Raja OTT Komentari ‘Operasi Tangkap Tidur’ Ade Yasin oleh KPK
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Mantan penyidik KPK spesialis operasi tangkap tangan (OTT), Harun Al Rasyid menanggapi penangkapan Bupati Nonaktif Bogor Ade Yasin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang disebut-sebut sebagai aksi “operasi tangkap tidur”.
Ia saat dihubungi melalui telepon menyebutkan bahwa operasi tangkap tangan sah-sah saja dilakukan pada dini hari, selama ada alat bukti kuat untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.
“Mestinya keterangan saja tidak cukup. Meskipun 10 yang menerangkan, tapi itu kan satu alat bukti. Harusnya ada alat bukti lain, dan itu yang seharusnya ada di penyidik atau penyelidik yang menangani,” ungkap Harun yang kini merupakan salah satu Anggota di Tim Satgasus Tipikor Polri, Kamis (14/7/2022).
Harun merupakan angkatan pertama KPK. Ia dikenal sebagai “Raja OTT” karena sering kali menangkap tangan koruptor pada saat melakukan transaksi tercela. Julukan itu ia dapatkan saat Firli Bahuri menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada tahun 2018.
Saat masih aktif di KPK, ia pun sempat melakukan operasi tangkap tangan di waktu tengah malam, yaitu terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada Februari 2021. Tapi, menurutnya, penangkapan tersebut dilengkapi dengan alat bukti yang kuat.
“Kalau itu dia (Nurdin Abdullah) memang sudah sering, kemudian memerintahkan pada seseorang mengingatkan kewajiban orang itu kepada dia. Itu di rekaman ada,” terang Harun.
Menurutnya, kriteria operasi tangkap tangan ada banyak. Beberapa di antaranya yaitu dilakukan saat yang bersangkutan transaksi dan sesaat setelah transaksi dengan dilengkapi alat bukti.
“Banyak itu biasanya (alat bukti). Makanya biasanya sekaligus dilakukan penggeledahan karena di situ ada alat bukti itu,” tuturnya.
Dihubungi BOGOR-KITA.com melalui telepon Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri tetap kukuh bahwa penangkapan yang dilakukan terhadap Ade Yasin sudah sesuai prosedur operasi tangkap tangan.
“Jadi jangan diartikan secara letterlijk (harfiah) bahwa tangkap tangan ketika dia terima uang ditangkap itu lah tangkap tangan itu terlalu sempit makna seperti itu,” terangnya.
Menurutnya, kegiatan tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap Ade Yasin merupakan rangkaian kegiatan penangkapan, mulai dari beberapa pejabat Pemerintah Kabupaten Bogor, hingga beberapa pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
“Jadi ditangkap di tempat A di tempat B di tempat C, dalam satu rangkaian waktu yang tidak terpisahkan. Sama kejadian ini kan demikian, ada yang ditangkap di Bandung, ada yang ditangkap di Cibinong dalam satu rangkaian waktu yang sama,” kata Ali Fikri.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Ade Yasin, Roynal Pasaribu menyebutkan bahwa penangkapan kliennya oleh KPK bukan merupakan operasi tangkap tangan, melainkan “operasi tangkap tidur”.
“Persidangan ini dilatarbelakangi peristiwa tangkap tidur ya. Pada hari ini pun setelah pembacaan dilakukan jaksa penuntut umum KPK tidak ada disebutkan masalah operasi tangkap tangan tersebut,” ungkap Roynal usai sidang di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat, Rabu.
Menurutnya, saat penangkapan pada 27 April 2022 dini hari, Ade Yasin dijemput petugas KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas penangkapan beberapa pegawai Pemkab Bogor dan BPK, tanpa dilengkapi alat bukti yang merujuk atas perintah Ade Yasin.
“Sampai sekarang KPK tidak punya bukti rekaman atau apapun bahwa anak buahnya menyuap atas perintah Bu Ade Yasin. Itu hanya berupa keterangan dari tersangka lain,” tuturnya.
Roynal juga mengaku heran karena KPK melakukan penjemputan Ade Yasin sebagai saksi pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.
“Kalau memang mau meminta keterangan kenapa tidak dilakukan penjemputan di jam normal, atau memanggil Ade Yasin ke KPK kan bisa,” kata Roynal. [] Hari