Guru Besar IPB Sebut Teknologi Akustik Memiliki Peran Dalam Eksplorasi Mega dan Biodiversitas Kelautan Indonesia
BOGOR-KITA.com, BOGOR – IPB University menyoroti peran penting teknologi akustik dalam menjelajahi kekayaan biodiversitas kelautan Indonesia.
Dengan perairan laut yang mencakup sumber daya abiotik dan biotik, teknologi akustik menjadi solusi efisien untuk mengeksplorasi potensi ini.
Guru besar IPB University, Prof Sri Pujiyati mengatakan, Abiotik seperti migas, mineral, dan pasir laut, bersama biotik seperti alga, lamun, rumput laut, dan ikan, menjadi sumber daya berharga bagi obat, kosmetik, pangan, dan energi terbarukan.
Sebab, kata Prof Sri Indonesia, sebagai Mega Biodiversitas Kelautan, memiliki ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang yang luas, bersama ribuan jenis ikan, krustasea, dan moluska.
“Dalam mengeksplorasi potensi laut yang luas, teknologi akustik hadir sebagai solusi efektif dengan keunggulan mencakup area yang luas, biaya terjangkau, aman, memberikan informasi real-time, dan memiliki tingkat kepercayaan tinggi,” ucap Prof Sri pada Orasi Ilmiah pada Kamis (14/12/2023).
Prof Sri memaparkan, bahwa teknologi akustik dibagi menjadi dua jenis yaitu akustik aktif dan akustik pasif.
Teknologi aktif adalah salah satu teknologi yang menggunakan pemancaran dan transmisi aktif gelombang suara untuk dapat mendeteksi target yang ada di permukaan, kolom air hingga dasar perairan.
“Instrumen akustik aktif dapat memperoleh informasi tentang target kecil seperti plankton, nekton, ikan pelagis, ikan demersal, serta dapat digunakan untuk eksplorasi dasar perairan dalam menentukan klasifikasi tipe substrat,” katanya.
Sedangkan, Instrumen akustik pasif adalah penggunaan alat perekam suara sebagai elemen utamanya. Instrumen akustik pasif dapat digunakan untuk mendapatkan karakteristik suara lingkungan dan biota bawah air.
“Beberapa hasil deteksi dan kuantifikasi dari plankton, ikan, terumbu karang, dasar perairan, bioakustik mamalia dan ikan,” terangnya.
Ia menjelaskan, bahwa studi mengenai plankton, ikan, terumbu karang, dan dasar perairan menggunakan teknologi akustik menghasilkan temuan menarik. Misalnya, nilai hambur balik akustik pada plankton menunjukkan gerombolan yang semakin besar seiring nilai Sv yang tinggi di perairan Teluk Ambon.
Dalam penelitian terhadap ikan demersal di Laut Jawa, Belitung, dan Nunukan, sebaran nilai Sv lebih besar di perairan dangkal dibandingkan perairan dalam.
Begitu pula dengan ikan pelagis di perairan Sikka, Teluk Cenderawasih, dan Teluk Yos Sudarso yang menunjukkan densitas yang lebih kecil dengan kedalaman perairan yang meningkat.
“Penelitian terhadap terumbu karang di Kepulauan Seribu menggambarkan variasi nilai hambur balik tergantung pada kekerasan dan kekasaran tipe karang,” jelasnya.
Dalam konteks dasar perairan, kompleksitas hambur baliknya menunjukkan perbedaan intensitas sinyal akustik tiap tipe substrat, seperti kerakal yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan pasir atau lumpur.
Penelitian lebih lanjut di Kepulauan Seribu dan Teluk Yos Sudarso menunjukkan perbedaan signifikan pada ketebalan integrasi akustik dasar perairan.
“Melalui bioakustik, penelitian membedakan rentang frekuensi suara lumba-lumba, ikan sidat, dan ikan nila, menunjukkan keragaman dalam lingkungan bawah air,” ungkapnya.
“Dengan kemajuan pemanfaatan instrumen akustik, diperlukan dorongan pengembangan perangkat keras dan lunak, serta kerjasama antarinstansi untuk mempercepat pengembangan Benua Maritim Indonesia,” pungkasnya. [] Ricky