Kasus Korupsi Lukas Enembe: Menguji Kredibilitas Pemerintahan dan Sistem Hukum Indonesia
Opini Oleh: Lucy Afrilia
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Indonesia
BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Kasus korupsi di Indonesia dianggap hal lumrah sejak dulu, bahkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya 252 kasus korupsi, dengan 612 orang yang didakwa menjadi tersangka dan kerugian negara sebesar Rp 33,6 Triliun. Selain itu, pada tahun 2022 KPK menyatakan bahwa setidaknya terdapat 176 kepala daerah yang mengalami permasalahan hukum, dan yang menjadi perbincangan hangat di media massa yakni Lukas Enembe selaku Gubernur Papua. Maraknya korupsi sepertinya tidak lagi dianggap sebagai bentuk kejahatan, melainkan sesuatu yang dianggap lumrah karena sangat sulit diberantas. Bahkan, melihat para pelaku korup ini dengan tidak tahu malunya mereka melakukan tindakan tak terpuji, apakah mereka tidak menyadari perbuatannya atau karena keserakahan diri.
Lukas Enembe selaku Mantan Gubernur Papua divonis 8 tahun penjara atas tindakan melakukan suap dan gratifikasi, dan hal ini menimbulkan pertanyaan publik tentang sejauh mana pemerintah dan sistem hukum Indonesia dapat menegakkan aturan dan melakukan penegakan hukum secara adil dan tegas.
Tentunya ini menguji kredibilitas pemerintahan dan sistem hukum Indonesia bagaimana upaya dalam menangani kasus penyelewengan kekuasaan (korupsi) secara transparansi dan akuntabilitas tanpa adanya intervensi politik maupun tekanan eksternal.
Praktik korupsi yang dilakukan Gubernur Lukas Enembe, pentingnya peran independensi lembaga penegak hukum seperti lembaga pengadilan dan KPK dalam menangani kasus ini tanpa adanya campur tangan dari pihak kepentingan tertentu. Bagaimana tidak, dibalik itu ia melakukan suap dengan total Rp17,7 miliar dan gratifikasi senilai Rp1,99 miliar yang menjadi tersangka. Sebagaimana uang tersebut diduga diterima oleh Lukas bersamaan dengan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Kael Kambuaya dan eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua Gerius One Yoman.
Sebenarnya sudah lama Lukas dicurigai melakukan tindakan korupsi, seperti pada pengelolaan anggaran operasional pimpinan dan pengelolaan di saat menyiapkan ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) sebagaimana pernyataan dari Mahfud MD. Adanya aliran dana tak wajar telah dicurigai sejak tahun 2017 karena lima tahun kebelakang sebelumnya pengawasan melemah sekaligus marak terjadi preventif praktik korupsi.
Kasus korupsi di negeri ini sudah menjadi penyakit lama bahkan dari masa orde lama, orde baru hingga reformasi. Apabila kita memandang tindakan ini sebenarnya kebanyakan praktek ini dilakukan oleh sosok pemimpin kita sendiri, bagaimana tidak Lukas melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya dimasa ia memimpin selaku pejabat tinggi.
Selain daripada itu, Lukas juga turut menerima suap dari Rijatono Lakka selaku direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) dimana dia menerima hadiah atau pembangunan infrastruktur di Papua pada tahun ini. Sebagaimana Rijanto sebagai pendiri perusahaan PT TBP pada tahun 2016 dibidang konstruksi dan diduga melakukan lelang agar perusahaannya mendapatkan proyek bahkan memberikan fee sebesar 14% kepada Lukas dan pejabat lainnya.
Kemudian, dengan terungkapnya kasus Lukas akhirnya ditangkap dan saat ingin melakukan pemeriksaan Lukas sepertinya menghindari panggilan KPK dengan alasan sakit. Pihak keluarga pun tidak mengizinkan karena kondisi Lukas sedang sakit dan harus melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura. Namun, selama masih dalam pengawasan KPK, Lukas berada dalam penjagaan Simpatisan bersenjata panah di depan kediamannya.
Kemudian dalam menetapkan terhadap terdakwa pada tanggal 9 oktober 2023 Lukas dijadwalkan untuk hadir dalam menjalani sidang vonis, tetapi dengan alasan kesehatan iapun tidak bisa hadir. Meskipun demikian, Lukas tetap dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi.
Tentunya dampak dari kasus korupsi ini mencakup kerugian finansial yang signifikan, berpotensi mengurangi trust masyarakat terhadap pemerintah, serta menghambat pembangunan nasional.
Tentunya kasus korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe memiliki dampak yang signifikan terhadap kredibilitas pemerintahan dan sistem hukum Indonesia. Hal ini dapat mencakup kerugian finansial yang besar, berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, serta menghambat pembangunan nasional. Kasus ini akan berpengaruh terhadap investor asing dan akan memperlambat kemajuan ekonomi negara. Sebagaimana kasus ini ini juga menguji kredibilitas pemerintahan dan sistem hukum Indonesia dalam menangani kasus yang dilakukan pejabat publik seperti gubernur yang menyoroti pentingnya efektivitas penegakan hukum dan memberantas korupsi dan menegakkan keadilan.
Daftar Pustaka
BBC. 2023. Vonis Lukas Enembe: Gubernur nonaktif Papua divonis penjara delapan tahun penjara atas kasus suap dan gratifikasi, lebih ringan dari tuntutan jaksa. URL : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-66795021 Diakses tanggal 1 Desember 2023.
Detiknew. 2023. GagalnyaKPK Buktikan Lukas Enembe Terima Duit Puluhan Miliar. URL : https://news.detik.com/berita/d-6992185/gagalnya-kpk-buktikan-lukas-ene mbe-terima-duit-puluhan-miliar. Diakses tanggal 1 Desember 2023.
ICW. 2022. Menyoal Dugaan Perkara Hukum Lukas Enembe: Sengkarut Korupsi Politik dan Menguji Nyali KPK. URL : https://antikorupsi.org/id/menyoal-dugaan-perkara-hukum-lukas-enembe-s engkarut-korupsi-politik-dan-menguji-nyali-kpk. Diakses tanggal 1 Desember 2023.
Permana, Rakhmad Hidayatulloh. 2023. Jejak Lukas Enembe : Drama Ditangkap, Makian di Sidang tapi Vonis Lebih Ringan. URL : https://news.detik.com/berita/d-6992552/jejak-lukas-enembe-drama-ditang kap-makian-di-sidang-tapi-vonis-lebih-ringan Diakses tanggal 2 Desember 2023