Kota Bogor

Giant Sea Wall, Tak Cukup Andalkan Teknologi Beton

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Rencana pembangunan Great Giant Sea Wall atau tanggul laut raksasa kembali menuai perhatian publik. Proyek sepanjang 700 kilometer yang digagas pemerintah ini dirancang untuk melindungi pesisir utara Jawa, termasuk Jakarta, dari ancaman banjir rob, abrasi, penurunan tanah, hingga kenaikan muka air laut.

Prof Yonvitner, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, menegaskan bahwa proyek ini memiliki urgensi yang tak terbantahkan.

Menurutnya, setiap pemerintahan selalu memiliki megaproyek strategis.  Great Giant Sea Wall menjadi prioritas era Presiden Prabowo setelah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di era Presiden Jokowi.

“Megaproyek ini perlu terkonsolidasi dengan baik. Jangan sampai mengulangi kesalahan proyek masa lalu yang terbengkalai di tengah jalan. Panjangnya 700 km, melintasi Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur. Ini seperti pembangunan Jalan Anyer-Panarukan zaman Daendels, panjang dan kompleks,” ujarnya, Selasa (15/7/2025).

Baca juga  Bima Arya Sebut Kritikan DPRD Sangat Berperan Bagi Pemkot Bogor

Pendekatan Terpadu: Kunci Keberhasilan

Menurut Prof Yonvitner, pembangunan tanggul laut raksasa tidak cukup hanya mengandalkan teknologi beton (grey technology). Diperlukan pendekatan terpadu berbasis Integrated Coastal Management (ICM), yaitu pengelolaan kawasan pesisir secara menyeluruh, mulai dari pemetaan risiko, perencanaan fungsi kawasan, hingga pelibatan seluruh pemangku kepentingan.

“Great Giant Sea Wall bukan sekadar beton raksasa. Ada kawasan yang perlu pendekatan green dan blue technology seperti penanaman mangrove, rumah apung, dan transportasi laut. Semua harus diidentifikasi sejak awal,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik berbeda. Jawa Tengah banyak area labil, sedangkan pesisir selatan Jawa relatif lebih stabil. Oleh karena itu, konstruksi, kedalaman, hingga kekuatan bangunan harus dirancang presisi sesuai kondisi setempat.

Baca juga  Sekjen Gerindra Ahmad Muzani Tanya Kader di Bogor terkait Persiapan Pemilu 2024

Tantangan Pembangunan

Prof Yonvitner menyoroti tantangan besar proyek ini, mulai dari pembiayaan yang sangat besar, koordinasi lintas lembaga dan pemerintah daerah, hingga literasi masyarakat pesisir.

“Jika daerah tidak memahami secara utuh proyek ini, maka akan sulit diimplementasikan. Pendekatan ICM yang sukses di negara lain mewajibkan pemerintah daerah memahami detail teknis pembangunan di wilayah mereka,” ungkapnya.

Selain itu, dampak lingkungan pun menjadi kekhawatiran tersendiri. Aktivitas reklamasi dan pengerukan untuk pembangunan tanggul berpotensi meningkatkan kekeruhan laut, merusak habitat ikan, hingga mematikan ekosistem mangrove jika aliran air tawar dan laut terhalang.

“Nelayan akan terdampak. Maka masyarakat harus diajak terlibat, dilatih, dan diberdayakan agar tidak muncul persoalan sosial baru di pesisir,” tegasnya.

Potensi Manfaat dan Risiko

Dari sisi manfaat, Giant Sea Wall diharapkan mampu mengurangi risiko abrasi pantai, banjir rob, hingga hilangnya lahan pertanian di Pantura yang menjadi sentra pangan nasional.

Baca juga  IPB Rangking 41 Dunia Bidang Pertanian, Arif Satria: Perguruan Tinggi Indonesia Mampu Bertarung di Level Global

Namun, dari sisi risiko, jika pembangunan tidak direncanakan matang, bisa menimbulkan masalah baru seperti keterhambatan akses masyarakat dan kematian ekosistem laut.

“Perhitungan jangka panjang penting. Berapa kekuatan konstruksi, umurnya berapa tahun, hingga seberapa besar dampak positif dan negatif terhadap ekosistem dan aktivitas masyarakat,” paparnya.

Menutup penjelasannya, Prof Yonvitner berpesan agar literasi publik tentang proyek ini diperkuat. Menurutnya, keterlibatan masyarakat, akademisi, dan pemerintah harus dioptimalkan agar megaproyek ini tidak hanya menghabiskan anggaran, tetapi benar-benar bermanfaat.

“Mari kita support penyelamatan pesisir dengan mekanisme yang jelas, peruntukan yang jelas, dan keterlibatan semua pihak. Jangan sampai proyek besar ini menimbulkan kerusakan ekosistem tanpa hasil yang bisa dinikmati masyarakat,” tutupnya. [] Hari/IPB

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top