Kab. Bogor

Menilik Pura Parahyangan Agung Jagatkarta di Kaki Gunung Salak

Oleh: Muhammad Tabah Ar-Rasyid
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB

Pagi itu, langit Dramaga tampak malu-malu untuk menampilkan matahari dari persembunyiannya. Semilir angin bertiup menambah kesan sejuk di Pagi hari itu. Hari itu, saya diminta untuk membantu teman saya menjadi seorang Videografer untuk tugasnya yaitu mendatangi dan memperkenalkan tradisi kebudayaan yang ada di Kabupaten Bogor.

Semalam, kami sepakat untuk mendatangi Kampung Wisata Cinangneng yang akan dijadikan latar untuk pengambilan video karena terdapat banyak hal yang bisa dieksplor disana mengenai kebudayaan.

“Wah, maaf Dek, ini cuma bisa untuk rombongan aja, kalau buat perorangan belum bisa. Ini bisa dilihat disini untuk paket-paketnya”

Begitulah kata sang penjaga ketika kami menghampiri loket yang ada di Kampung Wisata Cinangneng. Dunia memang seringkali memberi kejutan, ternyata Kampung Wisata Cinangneng tidak bisa dikunjungi secara perorangan melainkan hanya untuk rombongan.

Kami pun akhirnya berdiskusi untuk mengganti destinasi yang akan kami kunjungi. Setelah melakukan pencarian melalui Google dan Tiktok akhirnya kami menemukan satu destinasi yang akan kami jadikan sebagai latar Video, yaitu Pura Parahyangan Agung Jagatkarta yang berada di Tamansari, Kabupaten Bogor.

Kami pun langsung bergegas untuk menuju Pura tersebut, kami langsung melanjutkan perjalanan yang kebetulan searah dengan Kampung Wisata Cinangneng. Perjalanan terasa menyenangkan. Udara pagi yang segar dan sejuk menemani kami melewati jalanan kecil yang dikelilingi pepohonan rindang.

Menuju Pura Parahyangan Agung Jagatkarta

Di sepanjang perjalanan, kami melewati pemukiman warga yang mulai sibuk dengan aktivitas pagi mereka, beberapa terlihat menyapu halaman, ada yang berjualan di warung kecil, dan tak sedikit yang sekadar duduk santai di teras rumah mereka. Setelah itu, kami memasuki gang kecil yang akhirnya mempertemukan kami dengan sebuah jembatan gantung yang dibawahnya mengalir sungai yang deras nan indah. Deru air yang menghantam bebatuan menciptakan suara alami yang menenangkan, seolah menjadi musik latar perjalanan kami.

Baca juga  Ade Yasin Puji PKU MUI Kabupaten Bogor Jadi Role Model Nasional

Di ujung jalan akhirnya kami keluar dari gang tersebut dan kembali ke Jalan Utama. Tak lama, mata kami dimanjakan oleh hamparan sawah hijau yang membentang luas di sisi jalan, berpadu dengan kebun-kebun yang tertata rapi. Sesekali, terlihat para petani yang tengah sibuk menggarap ladang mereka.

Tak terasa jarak kami dengan Gunung Salak semakin dekat hingga sepanjang perjalanan kami dapat melihat gunung salak yang berdiri kokoh dengan diselimuti awan di puncaknya. Hawa dingin mulai terasa menusuk kulit, pertanda bahwa kami semakin dekat dengan kaki gunung.

Gerbang megah yang Menyambut

Setelah perjalanan panjang akhirnya kami sampai di Area Pura Parahyangan Agung Jagatkarta. Pura Parahyangan Jagatkarta memiliki gerbang yang megah, seakan menyambut siapa saja yang ke Pura tersebut. Udara sejuk semakin terasa, membalut kami dengan keheningan yang syahdu. Kami melihat beberapa umat Hindu yang datang dengan pakaian adat, membawa sesajen dan dupa, siap melaksanakan ritual persembahyangan.

Awal mula pembangunan Pura

Parahyangan Agung Jagatkarta berawal dari keinginan sekelompok umat Hindu untuk memiliki Pelinggih yang tenang dan sejuk. Bagi mereka, pelinggih adalah tempat untuk bersembahyang dan bermeditasi yang jauh dari hiruk-pikuk agar dapat lebih fokus dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Keinginan tersebut semakin terealisasi berkat dukungan dari berbagai pihak, hingga akhirnya berkembang menjadi rencana untuk mendirikan sebuah pura besar.

