Kab. Bogor

Rokhmin Dahuri: Indonesia Rentan Perubahan Iklim Global, Berdampak Pada Perikanan dan Kelautan

Ketua Tim Penasihat Menteri Perikanan dan Kelautan RI, Prof Rokhmin Dahuri

BOGOR-KITA.com, DRAMAGA –   Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap perubahan iklim global. Oleh sebab itu perlu langkah serius menyelamatkan perikanan dan kelautan Indonesia, karena sekitar 16 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan dan kelautan.

Hal ini dikemukakan Ketua Tim Penasihat Menteri Perikanan dan Kelautan RI, Prof Rokhmin Dahuri, dalam Serial Webinar Membangun Perikanan yang Tangguh Terhadap Perubahan Iklim yang digelar berkat kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan, IPB University dan Environmental Defense Fund (EDF), Rabu (10/2/2021).

Dalam rilis dari IPB University kepada BOGOR-KITA.com, Kamis (11/2/2021), Prof Rokhmin menyebutkan bahwa ada beberapa alasan Indonesia rentan perubahan iklim.

Pertama, sebagian besar pulau di Indonesia berukuran kecil. Sekitar 74 persen pulaunya berukuran di bawah 10 hektar.

“Selain itu daerah pesisir biasanya adalah dataran rendah. Pulau kecil dan pesisir sangat rentan terendam saat terjadi peningkatan air laut. Banyak kota besar di Indonesia juga berada pada wilayah pesisir. Hampir 60 persen populasi penduduk negara ini tinggal di pesisir,” ungkap Prof Rokhmin.

Baca juga  Liga Inggris: Big Match MU Siap Permalukan Liverpool, Newcastle Uji Man-City

Lebih lanjut ia menjelaskan Indonesia memiliki potensi perikanan terbesar di dunia. Bahkan sampai saat ini pemanfaatnya masih sekitar 20 persen dari potensi total. Perikanan menyediakan lapangan kerja yang sangat signifikan. Ada 16 juta orang yang bekerja di sektor perikanan. Artinya seperempat dari pekerja Indonesia hidupnya bergantung pada sektor perikanan.

Oleh karena itu penting untuk menjaga laut dan perikanan Indonesia. Dampak dari pemanasan global harus bisa dicegah dan dikendalikan. Menurutnya fokus penanganan adalah dengan mengurangi sumber penyebab perubahan iklim dan mengurangi produksi karbon. Perlu upaya yang serius dalam hal adaptasi perubahan iklim.

“Adaptasi perubahan iklim adalah proses membangun strategi antisipasi dampak perubahan iklim. Dengan pola perencanaan tata kelola perikanan yang menerapkan pembangunan berkelanjutan. Misalnya dengan mengubah sumber bahan bakar kapal ikan digantikan oleh energi terbarukan. Selain itu kita perlu membudidayakan alga dan tumbuhan yang bisa menyerap karbon,” tambah Prof Rokhmin.

Baca juga  Pemkab Bogor Guyur KORMI Hibah Rp7,5 Miliar

Tak kalah penting adalah manajemen ekosistem yang berwawasan blue economy. Keberlanjutan lingkungan alam dan lingkungan sosial harus diperhatikan dengan baik. Paling penting adalah melindungi magrove dan koral serta rehabilitasi karang dan ekosistem laut yang sudah rusak. Vegetasi magrove ini sangat penting untuk terus keberlanjutan ekosistem pesisir.

Pemerintah juga perlu mendorong sektor perikanan untuk menerapkan praktik-praktik yang ramah lingkungan. Industri perikanan dalam prosesnya tidak boleh ada limbah dan emisi. Perlu kolaborasi antar pihak untuk membuat daerah percontohan di sektor ini. Baik dalam pengelolaan lingkungan pantai ataupun industri perikanan. Nantinya setiap daerah bisa mengikuti role model ini sebagai acuan pembangunan.

Perubahan iklim adalah hal yang nyata, seperti halnya dampak negatifnya bagi perikaan. Masalah ini harus dihadapi bersama secara global.

Baca juga  Plt Bupati Sebut Ada Kekhawatiran Pengusaha Kalau Tol Puncak Caringin-Gunung Mas Dibangun

Saat masyarakat bisa adaptif, maka sektor perikanan bisa diselamatkan. Masalah ini tentunya harus melibatkan kebijakan negara maupun global. Sehingga setiap pihak harus terus berkolaborasi satu sama lain. Acara yang dimoderatori Dr Luky Adrianto, dosen IPB University dari Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) ini menghadirkan sejumlah narasumber lain. [] Admin

 

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top