Meninggal
Hingga Juni 2020, semakin hari grafik yang terpapar, apalagi yang wafat karena virus corona semakin landai dan menurun. Sebaliknya, grafik kesulitan ekonomi, diukur dari yang di PHK, yang mengambil pesangon Jamsostek bertambah dari bulan ke bulan. Grafik ini ikut juga membuat kecemasan atas terpapar virus corona melemah, sementara kecemasan atas virus ekonomi meninggi. [] Admin
Baca Juga: https://bogor-kita.com/kecemasan-ekonomi-kini-lebih-menakutkan-ketimbang-terpapar-corona/