Nasional

Pemerintah Targetkan 100 Persen Sampah Terkelola Tahun 2029, Dorong Produsen Patuhi EPR

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Di balik kemasan praktis dan keuntungan industri, terselip tanggung jawab besar yang kerap diabaikan. Hingga kini, masih sedikit produsen di Indonesia yang benar-benar menunaikan prinsip Extended Producer Responsibility (EPR), meski kewajiban tersebut telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam aturan itu disebutkan bahwa produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2024 menunjukkan, baru 26 produsen yang memiliki peta jalan pengurangan sampah, dan hanya 21 di antaranya yang melaporkan implementasi program tersebut. Angka ini terbilang sangat kecil dibanding ribuan produsen yang produknya mendominasi timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maupun di lingkungan.

Baca juga  OPINI Klarifikasi Berita: Dana Pensiun Tak Bisa Dicairkan Sebelum 10 Tahun?

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Lingkungan Hidup Hamif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa tanggung jawab produsen tidak berhenti ketika produk terjual. Produsen juga harus bertanggung jawab atas kemasan pasca konsumsi yang mencemari sungai hingga lautan, terutama sampah plastik saset yang sulit terurai.

Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah KLHK, Hanifah Dwi Nirwana, memaparkan bahwa proporsi plastik kini meningkat hingga hampir 20% dari total sampah nasional, atau setara lebih dari 33 juta ton. Setiap tahun, sekitar 1,29 juta ton plastik diperkirakan berakhir di laut.

“Ironisnya, tingkat daur ulang kita baru mencapai 5%, tingkat penggunaan ulang hanya 4%, dan input material sirkular baru sekitar 9%,” ungkap Hanifah, Rabu (15/10/2025).

Sejalan dengan visi Asta Cita Presiden untuk mewujudkan Indonesia yang bersih, aman, berkeadilan, serta berorientasi pada ekonomi hijau, pemerintah menargetkan dalam RPJMN 2024–2029 bahwa 100% sampah nasional harus terkelola, dengan 20% di antaranya didaur ulang.

Baca juga  Kongres PSSI: Erick Lebih Menjanjikan Dibanding La Nyalla

Hanifah menyebut, solusi terhadap masalah sampah harus dimulai dari tanggung jawab produsen.

“Produsen yang bertanggung jawab bukan hanya menjual produk, tetapi juga mengambil peran dalam menyelamatkan bumi. Extended Producer Responsibility bukan sekadar kebijakan, tapi komitmen moral untuk melindungi lingkungan,” tegasnya.

Melalui proyek perubahan yang digagasnya, Hanifah meluncurkan terobosan bertajuk “Strategi Penguatan EPR untuk Peningkatan Ekonomi Sirkular dan Mendorong Inovasi Industri Pangan di Indonesia.”

“Sebagaimana arahan Bapak Menteri, kami telah membentuk Dewan Pengawas Tanggung Jawab Produsen yang melibatkan lintas kementerian, serta mewajibkan integrasi peta jalan pengurangan sampah oleh produsen dalam proses persetujuan lingkungan. Saat ini, kebijakan tersebut sedang dalam tahap akhir untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri,” jelasnya.

Baca juga  PT Sentul City Bukukan Laba Bersih Rp286,75 Miliar Pada Semester 1 2021

Selain itu, KLH juga tengah membangun EPR-MIS, sistem terintegrasi yang mencakup pengelolaan sampah dari level operasional harian hingga distribusi dana EPR secara transparan.

“Sistem ini diharapkan mampu memperkuat pengawasan oleh Dewan Pengawas EPR agar tata kelola persampahan berjalan lebih optimal, kredibel, dan berkeadilan,” terangnya.

Hanifah mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam gerakan ini dan bekerjasama dengan pemerintah.

“Mari bergerak bersama pemerintah, produsen, industri, asosiasi, dan masyarakat. Dari tumpukan sampah, kita bangkit. Dari tanggung jawab, kita menanam harapan. Menciptakan solusi sampah demi Indonesia yang bersih, lestari, dan berkeadilan,” tutupnya. [] Ricky

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top