Gelar Workshop, KRKP dan Rikolto Dorong Transformasi Sistem Perberasan Berkelanjutan di Indonesia
BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) bersama Rikolto kembali memperkuat komitmen menuju pertanian rendah karbon melalui penyelenggaraan Workshop Beras Berkelanjutan di Hotel Erian, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025).
Kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk mendorong percepatan transformasi sistem perberasan nasional, sekaligus memperkuat ketahanan pangan Indonesia di tengah tantangan perubahan iklim.
Sejak 2022, KRKP bersama SRP Indonesia dan Bappenas aktif mengembangkan praktik pertanian ramah lingkungan berbasis Sustainable Rice Platform (SRP). Uji coba lapangan menunjukkan hasil positif terhadap efisiensi penggunaan air dan pupuk, serta penurunan emisi. Meski demikian, penguatan kebijakan dan kolaborasi lintas sektor dinilai masih dibutuhkan agar praktik ini dapat diadopsi lebih luas.
Workshop yang mengusung tema “Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional Melalui Transformasi Sistem Perberasan yang Berkelanjutan” tersebut dihadiri para pemangku kepentingan dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, hingga media nasional.
Agenda ini juga dirancang untuk membahas arah kebijakan pangan, peluang kolaborasi, serta strategi percepatan adopsi sistem beras berkelanjutan di tingkat nasional maupun daerah.
Tiga narasumber utama hadir dalam workshop ini, yakni Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenko Pangan Henry Antonius Manalu, Perencana Ahli Madya Bappenas Noor Avianto, serta perwakilan SRP Secretariat, Triwardhani Wiyasti.
Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenko Pangan, Henry Antonius Manalu, menegaskan bahwa transformasi sistem pangan, khususnya perberasan, merupakan mandat penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Ia memaparkan bahwa sektor pertanian Indonesia menunjukkan perkembangan positif dalam beberapa tahun terakhir. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tumbuh stabil, Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat, sementara produksi beras dan jagung terus menunjukkan kenaikan. Produksi beras meningkat 13,54 persen, sedangkan jagung naik 9 persen.
“Stok beras nasional saat ini mencapai 3,92 juta ton, terdiri dari 3,74 juta ton stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 180,31 ribu ton stok komersial. Ini merupakan salah satu stok tertinggi dalam sejarah,” ujar Henry.
Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan pangan masih besar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, Indonesia masih menghadapi masalah produktivitas yang rendah, konversi lahan, dampak perubahan iklim, minimnya regenerasi petani, tingginya biaya logistik, hingga belum meratanya ketersediaan bibit unggul.
Perencana Ahli Madya Bappenas, Noor Avianto, menekankan bahwa upaya swasembada pangan tidak bisa dilepaskan dari agenda penurunan emisi gas rumah kaca.
“Upaya berkelanjutan menjadi kunci dalam mewujudkan swasembada pangan. Sistem budidaya pertanian berkelanjutan dan pembangunan ketahanan iklim harus berjalan beriringan,” katanya.
Menurutnya, Bappenas terus mendorong transformasi sistem pangan rendah karbon yang tidak hanya menjaga produktivitas, tetapi juga mampu mengatasi risiko iklim yang kian meningkat.
Sementara itu, Triwardhani Wiyasti dari SRP Secretariat memaparkan urgensi penerapan Standard Sustainable Rice Platform di Indonesia. Menurutnya, sektor perberasan menghadapi tekanan simultan, mulai dari meningkatnya kebutuhan produksi, ancaman perubahan iklim, hingga tuntutan konsumen terhadap pangan sehat dan transparan.
“Budidaya padi merupakan penyumbang emisi besar. Opsi rendah karbon bukan lagi pilihan, tetapi keharusan, sebagaimana diarahkan dalam RPJMN 2025–2030 dan RPJPN 2025–2045,” jelas Triwardhani.
SRP, menurutnya, menyediakan metode budidaya yang telah teruji secara global, yang mampu menurunkan emisi serta meningkatkan efisiensi tanpa mengurangi produktivitas. SRP juga menerapkan 12 indikator keberlanjutan yang membantu mengubah perilaku petani secara bertahap.
“SRP bukan hanya untuk petani. Ini adalah panduan yang menyatukan petani, off-takers, pemerintah, hingga konsumen,” ucapnya.
Di Indonesia, implementasi SRP melalui kolaborasi KRKP, Rikolto, PbN, Bappenas, dan NWG Indonesia telah menunjukkan bahwa adopsi SRP feasible untuk petani kecil dan dapat direplikasi pada berbagai agroekosistem.
“Selain menghemat penggunaan air dan pupuk, model ini membuka peluang akses pasar premium,” terangnya.
Ia menekankan bahwa percepatan sistem beras berkelanjutan membutuhkan peran kuat pemerintah pusat sebagai “dirigen” koordinasi lintas kementerian.
Menurutnya, Kemenko Pangan dan Bappenas dinilai dapat memimpin harmonisasi standar beras berkelanjutan, integrasi kategori “beras rendah karbon” dalam kebijakan pangan nasional, serta penguatan ekosistem pasar melalui koordinasi dengan Badan Pangan Nasional, BSN, hingga Kementan.
“SRP siap mendukung pemerintah melalui kerangka teknis, sistem verifikasi, pendampingan multi-level, hingga berbagi pengalaman global dari lebih dari 30 negara yang telah mengimplementasikan SRP,” pungkasnya. [] Ricky
