Hukum dan Politik

Niat Hati Cari Aman, Nurhayanti Justru Bisa Dilengserkan

TB Massa Jafar

BOGOR-KITA.com – Politik praktis tidak mengenal istilah cari aman. Politik praktis adalah pertarungan tiada henti. Ini konsekuensi logis menjadi politisi atau seorang yang terjebak dalam politik praktis. Seperti naik sepeda, rodanya harus terus berputar, kalau tidak, ya, jatuh. Hal ini dikemukakan Sekretaris Sekolah Pascasarjana FISIP Universitas Nasional, Jakarta, Dr TB Massa Jafar di Cibinong, Sabtu (27/6/2015), menanggapi polemik Wakil Bupati Bogor yang tak berkesudahan sampai saat ini.

“Saya prihatin dengan situasi politik Kabupaten Bogor dalam kaitan masih kosongnya kursi wakil bupati sampai sekarang,” kata TB Massa.

Senior HMI Universitas Nasional yang meraih gelar doktor dari Universitas Kebangsaan Malaysia mengaku mengikuti politik Kabupaten Bogor karena berdomisili di wilayah Pemerintahan Kabupaten Bogor.

Terkait wakil bupati, kata TB Massa, intinya memang ada di partai koalisi. Tetapi ketika partai koalisi gagal mencapai kata sepakat, maka bupati sebagai kepala daerah harus mengambil alih. “Apalagi tenggat waktu yang diberikan undang-undang sudah jauh terlewati, sehinga bupati dalam kapasitasnya sebagai kepala daerah, Bupati harus turun gunung,” kata TB Massa.

Baca juga  LBH KBR dan Walhi Gugat Bupati Bogor dan Gubernur Jabar Terkait Tambang

TB Massa kemudian menjelaskan arti Istilah "bupati" yang berasal dari Bahasa Jawa yang sendirinya berasal dari Bahasa Sansekerta  Dalam Prasasti Tegal Batu yang ditemukan di sebuah kampung dekat Palembang terdapat kata bhupati. Prasasti tersebut diperkirakan berawal dari akhir abad ke-7 Masehi. Pakar prasasti Indonesia JG de Casparis menterjemahkan bhupati dengan istilah "kepala" atau hoofd dalam bahasa Belanda. Kata bhupati juga ditemukan dalam Prasasti Ligor di Propinsi Nakhon Thammaat Muangthai. Pada abad ke-17, orang Eropa menyebut daerah tersebut dengan nama "Ligor". Prasasti ini bertanggal 775 Masehi. Istilah bhupati digunakan untuk menyebut Raja Sriwijaya.

Dalam konteks negara, Presiden adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Di daerah, kepollisian dan TNI adalah aparat kepala daerah. “Artinya, bupati adalah kepala daerah yang bertanggung jawab terhadap pembangunan dan kondusifitas daerahnya. Bupati tidak bisa berpangku tangan begitu saja apabila ada  elemen pemerintahan di daerahnya yang tidak bisa menyelesaikan masalah. Bupati seyogyanya turun mempengaruhi,” kata TB Masa.

Baca juga  IPW: Habis Jadi Tesangka Muncul SP-3, Kasus Risma Malapetaka Hukum

Namun demikin, TB Massa mengatakan, kira-kira dapat memahami psikopolitik Bupati Bogor Nurhayanti. Sebagai birokrat, Nurhayanti adalah seorang yang anti-konflik. Nurhayanti, tidak ingin mengecewakan siapa pun, alias ingin menyenangkan semua orang.

Teapi, masalahnya terletak di sini. Sebab, tidaklah mungkin menyenangkan semua orang. “Politik praktis adalah pertarungan, sehingga harus ada yang dimenangkan ada yang dikalahkan. Acuannya adalah undang-undang, atau yang lebih tinggi, etika politik,” kata TB Massa.

Menurut TB Massa, atas nama undang-undang dan etika politik, Nurhayanti tidak perlu ragu menggunakan kewibawaanya sebagai kepada daerah, untuk mempengaruhi atau memaksa elite politik Kabupaten Bogor untuk menetapkan dua nama calon wakil bupati. “Bahwa setelah itu ada yang kecewa, harus diterima sebagai hal biasa, karena hal itu sudah menjadi aksioma dalam politik praktis,” tandas TB Massa.

Baca juga  PDI Perjuangan Kecewa Dokter Rayendra Miliki Dua KTA Partai

Memaksa elite politik mencapai kata sepakat, jauh lebih baik ketimbang membiarkan keadaan berlarut-larut seperti sekarang ini. “Dalam politik tidak dikenal istilah cari aman. Sebab, yang terjadi bisa sebaliknya, yakni justru bisa dilengserkan karena ujung-ujungnya akan dianggap tidak mampu atau gagal menyelesaikan masalah,” tutupnya. [] Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top