Kab. Bogor

56 Persen Peserta BPJS Mandiri Menunggak  

BOGOR-KITA.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cibinong mencatat sekitar 56 persen peserta BPJS mandiri masih menunggak pembayaran. Saat ini jumlah peserta mandiri sendiri tercatat sebanyak 1.040.000 penduduk.

Peserta mandiri adalah peserta BPJS yang diperuntukan untuk warga masyarakat mampu yang bersataus sebagai pekerja bukan penerima upah (PBPU), peserta mandiri diwajibkan membayar iuran bulanan yang besar kecilnya disesuaikan dengan kelas BPJS yang diambil (kelas I, II atau III), peserta mandiri juga akan mendapatkan kartu BPJS yang dapat digunakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dari BPJS.

Pejabat Sementara Kepala BPJS Kesehatan Cibinong, Aghif Qanitya Dirfy Azhari mengatakan, secara keseluruhan, yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu ada 3.367.585 orang di Kabupaten Bogor.

“Dari 1.040.000 peserta mandiri itu sekitar 56 persennya menunggak,” kata Aghif kepada, Jumat (26/7/2019).

Sementara, BPJS Kesehatan Cibinong menyebut pembayaran iuran per bulan dari para peserta akan sangat membantu peserta lainnya. Melalui semangat ‘Dengan Gotong Royong Semua Tertolong’ yang menjadi  slogan BPJS, Aghif mengungkapkan, iuran peserta bisa membantu peserta yang mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD), sesar hingga kanker.

“Iuran yang dibayar 80 orang peserta sehat bisa membantu 1 pasien DBD. Lalu 135 peserta bisa membantu 1 pasien sesar. Dan iuran 1.253 peserta bisa membantu 1 pasien kanker,” ungkap Aghif.

Untuk iuran peserta sendiri, Aghif menegaskan hal tersebut merupakan keputusan pemerintah pusat selaku pemangku kebijakan. Namun, dia memastikan tinggi rendahnya iuran per bulan peserta yang ada di kelas I,III dan III tidak ada perbedaan dalam pelayanan. 

Baca juga  Pemkab Bogor Selesaikan Pensertifikatan Aset Pemda Terbanyak Ketiga Se-Indonesia

“Kelas I itu Rp80 ribu per bulan. Kelas II Rp51 ribu. Kelas III Rp25 ribu per bulan yang berlaku sejak 1 April 2016. Dan untuk PBI peserta yang dibantu pemerintah, itu per bulannya Rp23 ribu. Semua mendapatkan pelayanan yang sama. Hanya saja kamar atau ruang rawatnya berbeda. Tapi pelayanan, semua sama,” tegas dia.

Sementara, Humas BPJS Kesehatan Cibinong, Wahyo Biantoro mengimbau masyarakat segera mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS. Karena ini akan sangat diperlukan ketika sakit atau membutuhkan pertolongan rumah sakit segera.

“Jadi kejadiannya sejauh ini banyak masyarakat yang membuat BPJS pas mereka sakit dan BPJS nya bisa langsung bisa digunakan. Tapi sesuai aturan BPJS itu berlaku setelah 14 hari kerja. Jadi lebih baik mendaftarkan diri sebelum sakit itu tiba,” imbaunya.

Namun menurutnya, BPJS tersebut berbeda dengan BPJS untuk bayi yang baru lahir. “Kalau untuk bayi yang baru lahir itu bisa langsung digunakan setelah pembuatan. Dengan catatan ibu kandungnya sudah terdaftar sebagai peserta BPJS,” tandasnya.

Diketahui sebelumnya, program BPJS sempat menuai polemik di awal tahun 2019 ini. Saat itu, enam rumah sakit yang memutuskan kerjasama dengan BPJS Kesehatan di Kabupaten Bogor diantaranya RS Citama-Bojonggede, RS Bina Husada-Cibinong, RSIA Annisa-Cibinong, RS Dr. Sismadi-Cileungsi, RSIA Permata Pertiwi-Citeureup, dan RS Asysyifaa-Leuwiliang.

Keenamnya tak lagi melayani peserta BPJS Kesehatan awal tahun 2019 ini.

