BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Pasca disahkannya Undang-undang (UU) Cipta Kerja baru-baru ini, sektor ketenagakerjaan masih menjadi hal yang mengundang perdebatan. Di lain sisi, sektor pendidikan juga menjadi sorotan karena terjadinya perubahan pada ranah riset dan inovasi.
Dalam rilis dari IPB University, Kamis (22/10/2020) Rektor IPB University yang menjabat dua periode yaitu tahun 2008-2012 dan tahun 2013-2017, Prof Dr Herry Suhardiyanto, mengatakan, lingkaran persoalan ketenagakerjaan dan mutu pendidikan masih menjadi cerita lama yang belum dapat diselesaikan.
Sumber daya manusia di Indonesia sebagai aspek supply, relatif masih memiliki produktivitas dan kualitas yang rendah. Tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi saat ini.
Gap antara kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja makin lebar. Ditambah lagi dengan mismatch antara institusi pendidikan dan dunia kerja baik secara vertikal maupun horizontal.
Menurut Guru Besar IPB University dari Fakultas Teknologi Pertanian ini, yang patut menjadi sorotan adalah ketertinggalan tenaga kerja dalam hal kualitas dan produktivitasnya dari negara lain. Ini akibat dari tingkat pendidikan yang rendah serta kegiatannya masih didominasi oleh sektor primer yang nilai tambahnya rendah.
“Konfigurasi latar belakang pendidikan merupakan cerminan kualitas tenaga kerja. Sehingga peran pendidikan tinggi sangat krusial dalam membentuk lulusan-lulusan yang berkualitas serta match dengan kebutuhan tenaga kerja di lapangan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kenaikan investasi yang tidak selalu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Sehingga employement tersebut harus dijaga, terlebih lagi telah disahkannya UU Cipta Kerja. Indonesia harus berlomba untuk menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas karena lambat laun dengan ditemukannya teknologi yang canggih, tenaga kerja dapat cepat digantikan oleh mesin dan robot.
“Sehingga, saya kira kita perlu memikirkan agar perguruan tinggi ini dapat terus-menerus bekerja sama dengan employer, dengan learner dalam satu multi-location training yang meningkatkan persentase yang match tadi,” jelasnya.
Institusi pendidikan, menurutnya juga memerlukan kesiapan metode untuk mengedukasi generasi milenial yang cepat berubah serta menyambungkan lulusannya dengan tantangan yang ada dari berbagai bidang. Bila perlu belajar ke negara lain, misalnya Jerman, yang berhasil menekan angka pengangguran dengan mengembangkan sistem VET (Vocasional Education and Training) yang sangat maju.
Sistem tersebut dapat menjelaskan bagaimana industri dapat berperan dalam pendidikan vokasi sebagai upaya untuk mengarahkan mahasiswa ke level market dengan berbagai aktivitas dalam intitusi bisnis maupun menyediakan lapangan kerja.
Dalam akhir paparannya, ia memberikan beberapa catatan mengenai posisi, modifikasi dan arah pendidikan tinggi pada kerangka UU Cipta Kerja. Ia menyebutkan, fungsi pendidikan tinggi harus dilihat secara komprehensif dalam upaya mencetak tenaga kerja yang berkualitas sehingga UU Cipta Kerja harus memandang investasi di sektor pendidikan dalam perspektif investasi yang panjang. UU Cipta Kerja yang mengatur pendidikan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga dinilai bertentangan dengan prinsipnya sebagai public goods yang seharusnya dapat diakses seluas-luasnya.
“Selain itu, aturan tersebut juga dianggap tidak akan meningkatkan kualitas pendidikan. UU Cipta kerja seharusnya langsung berfokus pada perbaikan ekosistem pendidikan tinggi, riset, dan inovasi dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa serta sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia yang kompeten dan berintegritas,” imbuhnya. [] Admin