Kota Bogor

Upaya Pencegahan Kematian Ibu dan Bayi di Kota Bogor

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan dua indikator utama yang mencerminkan derajat kesehatan masyarakat serta keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematian perempuan yang terjadi selama masa kehamilan, persalinan, atau dalam kurun waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, yang disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan atau diperberat oleh kehamilan dan penanganannya. Sementara itu, Angka Kematian Bayi menunjukkan jumlah kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1.000 kelahiran hidup dalam periode tertentu.

Kedua indikator ini tidak hanya menggambarkan kondisi pelayanan kesehatan ibu dan anak, tetapi juga menjadi cerminan kualitas sistem kesehatan, akses terhadap layanan medis, tingkat kesejahteraan, serta kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan reproduksi dan gizi.

Menurunkan AKI dan AKB merupakan prioritas utama pembangunan kesehatan nasional dan daerah. keberhasilan menekan angka kematian ibu dan bayi tidak hanya menunjukkan kemajuan sektor kesehatan, tetapi juga menggambarkan meningkatnya kualitas hidup, peran serta masyarakat, dan efektivitas kebijakan pemerintah daerah dalam membangun sistem kesehatan yang inklusif dan berkeadilan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor, angka kematian ibu dan bayi di Kota Bogor mengalami penurunan pada tahun 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2024 tercatat sebanyak 15 kasus kematian ibu, meningkat dibandingkan tahun 2023 yang berjumlah 11 kasus. Namun hingga September 2025, angka tersebut menurun menjadi 6 kasus.

Kematian ibu paling banyak terjadi pada masa nifas (4 kasus) dan masa hamil (2 kasus). Adapun penyebab utama kematian ibu tahun 2025 yaitu: Hipertensi dalam kehamilan sebanyak 3 kasus, Komplikasi non-obstetrik sebanyak 2 kasus, dan Perdarahan obstetrik sebanyak 1 kasus. Sementara pada tahun 2024, penyebab kematian ibu didominasi oleh komplikasi non-obstetrik (40%), perdarahan non-obstetrik (33%), dan hipertensi (20%). Seluruh kasus kematian ibu pada dua tahun terakhir terjadi di rumah sakit, menunjukkan sistem rujukan sudah berjalan baik meskipun masih perlu peningkatan deteksi dini dan penanganan cepat pada ibu hamil berisiko tinggi.

Untuk kematian bayi, tahun 2024 tercatat 114 kasus, sedangkan hingga September 2025 tercatat 93 kasus. Sebagian besar kematian bayi terjadi pada masa neonatal (0–28 hari), dengan penyebab terbanyak adalah gangguan pernapasan dan jantung (44 kasus), serta bayi lahir dengan berat badan rendah dan prematuritas (18 kasus).

Baca juga  Pelajar SMK di Kota Bogor Diajak Pahami 4 Pilar Kebangsaan

Secara nasional, Angka Kematian Ibu pada tahun 2024 tercatat sekitar 305 per 100.000 kelahiran hidup, sementara di Provinsi Jawa Barat terdapat 749 kasus kematian ibu atau sekitar 17 persen dari total kasus nasional.

Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Kesehatan terus berkomitmen menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Berbagai langkah dilakukan secara terpadu, mulai dari peningkatan kesiapan fasilitas kesehatan, penguatan kapasitas tenaga medis, hingga edukasi dan kolaborasi lintas sektor.

  1. Peningkatan Kesiapan Fasilitas Kesehatan

Dinas Kesehatan Kota Bogor melaksanakan Program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) di 19 puskesmas dan 12 rumah sakit untuk memperkuat pelayanan ibu dan bayi, terutama dalam penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Selain itu, dilaksanakan pelatihan USG untuk dokter di seluruh puskesmas agar dapat mendeteksi risiko kehamilan lebih dini. Berbagai monitoring dan evaluasi program dilakukan setiap triwulan, termasuk inovasi Lungsur Langsar yang fokus pada pemantauan ibu hamil berisiko tinggi.

  1. Penguatan Kapasitas Tenaga Medis

Upaya peningkatan kualitas pelayanan juga dilakukan melalui pendampingan dokter spesialis kandungan dan anak di puskesmas, yang melibatkan dokter umum, bidan puskesmas, serta bidan praktik mandiri. Tenaga kesehatan juga dibekali dengan pelatihan kegawatdaruratan maternal dan neonatal, serta pelatihan antenatal care (ANC) update agar mampu   memberikan   pelayanan   kehamilan   sesuai   standar   terbaru. Selain itu, dilakukan orientasi penyakit jantung bawaan pada bayi baru lahir untuk meningkatkan kemampuan deteksi dini di fasilitas kesehatan.

  1. Penguatan Koordinasi dan Kolaborasi

Dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, dilakukan audit maternal perinatal secara berkala untuk mengevaluasi setiap kasus kematian dan menentukan langkah perbaikan. Dinas Kesehatan juga mengaktifkan grup komunikasi cepat (WAG EMAS) sebagai jalur koordinasi antara puskesmas dan rumah sakit dalam menangani kasus kegawatdaruratan. Selain itu, dilakukan koordinasi lintas sektor dan lintas program, melibatkan berbagai pihak — mulai dari fasilitas kesehatan, organisasi profesi, hingga masyarakat — agar penanganan kesehatan ibu dan anak berjalan komprehensif.

  1. Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Dinas Kesehatan juga mendorong partisipasi masyarakat melalui kelas ibu hamil dan kelas ibu balita. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang tanda bahaya kehamilan, pentingnya pemeriksaan rutin, serta perawatan bayi dan balita di rumah. Selain itu, dilakukan kunjungan rumah bagi ibu hamil risiko tinggi, sehingga kondisi ibu dan janin dapat terpantau langsung oleh tenaga kesehatan.