Baca juga  11 Perusahaan Dalam Negeri, Inves di Tegar Beriman

Berdasarkan informasi bila pembayaran klaim Rumah Sakit tingkat layanan rawat inap dan rawat jalan hingga Sabtu per 1 Desember 2018 melalui situs resmi https://bpjs-kesehatan.go.id total hutang BPJS terhadap ke enam rumah sakit tersebut sebesar Rp 23.212.506.800 atau Rp 23 miliar.

Sementara, ketika PAKAR coba menghubungi pihak BPJS Kesehatan cabang Cibinong, belum ada tanggapan dari humas terkait. Namun berdasarkan informasi, pemutusan enam rumah sakit dengan BPJS Keaehatan itu berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 99 tahun 2015 tentang Perubahan Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Selain itu, keenam rumah sakit tersebut juga disebut belum menyelesaikan masalah perizinan operasional dan tidak ada rekomendasi dari Kementerian Kesehatan republik Indonesia. Adapun rumah sakit yang belum selesai dalam hal izin operasionalnya, antara lain RS Citama, sedangkan lima rumah sakit lainnya, RS Bina Husada, RSIA Annisa, RS Dr. Sismadi, RSIA Permata Pertiwi dan RS Asysyifaa karena tidak ada rekomendasi dari Kementerian Kesehatan.

Penghentian ini pun kabarnya hanya sementara sambil menunggu izin operasional dan rekomendasi keluar.

Polemik pemutusan kerjasana enam rumah sakit swasta di Kabupaten Bogor dengan BPJS Kesehatan pun ditanggapi serius, anggota DPRD Kabupaten Bogor, Habib Agil Bin Salim Alatas.

Dia menyebut, pihaknya sebagai wakil rakyat menginginkan penjelasan yang konkret terkait hal ini. Menurutnya, pemutusan kerjasama tersebut hanya sepihak tanpa adanya koordinasi dan pemberitahuan kepada anggota Dewan diderah.

“Pemutusan ini saya anggap sepihak, dan apa masalahnya. Dan kami minta segera penjelasan dari rumah sakit tersebut, apa alasannya berikut dengan pihak BPJSKesehatan hingga memutus kerjasama,” kata Habib kepada wartawan.

Baca juga  Berbuka Puasa Ala Timur Tengah di Neo Hotel Sentul City 

Anggota Fraksi Restorasi Kebangsaan itu mengungkapkan, jika pemutusan kerjasama ini disebabkan kinerja BPJS Kesehatan atau utang mereka kepada rumah sakit, maka cara terbaik yang dilakukan adalah duduk bersama.

“Masyarakat peserta BPJS yang paling dirugikan dalam hal ini. Mereka diminta bayar setiap bulannya, kalau telat pasti dikenakan denda. Tapi malah dibikin susah,” ungkapnya.

Habib menganggap, jika pemutusan kerjasama oleh BPJS Kesehatan terhadap enam RS swasta di Kabupaten Bogor itu karena masalah tunggakan, itu sangat tidak masuk akal. “Tapi dalam persoalan itu, saya ingin sekali mendengarkan statement soal tunggakan itu dari BPJS. Intinya saya meminta penjelasan sejelas jelasnya, karena saya seperti ini dipilih rakyat maka itu dewan ada untuk rakyat juga. Dan saya tegaskan juga BPJS dan Dinas Kesehatan dipanggil secepatnya oleh DPRD,” tegasnya. 

Sejauh ini, Politisi PPP itu mengaku DPRD Kabupaten Bogor tidak pernah dilibatkan BPJS Kesehatan setiap ada keputusan atau kebijakan yang dilakukan badan penyedia jaminan sosial tersebut.

“Parahnya lagi setiap ada keputusan dari BPJS Kesehatan itu kami di dewan tidak pernah diberi tembusan. Kami ini sebagai wakil rakyat. BPJS itu di kabupaten Bogor hanya tamu dan mereka itu juga program pemerintah pusat seharusnya sowan (berkunjung-red) ke kami di DPRD jika ada keputusan apapun seperti pemutusan kerjasama keenam RS tersebut,” kesal Habib. [] Admin/Pkr

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top