Nasional

Kelas Jalan Tidak Dibenahi, Zero ODOL Tidak Dapat Diterapkan

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Permasalahan Over Dimension Overload (ODOL) tidak akan pernah terpecahkan jika tidak ada pembenahan terhadap kelas jalan seperti yang ada saat ini.

Sementara, pemerintah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memperbaiki kelas jalan yang menjadi penentu utama dari peningkatan daya saing logistik Indonesia yang hingga saat ini masih jauh tertinggal dari negara tetangga.

Ketua Majelis Profesi dan Etik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Taufik Mulyono, mengatakan salah satu problem yang harus diselesaikan pemerintah jika benar-benar ingin menerapkan Zero ODOL adalah masalah status dan fungsi jalan yang masih carut-marut dan tidak jelas.

Menurutnya, ini merupakan problem klasik yang masih belum diselesaikan hingga saat ini.

Masalahnya, lanjut Agus pabrik untuk komoditi ekspor itu tidak ada yang berada di kota. Semua berada di desa atau kecamatan. Sehinggaa ketika mengangkut barang dari pabrik-pabrik itu menuju pelabuhan utama, truk-truk itu pasti akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional).

Baca juga  Jadwal SIM Keliling di Kota Bogor Minggu 30 April 2023

“Tidak hanya statusnya, truk-truk itu juga pasti akan melalui jalan-jalan yang fungsinya juga berbeda. Mulai lingkungan primer atau jalan lokal, kolektor 3 atau jalan kabupaten, kolektor 2 atau jalan provinsi, dan kolektor 1 atau jalan arteri,” katanya.

Selain fungsi dan status, kelas jalan yang dilalui truk-truk itu dari pabrik menuju pelabuhan utama juga beda. Ada jalan kelas 3, kelas 2, dan kelas 1.

“Saat melalui jalan yang berbeda-beda itu, truk-truk itu tidak mungkin akan menurunkan barang-barang bawaannya saat akan pindah jalan. Apalagi, saat membongkar muatannya itu, dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat untuk mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat,” jelasnya.

“Masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” tambahnya.

Fakta-fakta seperti inilah yang menurut Agus akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan yang ada di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar .

Baca juga  Populisme Donald Trump, Akankah Menjadi Sikap Pemkab dan Pemkot Bogor?

“Jadi, carut-marut antara kelas, fungsi dan status jalan inilah sebetulnya yang menjadi penyebab hancur-hancuran jalan itu. Artinya, penerapan kelas jalan itu tidak sesuai dengan penerapan status jalannya,” ujarnya.

Sementara, Direktur Jenderal Bina Marga dan Cipta Karya Kementerian PUPR, Hedy Rahadian menuturkan pemerintah sulit untuk merealisasikan perbaikan kelas jalan ini karena minimnya anggaran dari pemerintah pusat dan daerah.

“Ini harus sepakat, karena menaikan kelas jalan itu menimbulkan dampak kebutuhan anggaran jalan. Jadi, anggaran jalan harus dinaikan juga,” ungkap Hedy Rahadian

Ia menyebut bahwa akan menjadi masalah baru apabila kelas jalan ditingkatkan namun pemerintah tidak memiliki anggaran untuk merawatnya.

Artinya, kata Hedy jalan yang dibangun akan menjadi percuma bila biaya pemeliharaannya tidak dipikirkan. Meski dia memahami bahwa peningkatan kelas jalan dibutuhkan agar angkutan logistik dapat melintas dengan lancar agar dapat menekan ongkos logistik.

Baca juga  4 Hari Tak Nampak, Ternyata Laki - laki di Desa Iwul Bunuh Diri

“Namun, apabila pemerintah tidak memiliki anggaran untuk memelihara jalan tersebut maka akan percuma. Kalau negara nggak mampu memelihara lalu rusak, biaya logistik juga jadi tambah mahal,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia pun meminta agar semua pihak berkepentingan duduk bersama guna membicarakan hal tersebut.

Intinya, lanjut Hedy, bagaimana mencapai titik temu antara kualitas jalan dan ongkos logistik.

“Kita bicarakan mau mempunyai jalan yang seperti apa dan bagaimana. Kita coba mendapatkan titik optimumnya, negaranya mampu dan biaya transportasinya juga tidak terlalu mahal,” tukasnya.

Menurutnya, bukan perkara mudah untuk menaikan kelas jalan di Indonesia. Peningkatan kelas jalan harus didukung oleh beberapa regulasi mulai dari Undang-Undang Lalu Lintas sampai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub).

“Itu dulu yang harus diubah. Tapi perubahan itu juga harus ada kajian, jangan sembarangan, apalagi kemudian nggak ada anggarannya,” tutupnya. [] Ricky

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top