Pajak Karbon di Indonesia: Tantangan dari Sudut Pandang Akuntansi
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Konon di beberapa belahan dunia, perkembangan kebijakan akuntansi dan perpajakan seakan tidak ada hentinya bertumbuh. Kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat kian membuahkan kekompleksitasan dalam transaksi bisnis. Diduga situasi ini diakomodasi oleh perkembangan zaman yang kian canggih serta teknologi yang merambat pesat.
Negara Indonesia diancar-ancar sebagai salah satu negara yang mengalami keadaan itu. Dalam rangka memitigasi perubahan iklim dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan kebijakan baru yang sifatnya pungutan bagi pelaku ekonom dan penerimaan bagi negara. Kebijakan ini yaitu pemberlakuan Pajak Karbon (Carbon Tax) yang masih terbatas pada sektor tertentu saja.
Sesuai rancangan yang dibuat, Pemerintah telah menskemakan sebuah roadmap. Di dalam roadmap ini, pungutan akan diberlakukan secara bertahap pada beberapa sektor, tidak langsung menyeluruh. Selain itu, pungutan ini memerlukan rentang waktu hingga beberapa tahun ke depan sampai bisa diterapkan dengan layak ke sektor-sektor lain. Tentunya setiap kebijakan pasti memiliki poin plus dan poin minus-nya tersendiri. Hal ini yang kemudian memicu pro-kontra tersendiri di masyarakat khususnya para pelaku ekonom.
Kekhawatiran timbul dibenak para produsen karena kehadiran pungutan ini nantinya akan berimbas pada ongkos produksi. Produsen harus membebankan pajak ini ke konsumen dan membuat harga jual menjadi naik. Kenaikan melalui harga jual ini digadang-gadang akan memberatkan sekelompok masyarakat (konsumen) secara finansial. Bagi perusahaan yang melakukan pembukuan, hal ini juga menjadi suatu tantangan tersendiri ditinjau dari segi kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), sistem informasi akuntansi yang mendukung proses pelaporan, hingga strategi yang diperlukan manajemen untuk memitigasi risiko akibat ketentuan perpajakan yang satu ini.
Demikian hal ini menjadi menarik untuk dibahas, terutama dari sisi bidang Akuntansi karena terdapat sederet tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan. Berikut pembahasan mengenai hal-hal yang terkait dengan penerapan pajak karbon (carbon tax) di Indonesia serta tantangan yang harus dihadapi berdasarkan kacamata bidang Akuntansi.
1. Apa itu Pajak Karbon?
Seperti yang kita tahu, pajak merupakan suatu tangguhan yang wajib dibayar oleh rakyat (baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan) kepada negara sesuai dengan ketentuan berdasarkan Undang-Undang. Pajak yang familiar di kalangan masyarakat seperti pajak penghasilan, PPN, Pajak bumi dan bangunan, dan lani sebagainya. Kini ada jenis pajak baru yang sedang direncanakan untuk mulai diimplementasikan oleh pemerintah di Indonesia, yaitu pajak karbon. Jadi, apa pengertian dari pajak karbon itu sendiri?
Pajak Karbon (Carbon Tax) merupakan pajak yang diberlakukan kepada wajib pajak yang melakukan aktifitas menggunakan bahan bakar mengandung karbon. Pemerintah berencana menerapkan tarif pajak karbon sebesar Rp75.000/kg karbon dioksida ekuivalen.
Waktu efektif diterapkannya pajak karbon sendiri pada awalnya direncanakan Pemerintah berlaku secara bertahap mulai bulan April 2022, namun rencana ini dimundurkan menjadi tanggal 1 Juli 2022. Penyebab pemunduran skedul tersebut dikarenakan Pemerintah masih dalam tahap menuntaskan roadmap dari kebijakan ini.
Namun demikian, pemberlakuan dari pajak karbon ini kembali mengalami penundaan. Sebagaimana hal ini dituturkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bahwa Pajak Karbon ini belum dapat diberlakukan sebab perekonomian di Indonesia masih dibayangi ketidakpastian global yang membuat harga emisi masih tinggi. Untuk itu, pemerintah berencana me-reschedule penerapan pajak karbon ini dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global Indonesia.
2. Tujuan Penerapan Pajak Karbon
Indonesia merupakan negara kepulauan yang rentan akan perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut. Diketahui bahwa kenaikan permukaan laut di Indonesia sekitar 0,8 – 1,2 cm per tahunnya, sedangkan di lain sisi sekitar 65% penduduk negara ini bertempat tinggal di wilayah pesisir. Hal inilah yang menjadi salah satu motif diberlakukannya Pajak Karbon, yaitu agar dapat mengurangi emisi karbon dioksida dan efek green house sebagai langkah memerangi pemanasan global yang juga menjadi salah satu faktor naiknya permukaan air laut.
Selain itu, diterapkannya pajak karbon juga memiliki tujuan lain sebagai berikut:
● Mengubah perilaku para pelaku ekonomi agar beralih pada kegiatan green economy yang rendah karbon.
● Mendukung penurunan emisi GRK dalam jangka waktu menengah dan jangka waktu panjang.
● Mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon dan ramah lingkungan.
3. Ruang Lingkup Pajak Karbon
Rencananya, subjek dari pemungutan pajak karbon ini masih terbatas pada WP Badan yang bergerak di bidang PLTU Batubara. Konon, untuk penerapannya akan mengikuti ketentuan peraturan di Kementerian ESDM.
Adapun objek pajak ini yaitu aktifitas yang menggunakan bahan bakar menghasilkan emisi karbon. Seperti halnya pajak lain yang memiliki sistem PTKP, di dalam pajak karbon pun terdapat pengurang pajaknya. Sistem pengurang untuk Pajak Karbon dinamakan SIE/SPE yang selanjutnya dapat mengurangi beban pajak karbon. Selain itu, periode terutang pajak karbon yaitu pada akhir periode kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu.
4. Landasan Hukum Pajak Karbon
Pemerintah telah menetapkan landasan hukum terkait Pajak Karbon. Landasan hukum tersebut mencakup pokok-pokok pengaturan yang tercantum di dalam:
1) Pasal 13 UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
2) Pasal 58 Perpres No. 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Sementara itu, aturan-aturan turunan lain yang menyangkut pelaksanaan masih dalam tahap penyusunan oleh Pemerintah, diantaranya :
1) RPMK tentang Tarif dan DPP Pajak Karbon.
2) PMK tentang Tata Cara dan Mekanisme Pengenaan Pajak Karbon.
3) PP tentang Peta Jalan Pajak Karbon.
4) PP tentang Subjek dan Alokasi Pajak Karbon.
5. Tantangan Penerapan Pajak Karbon dari Perspektif Bidang Akuntansi
a. Kebijakan Akuntansi Perpajakan
Dalam implementasinya, penerapan pajak karbon ini memerlukan beberapa penyesuaian. Penyesuaian tersebut diantaranya kebijakan investasi, kebijakan fiskal, dan kebijakan biaya dalam konteks nilai ekonomi karbon. Pemerintah pun dirasa perlu untuk membuat Regulatory Impact Assessment yang berfungsi untuk menilik dampak pemberlakuan kebijakan ini tidak hanya dari aspek pemasukan bagi negara, tetapi juga bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Prinsip kebijakan yang digunakan untuk menyelenggarakan pemungutan pajak karbon diantaranya, yaitu:
1. Adil
Maksud kata “adil” disini adalah menerapkan asas polluter pays principle atau prinsip pencemar membayar. Dalam konteks ini para pelaku usaha yang menimbulkan pencemaran lingkungan diharuskan untuk membayar biaya dari pencemaran yang ditimbulkan.
2. Terjangkau
Dalam menerapkan kebijakan pembayaran pajak karbon, pemerintah sebaiknya memperhatikan keterjangkauan dan tidak egois dalam menetapkan tarif pemungutan pajak karbon.
3. Bertahap
Dalam menerapkan kebijakan baru di Indonesia, diharapkan pemerintah dapat berhati-hati, teliti, dan penuh persiapan. Beberapa faktor yang sekiranya penting baik bagi pemungut pajak maupun pelaku usaha harus dirancang sedemikian rupa dan tidak boleh gegabah.
b. Sistem Informasi Akuntansi pendukung Pelaporan
Berikut ini model reduksi empiris manajamen lingkungan dalam sistem reduksi karbon (Ratnatunga, 2008):
Hasil riset Ratnatunga (2008) memberi gagasan implementatif mengenai sistem produksi yang berbasis pada reduksi emisi karbon sebagai dasar bagi pemodelan standar pelaporan akuntansi emisi karbon (carbon accounting).
Secara umum, metode-metode yang digunakan dalam pengurangan emisi karbon berbeda dengan metode-metode yang dipraktikkan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam bahasa lain, manajemen emisi karbon adalah bagian dari manajemen lingkungan di bidang CSR (corporate social responsibility).
c. Kesiapan Sumber Daya Manusia
Syarat paling mutlak dalam penerapan pajak karbon adalah prinsip keadilan. Pihak yang berkaitan langsung dengan dampak dari penerapan pajak karbon ini terutama karyawan / staf-staf perusahaan, organisasi, atau pelaku usaha harus menjadi pemerhati utama dalam memediasi dan mengkomunikasi penerapan kebijakan pajak karbon. Lebih lanjutnya, Pemerintah perlu membuat pemetaan dan mengatur penerapan secara bertahap dan diiringi dengan sosialisasi mengenai tarif, skema penilaian, cara mengukur karbon yang dihasilkan dan lain sebagainya ke berbagai perusahaan yang menjadi sasaran pemajakan.
Hal-hal lain yang perlu disempurnakan di antaranya:
1. Tata kelola perusahaan.
2. Penyusunan regulasi yang membuka ruang dan pendapat masyarakat agar dapat mengedukasi, mengubah pola pikir masyarakat dan entitas tertentu ke arah green industry.