Baca juga  Disdukcapil Kota Bogor Cetak 34 Ribu E-KTP

Partisipasi masyarakat sangat penting untuk pencegahan kematian ibu dan bayi karena meningkatkan kesadaran kesehatan dan cakupan pelayanan kesehatan, memungkinkan deteksi dini komplikasi, serta memperkuat kepercayaan dan mengatasi misinformasi. Melalui kegiatan seperti Posyandu, masyarakat berperan aktif dalam menyukseskan program kesehatan, mulai dari penyuluhan gizi hingga pemantauan kehamilan.

Manfaat partisipasi Masyarakat :

  1. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan:

Masyarakat yang aktif menjadi lebih sadar akan pentingnya perawatan kesehatan ibu dan anak, termasuk gizi seimbang, praktik sanitasi, dan tanda bahaya kehamilan.

  1. Memperluas cakupan layanan kesehatan:

Keterlibatan aktif di tingkat komunitas, seperti melalui Posyandu, membantu memastikan layanan kesehatan menjangkau lebih banyak orang, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil.

  1. Memungkinkan deteksi dini komplikasi:

Partisipasi masyarakat dalam program-program seperti kelas ibu hamil atau pemantauan oleh kader Posyandu dapat membantu mengidentifikasi risiko dan komplikasi sedini mungkin, sehingga penanganan yang cepat dapat dilakukan.

  1. Membangun kepercayaan pada sistem kesehatan:

Keterlibatan masyarakat, seperti dalam diskusi dan dialog, dapat membantu membangun kepercayaan yang dibutuhkan untuk memastikan masyarakat mengikuti anjuran kesehatan dan layanan yang tersedia.

  1. Mengatasi misinformasi dan stigma:

Partisipasi aktif dapat menjadi cara efektif untuk mengatasi disinformasi dan stigma seputar isu kesehatan ibu dan anak melalui komunikasi dan edukasi yang dibangun di tingkat komunitas.

  1. Meningkatkan kualitas layanan kesehatan:

Dengan adanya pengawasan dan dukungan dari masyarakat, penyedia layanan kesehatan didorong untuk memberikan pelayanan yang lebih berkualitas dan dapat diakses oleh semua kalangan.

Untuk mencegah terjadinya kematian ibu dan bayi perlu dilakukan beberapa Upaya Pencegahan mulai dari pemeriksaan kehamilan rutin, pemenuhan nutrisi, hingga perawatan bayi yang tepat. Selain itu, penting juga untuk mengatur jarak kelahiran, melakukan keluarga berencana, dan memastikan persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan profesional.

Untuk ibu hamil dan persalinan hal-hal yang perlu dilakukan antara lain :

  1. Periksa kehamilan secara teratur:
Baca juga  RS Lapangan Kota Bogor Hanya Melayani Pasien Gejala Ringan, 11 Dokter Siap 24 Jam

Lakukan pemeriksaan kehamilan minimal empat kali sesuai jadwal, atau lebih sering jika ada risiko.

  1. Perhatikan asupan nutrisi:

Konsumsi makanan bergizi dan suplemen vitamin (MMS) untuk mencegah masalah seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan anemia.

  1. Keluarga berencana:

Tunda usia pernikahan dini dan atur jarak kehamilan minimal 2 tahun untuk mengurangi risiko pada ibu yang berisiko tinggi.

  1. Libatkan keluarga:

Dukung istri selama kehamilan dan persalinan, dan pastikan persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan dengan bidan atau dokter yang terampil.

  1. Deteksi dini komplikasi:

Segera cari pertolongan ke tenaga kesehatan bila ada komplikasi. Tenaga kesehatan dapat mendeteksi dini dan menangani komplikasi seperti perdarahan.

Pemerintah Kota Bogor mengajak seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga kesehatan ibu dan bayi. Upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi tidak dapat hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan, tetapi juga membutuhkan dukungan keluarga dan lingkungan sekitar.

Kepada seluruh warga Kota Bogor, khususnya ibu hamil, keluarga, dan masyarakat, diimbau untuk lebih waspada terhadap tanda bahaya kehamilan dan kondisi bayi baru lahir, serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat bila ada keluhan. Pemeriksaan kehamilan secara teratur dan sesuai jadwal merupakan langkah penting untuk mencegah risiko komplikasi yang dapat membahayakan ibu maupun janin.

Keluarga diharapkan dapat menjadi pendamping utama bagi ibu hamil, memastikan asupan gizi yang baik, mendukung istirahat cukup, serta memfasilitasi akses ke layanan kesehatan bila diperlukan. Sementara itu, masyarakat di lingkungan sekitar diharapkan aktif membantu pemantauan ibu hamil dan balita, serta ikut menyebarkan informasi kesehatan yang benar.

Dinas Kesehatan juga mengingatkan pentingnya peran kader, bidan, dan tokoh masyarakat dalam mengedukasi dan menggerakkan warga untuk ikut berpartisipasi dalam program- program kesehatan ibu dan anak, termasuk kelas ibu hamil, kelas balita, serta kegiatan posyandu.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan seluruh lapisan masyarakat, diharapkan Kota Bogor dapat terus memperkuat komitmen dalam menjaga keselamatan ibu dan bayi. Mari bersama-sama kita wujudkan Kota Bogor yang sehat, tangguh, dan peduli terhadap generasi masa depan. [] Bogor, 29 Oktober 2025 Kepala Dinas  Kesehatan Kota Bogor, dr. Sri Nowo Retno, MARS

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top