Kerja Siang Malam, Akhirnya Cuma Berdua di Masa Pensiun
Oleh: Syarifudin Yunus,
Ketua Dewan Pengawas DPLK SAM
Tidak lama lagi, Anton dan Mira akan memasuki usia 55 tahun. Sebentar lagi pensiun. Masa pensiun normal yang dulu terasa jauh, kini tinggal menghitung bulan. Mereka berdua dulunya pasangan yang hanya punya waktu berdua di meja makan malam, itu pun kadang hanya diam karena lelah. Selebihnya, pagi-pagi gelap sudah berpamitan ke kantor, sibuk dengan dunia kerjanya masing-masing.
Anton, seorang manager di perusahaan swasta. Mira, HR manager yang sudah puluhan tahun mengabdi di kantornya. Jelang pensiun mereka, tidak ada lagi notifikasi email atau dering telepon kantor untuk meeting.
Rapat online pun sudah jarang. Tidak ada lagi jadwal padat atau laporan bulanan. Yang ada hanyalah, keheningan. Dari pagi sampai malam, hanya suara detak jam di tangannya atau percakapan ringan soal menu makan siang bersama teman-temannya. Bahkan lebih sering mengecek chat WA dalam genggamannya.
“Aku ngerasa kayak bukan siapa-siapa sekarang di kantor, Mir,” kata Anton sambil menatap halaman belakang.
Mira diam. Ia juga merasakan hal yang sama. Dulu sibuk mengurus orang kantor, sibuk urusan personalia, sekarang bahkan lupa bagaimana mengurus dirinya sendiri.
Mereka baru menyadari, setelah sekian lama sibuk bekerja, bahwa tubuh mereka telah memberi tanda. Pegal. Lemas. Lupa olahraga. Lupa beristirahat. Dan… lupa bersyukur. Hari-harinya hanya untuk pekerjaan. Bahkan dana pensiun pun tidak punya. Hanya mengandalkan uang pesangon pensiun, harapannya. Mereka belum tahu cukup atau tidak untuk menjaga gaya hidupnya seperti saat aktof bekerja.
Anton dan Mira baru tersadar. Selama ini hanya mengejar investasi dunia, tabungan, rumah, saham, dan semua yang tampak. Tapi lupa investasi paling penting: kesehatan dan akhirat. Mereka lupa, pensiun bukan cuma soal uang. Tapi soal kesehatan, soal psikologis dan spiritual. Mau ngapain setelah pensiun nanti?
Di suatu sore yang mendung, mereka memutuskan berjalan kaki di sekitar kompleks. Sunyi. Tapi perlahan ada yang berubah.
“Aku pengen coba yoga bareng, Ton,” kata Mira.
“Aku mau coba angkat beban ringan juga. Biar otot nggak cepat pikun,” jawab Anton.
Mereka tertawa. Dan sore itu, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun, mereka kembali menjadi sepasang sahabat. Saling mengingatkan. Saling menemani. Dan saling menyembuhkan.
Ternyata, pensiun bukan akhir dari segalanya. Pensiun bukan akhir kehidupan. Tapi justru awal dari perjalanan berdua, bukan sebagai pasangan semata. Tapi juga dilatih agar tetap kuat di hari tua. Waktu untuk mendekat kepada-Nya, karena hidup tidak berakhir saat pensiun. Tapi baru dimulai untuk perjalanan yang lebih baik dan lebih baik lagi. Untuk bekal berpulah ke hadirat-Nya.
Anton dan Mira pun membatin, “Masa pensiun, adalah momen untuk aktualisasi diri secara sosial dan spiritual. Saat penting untuk berbuat baik dan menebar manfaat kepada orang lain secara nyata, bukan lagi sebatas niat”
—
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita siap pensiun? Apakah kita sudah melihat bagaimana orang tua kita menjalani hari-hari di masa pensiunnya. Atau teman kita yang sudah pensiun seperui apa. Apakah kita sudah mulai memikirkan bagaimana nanti hidup kita setelah tidak lagi bekerja? Mau seperti apa kita di masa pensiun?
Yuk, mulai siapkan pensiun dari sekarang. Bukan hanya soal keuangan seperti dana pensiun, Tapi juga soal hati, tubuh, dan hubungan kita dengan pasangan serta Tuhan kita. Karena akhirnya, yang tersisa bukan jabatan bukan pangkat. Ttapi siapa yang tetap mau duduk di samping kita, berdua di masa tua di masa pensiun. Tentu sambil menikmati hidup yang tersisa dan semakin dekat kepada-Nya. Salam #SadarPensiun