3. Ketersediaan infrastruktur dan transisi yang adil.
6. Penentuan Tarif Pajak Karbon
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan tarif pajak karbon sebesar Rp30/kg atau setara dengan Rp30.000/ton karbon dioksida. Namun, menurut Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wahyu Marjaka, menyatakan bahwa tarif pajak karbon lebih baik lebih tinggi demi mendorong para pelaku melakukan aksi mitigasi.
Secara teroritis, semakin tinggi tarif pajak maka perubahan kegiatan ekonomi yang diharapkan akan lebih cepat terwujud. Sebab, selain digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan negara, pajak juga dapat digunakan untuk mempengaruhi pola perilaku ekonomi dan sosial di masyarakat.
7. Tantangan Penerapan Pajak Karbon Bagi Pemerintah
Dalam upaya mengimplementasikan pajak karbon di Indonesia, terdapat sederet tantangan yang nantinya harus dihadapi oleh Pemerintah, yaitu:
a) Penentuan tarif pajak karbon yang diberlakukan.
b) Transparansi pelaksanaan kebijakan.
c) Negosiasi yang dilakukan dengan para pelaku usaha di sektor energi.
d) Standar yang akurat untuk menghitung gas emisi yang menjadi dasar pengenaan pajak karbon.
e) Kapan pajak karbon ini tepat untuk diberlakukan, serta
f) Belum banyak yang memiliki kesadaran dalam hal mewujudkan green economy, salah satunya ditandai dengan belum banyaknya masyarakat yang mengganti bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, terdapat pula sederet tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha yang akan menjadi subjek pajak ini, yaitu:
a) Pertimbangan soal besaran tarif yang akan diberlakukan oleh pemerintah.
b) Imbas terhadap harga jual komoditas dan respons masyarakat apabila terdapat kenaikan pada harga jual komoditas terkait.
c) Para pelaku usaha perlu menyiapkan SDM yang betul-betul paham dengan regulasi pajak karbon, serta
d) Diperlukannya sistem akuntansi yang mendukung pelaporan akuntansi karbon ini.
8. Peluang Penerapan Pajak Karbon
Peluang penerapan pajak karbon ini sebenarnya dapat disikapi dengan bijak. Sederhananya, pajak karbon mendatangkan peluang bagi negara Indonesia dari sisi bertambahnya pemasukan negara. Ini juga berkaitan dengan penjelasan penetapan tarif pajak yang sudah dibahas di atas. Perbesaran tarif karbon sebetulnya dapat dilaksanakan agar menstimulus perusahaan untuk berupaya mengganti bahan bakarnya dengan yang mudah terbaharukan atau ramah lingkungan. Ini juga merupakan salah satu perencanaan yang memicu tindakan mitigasi untuk alam dan lingkungan yang terdampak.
Adapun beberapa peluang bagi para perusahaan atau pelaku usaha diantaranya :
1. Menambah nilai perusahaan melalui program tanggung jawab terhadap lingkungan (corporate social resposibility), dimana para pelaku usaha secara bersama-sama mewujudkan green economy.
2. Prospek bisnis yang baik bagi pengusaha yang mengelola bahan bakar ramah lingkungan. Sebab, pemberlakukan pajak ini menyebabkan pelaku usaha mulai memikirkan solusi penggantian pemakaian bahan bakar yang menghasilkan emisi tinggi dengan bahan bakar yang ramah lingkungan. Hal ini menjadi peluang bisnis tersendiri bagi pengusaha yang mengelola bahan bakar ramah lingkungan.
9. Saran Implementasi Pajak Karbon Di Indonesia
1. Tidak memberlakukan pajak karbon seperti pajak lainnya. Pemerintah lebih baik berfokus pada pengurangan emisi dengan menerapkan pajak karbon ini dibandingkan fokus untuk menambah pendapatan negara. Dengan begitu, tujuan dari diberlakukannya pajak karbon tidak akan bias.
Pemerintah lebih baik membuat penyimpanan terpisah untuk menampung pendapatan dari pajak karbon ini sehingga pendapatan dari pajak karbon dapat dikhususkan untuk pembangunan rendah karbon, misal seperti subsidi energi terbarukan, insentif industri hijau, dan lain sebagainya. Hal ini pun harus dilakukan oleh pemerintah secara transparan dan akuntabel bagi masyarakat.
2. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan sektor bisnis, terutama calon wajib pajak untuk menghindari kesalahpamahan mengenai pajak karbon dan penolakan calon wajib pajak yang dapat meningkatkan risiko ekonomi dan politik.
3. Pemerintah juga harus menyiapkan teknis implementasi pajak karbon. Pajak karbon akan membutuhkan serangkaian infrastruktur yang bukan hanya berdasar pada model keuangan, tetapi juga berdasar pada model pengukuran perubahan iklim.
4. Pemerintah juga harus dapat melakukan pengurangan risiko kebocoran karbon yang disebabkan berpindahnya investasi antar sub sektor, sektor, wilayah, atau bahkan negara.
5. Pemerintah juga perlu menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan kompetensi dalam hal mitigasi perubahan iklim serta memberikan pelatihan khusus yang menjadi dasar yang bagus bagi para karyawan dan pihak yang terlibat.
oleh :
Diva Anggraeny
Aini Rahmani
Sulistriyani
Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan Bogor