Industri Susu Nasional Rentan, Guru Besar IPB Dorong Penerapan Rekayasa Nutrisi Presisi
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof. Dr. Idat Galih Permana, menyoroti rendahnya konsumsi susu masyarakat Indonesia yang masih tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan rata-rata konsumsi susu nasional hanya 16,5 liter per kapita per tahun, jauh di bawah Thailand (33 liter), Malaysia (50 liter), apalagi negara maju yang melampaui 100 liter.
Menurutnya, kebutuhan susu nasional akan meningkat tajam seiring pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran gizi masyarakat.
“Dari sekitar 4,4 juta ton saat ini, kebutuhan diperkirakan melonjak menjadi 5,5 juta ton pada 2030, bahkan bisa mencapai 8,9 juta ton dengan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah,” kata Prof Idat dalam konferensi pers pra orasi ilmiah yang digelar secara daring pada Kamis (28/8/2025).
Namun, lanjut Prof Idat, kapasitas produksi dalam negeri saat ini masih sangat terbatas. Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) 2024 mencatat populasi sapi perah hanya sekitar 485 ribu ekor, atau satu ekor sapi untuk 470 penduduk Indonesia.
Ia menjelaskan, bahwa, produksi susu nasional pun stagnan di angka 485 ribu ton per tahun, sehingga lebih dari 80 persen kebutuhan industri masih harus dipenuhi dari impor, terutama dari Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
“Ketergantungan ini membuat industri persusuan kita rentan terhadap fluktuasi harga global, kurs rupiah, dan gangguan rantai pasok internasional,” katanya.
Ia mengatakan, masalah utama bukan hanya jumlah sapi yang terbatas, tetapi juga rendahnya produktivitas per ekor. Sapi Friesian Holstein (FH) di Indonesia rata-rata hanya menghasilkan 12–14 liter susu per hari, jauh di bawah potensi genetiknya yang bisa mencapai 20–25 liter per hari.
“Kuncinya ada pada pakan. Penambahan populasi sapi tidak akan efektif tanpa peningkatan produktivitas. Dan produktivitas sangat ditentukan oleh kualitas pakan,” tegasnya.
Sebagai solusi, Prof. Idat menawarkan pendekatan rekayasa nutrisi presisi untuk meningkatkan efisiensi produksi susu. Strategi ini meliputi tiga aspek utama yaitu sinkronisasi Nutrien dalam Rumen dengan menyelaraskan ketersediaan nitrogen dari Rumen Degradable Protein (RDP) dengan energi dari Non-Fiber Carbohydrates (NFC), sehingga mikroba rumen dapat memanfaatkan nitrogen-amonia secara optimal dan menghasilkan protein mikroba berkualitas tinggi.
Kedua, perlindungan Protein, melalui metode pemanasan terkontrol, perlakuan kimia, atau pemanfaatan tanin alami, sebagian protein dilindungi agar tidak terdegradasi di rumen.
“Protein ini kemudian dapat diserap langsung di usus halus sebagai Rumen Undegradable Protein (RUP),” ucapnya.
Ketiga, suplementasi Nutrisi Lengkap. Tidak hanya menambah protein, tetapi juga menyeimbangkan fraksi RDP-RUP, energi NFC, serta mineral penting seperti sulfur untuk menunjang metabolisme sapi perah.
Prof. Idat menegaskan bahwa penerapan rekayasa nutrisi presisi sudah terbukti dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan nitrogen, produksi susu, hingga kualitas gizi susu.
“Jika strategi ini diterapkan secara luas, bukan hanya produktivitas sapi perah tropis yang meningkat, tetapi juga kemandirian industri persusuan nasional bisa tercapai. Ini langkah penting menuju ketahanan pangan Indonesia,” pungkasnya. [] Ricky