Nasional

Menristek: Virus Corona di Jabodetabek Berbeda dengan di Surabaya

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Jenis virus corona di Jabodetabek berbeda dengan jenis virus corona di Surabaya. Ini tentunya akan berpengaruh terhadap vaksin yang saat ini sedang dibuat di Indoneaia. Kita berharap, satu jenis vaksin bisa untuk semua, makanya uji klinis di Indonesia sangat membantu.

Hal ini dikemukakan Menristek/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Prof Bambang Brodjonegoro dalam webinar bertajuk “Menanti Vaksin Corona Made In Indonesia,” yang diselenggarakan Rakyat Merdeka, Selasa  (9/6/2020).

Bambang mengatakan, Indonesia sudah mengirimkan 13 sampel untuk melihat karakter virus di Indonesia ke badan riset dunia. Dari 13 yang sudah dikirimkan itu, 7 dari Lembaga Eijman dan 6 dari Universitas Airlangga (Unair). “Itu artinya 7 sampel berasal dari Jabodetabek dan 6 dari Surabaya yang sekarang menjadi salah satu episentrum,” kata Bambang.

Dikatakan, badan riset dunia memiliki 6 ketegori virus Covid-19 yang berasal dari sampel dari seluruh dunia, di luar itu menjadi the others.

“Yang menarik dari 13 sampel itu, dua yang berasal dari Surabaya sama karakternya dengan virus covid yang beredar di Eropa,” kata Bambang.

Terkait dengan perbedaan virus corona yang di Jabodetabek dengan yang di Surabaya, menurut Bambang, tentunya akan berpengaruh terhadap vaksin yang akan dibuat.

Baca juga  Dibuka 5 Juni, Masuk Pasar Cileungsi Wajib Bermasker

“Diharapkan satu jenis vaksin bisa untuk semua, makanya uji klinis di Indonesia sangat membantu,” kata Bambang.

Terkait progres pembuatan vaksin di Indonesia, menurut Bambang, saat ini sudah masuk tahap membentuk tim pengembangan vaksin nasional yang anggotanya tidak hanya dari Kemenristek, tapi juga mengikutsertakan Kementerian BUMN, Kementerian Kesehatan karena nantinya yang menjalani imunisasi adalah mereka, Kementerian Luar Negeri karena kita memerlukan diplomasi vaksin, Kementerian Perindustrian karena industrilah yang nantinya yang menghasilkan vaksin.

Tujuannya, kita ingin mendapatkan vaksin dalam waktu yang relatif cepat artinya tidak tertinggal dengan negara lain terutama negara tetangga.

Kemudian kita juga mengembangkan vaksin dari Indonesia, yang kita harapkan akan efektif terutama untuk virus yang beredar di Indonesia sendiri. Memang kita, kalau bicara vaksin, kita ada dua opsi, bisa kembangkan sendiri atau kita bisa tinggal beli saja, tinggal pesan dari luar.

Contoh yang beli saja adalah Amerika Serikat yang sudah memesan ke beberapa produsen vaksin dengan harapan jika vaksin berhasil ditemukan kebutuhan jutaan warga AS bisa langsung terpenuhi.

Sementara Indonesia sebagai negara besar ada 250 juta penduduk, kalau kita mau melakukan vaksinasi paling tidak duapertiga penduduk harus divaksin, itu pun belum tentu cukup dengan satu vaksin, sebab ada yang perlu vaksin tambahan atau boster. Karena tidak semua orang begitu dikasih vaksin imunitasnya muncul, perlu tambahan lagi. Jadi kalau bicara vaksin kita harus memiliki atau memproduksi 200 sampai 300 juta. Alangkah lebih baik jika vaksin ini diproduksi oleh Indonesia sendiri.

Baca juga  350.000 Pekerja DKI Di-PHK,  40 Pemuda Pilihan Ikuti Pelatihan

Menurut Bambang , pengembangan vaksin di Indonesia dijalankan secara paralel, dalam artian tetap mengembangkan vaksin yang dari awalnya sudah dikembangkan dipimpin oleh Lembaga Eijman, menggunakan platform yang namanya proteinrekombinan. Vaksin ini saat ini tengah dalam tahap mengidetifikasi protein yang nantinya diujicoba terhadap virusnya.

Kelebihannya, kita hanya mengembangkan vaksin dari virus yang hanya beredar di Indonesia. Kalau kita bisa menemukan vaksin dari pendekatan ini, maka hampir pasti ini akan ampuh terhadap virus yang beredar di Indonesia.

Bambang mengemukakan, motor pembuat vaksin di Indonesia berbeda dengan di luar negeri.

“Saya perhatikan di luar negeri yang berlomba adalah para pabrikan, karena memang di dunia barat rata-rata yang mengembangkan vaksin adalah perusahaan swasta. Pemerintah tidak campur tangan, pemerintah hanya dalam posisi membeli dan memakai, karena yang melakukan imunisasi massal nantinya pemerintah,” katanya.

Baca juga  Uji Klinis di Bandung Menentukan Efektivitas Vaksin Corona di Indonesia

Sementara di Indonesia berbeda ceritanya, karena yang menjadi leading pembuatan vaksin itu adalah Bio Farma yang merupakan BUMN yang tidak listing di pasar modal.

Kalau yang tengah bersaing di global ini seperti Sanofi, AstraSaneca, Modena dan lain-lain itu semua masuk pasar modal sehingga mereka sering-sering mengumumkan perkembangan riset vaksinnya supaya harga pasar sahamnya naik.

Indonesia tidak seperti itu, Bio Farma adalah BUMN yang 100 persen milik pemerintah dan risetnya dikembangkan oleh lembaga Biologi Molekuler Eijman di bawah Kemenristek.

Bambang menegaskan, vaksin merupakan solusi pamungkas ketimbang obat. Memang kalau dari sudut kesehatan saja, covid ini akan bisa berakhir kalau sudah ditemukan obat.

“Tapi kalau dari sudut ekonomi, vaksin yang lebih penting. Kenapa, karena kalau obat itu diberikan kepada yang sudah sakit. Sementara dengan vaksin kita akan merasa nyaman untuk beraktifitas karena badan kita imun dari Covid-19. Nah, di situlah mengapa peran vaksin sangat strategis,” kata Bambang. [] Anto

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top