Baca juga  Polres Bogor Bantah Halangi Tersangka Narkoba KPJ Didampingi Pengacara

Proses pembangunan pura memakan waktu hingga 10 tahun. Dimulai pada tahun 1995 yang ditandai dengan dibuatnya sebuah candi tepat di lokasi petilasan Prabu Siliwangi, Raja Sunda dari zaman keemasan Kerajaan Hindu Pajajaran. Hingga pada 2005, pura ini diresmikan berdiri dengan nama Pura Parahyangan Agung Jagatkartta.

Ini adalah pengalaman pertama saya untuk datang ke tempat peribadatan umat Hindu. Ada perasaan takut untuk tidak diterima dan bahkan diusir dari tempat tersebut karena takut dianggap mengganggu mereka yang sedang bersembahyang. Akhirnya saya meminta izin kepada penjaga Pura tersebut dan menyampaikan tujuan saya untuk mengambil beberapa footage video.

“Silakan saja, asal tetap menjaga ketenangan di dalam area Pura dan jangan naik ke tempat peribadatan yang atas, ya. Kalian boleh sampai tiga tangga pertama saja, Ibaratnya kalau di Masjid itu sebagai batas suci” Kata seorang penjaga yang kami pun tidak sempat bertanya siapa nama Beliau.

Kami akhirnya lanjut untuk menaiki anak tangga di gerbang Pura tersebut. Wangi dupa yang tertiup angin makin menusuk hidung kami dan memberikan kesan syahdu. Satu persatu kami naiki anak tangga dan semakin jelas keindahan pemandangan alam dari atas.

Kami akhirnya memasuki area pelataran Pura. Pelataran tersebut dipenuhi dengan rumput hijau yang sangat menyegarkan mata. Di Pelataran tersebut ada dua orang Bapak tua yang berbaju putih, Nampaknya beliau adalah seorang pedagang yang menjual peralatan untuk sembahyang dan yang satunya lagi adalah seorang fotografer yang membantu para pengunjung untuk mengabadikan momennya di Pura.

Baca juga  Ketua DPRD Kabupaten Bogor Positif Covid-19, Instruksikan Swab Massal

Pura Parahyangan Agung Jagatkarta terdiri dari berbagai bangunan. Tetapi, kami hanya diperbolehkan untuk berada di pelataran dan Aula pertemuan besar yang sepertinya digunakan ketika ada perayaan maupun upacara adat.

Sembari mengambil footage video kami pun mengamati arsitektur pura yang khas. Setiap sudut bangunan dipenuhi dengan ukiran-ukiran rumit yang terpahat dengan begitu detail, mencerminkan nilai seni dan spiritualitas yang tinggi. Kami yakin, setiap pola dan motif yang terukir memiliki filosofi yang bermakna.

Sejenak kami beristirahat di aula tersebut sambil memandangi hamparan hijau yang sangat asri. Angin sepoi-sepoi bertiup lembut, menggoyangkan batang bambu yang tumbuh subur di sekitar pura. Suara gesekan daun-daunnya menciptakan irama alami yang menenangkan, seolah-olah alam sedang memainkan melodi.

Perjalanan Pulang di Bawah Rintik Gerimis
Tak terasa, rintik gerimis pun mulai turun dari langit yang mendung. Kami pun memutuskan untuk pulang sebelum hujan deras mengguyur, karena kami khawatir perjalanan akan tertutup kabut dan menyulitkan kami untuk melihat jalan. Kami pun berpamitan kepada penjaga Pura tersebut dan mengucapkan terima kasih sudah diizinkan untuk masuk dan mengambil video.

Akhirnya kami menuruni tangga dan berjalan meninggalkan pelataran pura. Perjalanan menuju Pura Parahyangan Agung Jagatkarta bukan sekadar perjalanan biasa, melainkan pengalaman yang membuka wawasan tentang keindahan budaya dan spiritualitas umat Hindu di Indonesia.

Dari perjalanan ini, saya belajar bahwa keberagaman bukanlah sekadar kata-kata, tetapi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tempat ini mengajarkan ketenangan, kesederhanaan, dan rasa hormat terhadap tradisi yang sudah mengakar sejak lama.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top