Hukum dan Politik

Ummi Wahyuni Gugat KPU RI dan DKPP RI ke PTUN Jakarta

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Barat Ummi Wahyuni  menggugat KPU RI dan DKPP RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Gugatan itu telah didaftarkan oleh Pengacara Ummi Wahyuni dari kantor hukum Fitriadi & Permana Lawyers yang diwakili Geri Permana selaku kuasa hukum dan telah teregister di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan Nomor Perkara 68/G/2025/PTUN.JKT tertanggal 28 Februari 2025 dengan pihak Tergugat KPU RI, dan DKPP RI sebagai pihak Turut Tergugat.

Gugatan tersebut diajukan lantaran tidak mendapatkan kejelasan atas upaya administratif yang telah ditempuh oleh Ummi Wahyuni sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Menurut Geri, Keputusan yang ditetapkan oleh KPU RI pada tanggal 3 Desember 2024 berupa Keputusan KPU RI Nomor 1811/2024 sebagai tindak lanjut dari Putusan DKPP 131/2024, dinilai bertentangan dengan Asas-asas Pemerintahan yang Baik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga  Raperda APBD P Kabupaten Bogor Tahun 2021 Disetujui jadi Perda, Defisit Anggaran Nihil

Pasalnya, Keputusan yang diterbitkan oleh KPU RI dan Putusan DKPP RI diduga banyak mengalami kecacatan hukum, sehingga perlu diperiksa, diuji kembali dan dimintakan pembatalan ke Pengadilan melalui proses persidangan.

Berdasarkan analisis atau pengamatan yang dilakukan oleh Geri beserta tim yang turut menjadi kuasa hukum Ummi Wahyuni, sekurang-kurangnya ada empat dugaan kecacatan hukum dari Putusan DKPP 131/2024.

Pertama, DKPP keliru dalam menilai subjek dan objek pengaduan. Pasalnya, kewenangan DKPP terikat oleh batasan subjek dan objek pengaduan. Dalam Putusan DKPP 131/2024, Eep Hidayat yang diketahui sebagai pihak Pengadu sebenarnya dapat dinilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pengadu. Sependek pengamatan tim kuasa hukum, Eep Hidayat tidak mewakili partai politik yang mengusung dirinya sebagai Peserta Pemilu Calon Anggota DPR RI sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 29 Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilu.

Baca juga  Tips Mengurangi  Food Waste di Bulan Ramadhan

Menurut daftar Bukti Pengadu yang diuraikan dalam Putusan DKPP 131/2017, tidak ada satupun bukti yang dapat menerangkan secara spesifik bahwa Eep Hidayat bertindak sebagai kuasa untuk mewakili partai politiknya dalam membuat dan menyampaikan pengaduan di DKPP. Sebab, dalam uraian Putusan DKPP 131/2024, Eep Hidayat tidak menggunakan legal standing sebagai unsur masyarakat, tetapi lebih merepresentasikan dirinya sebagai Peserta Pemilu.

Kedua, cakupan bidang dan kewenangan verifikasi oleh DKPP sebenarnya dibatasi berdasarkan objek pengaduan, yaitu aduan atas dugaan pelanggaran sumpah/janji dan/atau kode etik penyenggara Pemilu. Pada bagian objek pengaduan, sependek pengamatan tim kuasa hukum Ummi Wahyuni, Putusan DKPP 131/2024 sebenarnya lebih mengurai tentang adanya dugaan perselisihan hasil Pemilu atau sengketa hasil. Padahal, perselisihan hasil Pemilu merupakan kewenangan absolut yang seharusnya diajukan kepada Mahkamah Konstitusi pasca adanya Keputusan KPU RI tentang Penetapan Calon Anggota DPR RI terpilih. Jadi bukan dibahas dalam forum persidangan DKPP.

Baca juga  Ruhiyat Sujana Apresiasi Positif Kegiatan Pembinaan Kesehatan YBM PLN

Ketiga, pada surat panggilan sidang dengan Nomor 1289/PS.DKPP/SET-04/XII/2024 tertanggal 1 Desember 2024, patut diduga melanggar prosedur pemanggilan yang diatur dalam Pasal 458 ayat (3) Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilu jo. Pasal 1 angka 42 Peraturan DKPP 1/2022. Sebab, pada aturan ini yang dimaksud hari adalah hari kerja, bukan hari kalender. Faktanya, surat panggilan sidang tersebut diterbitkan dan disampaikan kepada Ummi Wahyuni pada saat hari libur/hari kalender. Itupun disampaikannya melalui pesan instan WhatsApp.

Keempat, tim kuasa hukum Ummi Wahyuni tidak menemukan adanya kesesuaian alasan/sebab yang membuktikan adanya korelasi dan penjelasan sehubungan dengan tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ummi Wahyuni. Dengan kata lain, dalil-dalil yang diuraikan sebagai dugaan pelanggaran kode etik oleh Pengadu itu sebenarnya tidak masuk dalam kualifikasi pelanggaran kode etik. [] Hari

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top