Pentingnya Peran Orang Tua dalam Stimulasi Otak Anak di Masa Keemasan
Oleh: Zakyta Pangestiara Gunarso
(Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia)
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Masa keemasan anak atau biasa disebut golden period merupakan masa kritis pada pertumbuhan dan perkembangan anak di 5 tahun pertama kehidupannya. Pada golden period akan terbentuk kemampuan dasar anak, seperti kemampuan berpikir, berbicara, keindraan, perkembangan emosi, dan pertumbuhan mental intelektual yang akan menjadi pembentukan karakter dan penentu kualitas diri dari anak itu sendiri di masa depan (Kemenkes RI, 2020). Kurangnya stimulasi yang efektif akan menghambat perkembangan otak anak dalam menyusun struktur saraf sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan (Hati & Lestari, 2016). Angka kejadian anak dengan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan di Indonesia masih menjadi perhatian, yaitu sekitar 5-10%. Dua dari 1.000 bayi mengalami keterlambatan motorik dan 1 dari 100 anak memiliki keterlambatan bicara dan kecerdasan yang kurang (Sugeng et al., 2019). Oleh karena itu, perlu adanya stimulasi yang tepat untuk merangsang otak anak agar tercipta pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, maka banyak hal yang harus diperhatikan, seperti pemenuhan asupan gizi, perawatan dan pelayanan kesehatan, perlindungan, kasih sayang, pemberian stimulasi serta pengenalan pada norma sosial dan agama (Kemenkes RI, 2020). Sebuah studi menyebutkan bahwa orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak melalui stimulasi. Semakin baik dan luas stimulasi yang diberikan oleh orang tua, maka pertumbuhan dan perkembangan anak akan semakin optimal (Santri et al., 2014). Kondisi COVID-19 seperti sekarang ini membuat orang tua harus lebih aktif lagi dalam memberikan stimulasi pada anak meskipun hanya dari rumah, mengingat aktivitas seperti PAUD, Posyandu, kelas bermain anak lainnya menjadi dibatasi. Pada intinya, stimulasi dilakukan kepada seluruh alat indera anak melalui setting lingkungan yang merangsang sensorik dan motorik anak (Soedjatmiko, 2016), seperti:
- Stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan menampilkan objek dengan berbagai bentuk dan warna yang kontras. Stimulasi ini bisa menggunakan objek yang bergerak maupun tidak.
- Stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan menyetel musik, membacakan buku cerita atau bernyanyi. Hal yang harus diperhatikan adalah jangan terlalu banyak memberikan suara dalam satu waktu, karena akan menyulitkan anak untuk mengenal suara dan memusatkan perhatian.
- Stimulasi pengecapan dan pembauan, dapat dilakukan dengan mengenalkan anak dengan berbagai bentuk dan rasa makanan.
- Stimulasi taktil, dapat dilakukan dengan mengenalkan menyentuh berbagai permukaan dengan bermacam tekstur. Sensasi sentuhan merupakan salah satu perkembangan yang paling awal berfungsi dibandingkan dengan fungsi sensasi lainnya.
Selain itu, orang tua juga berperan dalam memberikan kasih sayang, rasa aman dan perlindungan kepada anak. Interaksi yang terjalin baik antara orang tua dan anak akan berdampak panjang pada fungsi dan keseimbangan kimia dalam otak. Hal tersebut akan mempengaruhi koneksi antar sel saraf yang menuju pada kecerdasan sosial dan emosional anak (Vinayastri, 2015). Orang tua juga diharapkan dapat menghargai setiap opini dan rasa ingin tahu anak serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Rangsang anak agar mau mengeluarkan pendapat dan banyak bertanya serta tidak lupa memberinya pujian atas setiap pencapaian yang diraihnya (Hayati, 2011). Pemberian stimulasi juga harus diikuti dengan asupan gizi yang baik, sebuah studi menjelaskan bahwa anak dengan asupan gizi yang buruk akan 2,8 kali lebih berisiko mengalami pertumbuhan yang tidak sesuai dan 2,4 kali lebih berisiko mengalami perkembangan yang menyimpang (Setiawati et al., 2020).
Anak merupakan bibit penerus bangsa sehingga untuk menghasilkan bibit yang unggul maka diperlukan pemupukan yang baik pula. Masa keemasan anak (golden period) merupakan masa yang tidak akan terulang kembali, oleh karena itu sudah sepatutnya orang tua dapat memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-sebaiknya demi mencetak generasi yang berkualitas ke depan. Pemberian stimulasi pada otak anak diikuti dengan asupan gizi yang cukup akan berdampak baik pada pertumbuhan dan pembentukan karakter anak. Pada masa pandemi seperti sekarang ini orang tua diharapkan terus aktif dalam memberikan stimulasi dengan berbagai ide kreatif dan menyenangkan agar anak terus terangsang dan tidak bosan dalam kegiatan tersebut meskipun hanya dari rumah. []
Referensi:
Hati, F. S., & Lestari, P. (2016). Pengaruh Pemberian Stimulasi pada Perkembangan Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 4(1), 44. https://doi.org/10.21927/jnki.2016.4(1).44-48
Hayati, N. (2011). Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini. UNY. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/%0APPM di TK Pedagogia.pdf
Kemenkes RI. (2020). Kurikulum Pelatihan Bagi Pelatih Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang.
Santri, A., Idriansari, A., & Girsang, Melvia, B. (2014). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Dengan Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5(1), 63–70. https://media.neliti.com/media/publications/57991-ID-the-factors-affecting-growth-and-develop.pdf
Setiawati, S., Yani, E. R., & Rachmawati, M. (2020). Hubungan status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan balita 1-3 tahun. Holistik Jurnal Kesehatan, 14(1), 88–95. https://doi.org/10.33024/hjk.v14i1.1903
Soedjatmiko, S. (2016). Pentingnya Stimulasi Dini untuk Merangsang Perkembangan Bayi dan Balita Terutama pada Bayi Risiko Tinggi. Sari Pediatri, 8(3), 164. https://doi.org/10.14238/sp8.3.2006.164-73
Sugeng, H. M., Tarigan, R., & Sari, N. M. (2019). Gambaran Tumbuh Kembang Anak pada Periode Emas Usia 0-24 Bulan di Posyandu Wilayah Kecamatan Jatinangor. Jsk, 4(3), 96–101.
Vinayastri, A. (2015). Perkembangan Otak Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah WIDYA, 3(1), 33–42.