Kota Bogor

Banyak Ibu Rumah Tangga HIV/AIDS, Tertular dari Suami

KPA Kota Bogor menggelar rapat kerja daerah (rakerda)/ Pemkot Bogor

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Ketua Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bogor Cyamiati Karolin mengatakan gejala HIV/AIDS biasanya diare atau sariawan tidak sembuh-sembuh dan sering sakit karena HIV/AIDS menyerang imunitas dan sembuhnya lama. Kata dia, saat ini banyak ibu rumah tangga yang terkena HIV/AIDS yang kemungkinan tertular dari suaminya. Penularan HIV/AIDS bisa terjadi melalui jarum suntik, kelenjar getah benih atau darah dan dari hubungan seksual.

Hal itu dia katakan saat KPA Kota Bogor menggelar rapat kerja daerah (rakerda) di Paseban Sri Baduga, Balai Kota Bogor, Rabu (10/5/2023). Rapat kerja pertama dengan SK Wali Kota Bogor terbaru ini membahas program pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS di Kota Bogor yang jumlahnya semakin meningkat di tahun 2023 ini.

Baca juga  Kantor Pemerintahan Baru Kota Bogor di Katulampa Ditargetkan Selesai 2028

Cyamiati menambahkan penanganan penderita HIV/AIDS dan pemberian obat bagi penderita HIV/AIDS sudah bisa dilakukan di rumah sakit dan puskesmas. Terkhusus pasien yang baru terdeteksi perlu dilakukan tes HIV/AIDS sampai tiga kali untuk memastikan hasilnya. Sembari dilakukan konseling untuk menanyakan pekerjaan, lingkungan terdekat pasien, apakah berada di lingkungan yang berisiko tinggi, seperti ada keluarga yang terkena HIV/AIDS, TBC, pengguna jarum suntik, LSL atau PSP.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah mengatakan, kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Kota Bogor pada saat memeriksa 200 Warga Binaan (WB) di Lapas Paledang pada 2002 lalu. Dari 200 WB ini, ada 20 orang yang positif HIV/AIDS, setelah itu dibentuk KPA Kota Bogor untuk menangani HIV/AIDS. Seiring berjalannya waktu, penderita HIV/AIDS di Kota Bogor terus meningkat, jumlahnya mencapai ratusan orang.

Baca juga  Sekda: Diklatpim Sebagai Media Peningkatan Kompetensi ASN

“Di tahun ini KPA Kota Bogor kami aktivasi lagi dan ini raker pertama untuk menyusun program  penanganan HIV/AIDS setelah vakum selama Pandemi Covid-19, karena saat pandemi semua konsentrasi difokuskan untuk Covid-19,” ujar Syarifah.

Sekda mengatakan, di struktur KPA terdapat beberapa kelompok kerja (pokja) sesuai dengan bidangnya, seperti pokja pencegahan, pokja penanganan, pokja pendamping advokasi dan lainnya. Pihaknya juga akan secara lebih detail melakukan pemetaan di wilayah mana yang paling banyak penderita HIV/AIDS-nya.

“Kami juga akan menyortir data yang diperoleh dari rumah sakit dan puskesmas mana yang ber-KTP Kota Bogor dan bukan,” katanya.

Ia menjelaskan, penyebab utama bertambahnya penderita HIV/AIDS ini bermacam-macam. Diantaranya masyarakat Kota Bogor yang heterogen dan dinamis ditambah letak geografis Kota Bogor yang dekat sekali dengan DKI Jakarta (Provinsi dengan jumlah penderita HIV/AIDS terbanyak mencapai 100 ribu orang). Tak hanya itu, masyarakat Kota Bogor pun rata-rata bekerja di Jakarta, banyaknya pendatang baru dan perkembangan teknologi serta budaya yang turut membawa perubahan perilaku dan pola hidup masyarakat.

Baca juga  Walikota Bogor Wawancara Khusus dengan 3 Media Nasional Soal Smart City

“Kebanyakan penderita HIV/AIDS ini kan karena perubahan perilaku, seperti laki-laki sex laki-laki (LSL), perempuan sex perempuan (PSP), transgender, penggunaan narkoba jarum suntik dan lainnya. Ke depan, untuk pencegahannya di struktur KPA juga dilibatkan Kemenag dan Disdik. Kami juga akan membuat video edukasi gambaran penderita HIV/AIDS dan dampak terhadap keturunan mereka ini untuk menambah pemahaman masyarakat,” jelasnya. [] Hari

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top