Kesehatan

Raih Gelar Doktor IPB, Hj. Farahdibha Soroti Urgensi Cuti Maternitas 6 Bulan bagi Buruh Perempuan

BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Hj. Farahdibha Tenrilemba resmi meraih gelar Doktor dari Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University, setelah menyelesaikan sidang promosi doktoral yang digelar di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Gedung Rektorat IPB Dramaga, pada Rabu (23/7/2025).

Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia (Urindo) ini mengangkat disertasi berjudul “Pengaruh Promosi, Sikap, Kebijakan, dan Penilaian Cuti Maternitas terhadap Kesejahteraan Pekerja Perempuan.”

Dalam disertasinya, Farahdibha menyoroti keterbatasan cuti maternitas yang hanya berdurasi tiga bulan bagi pekerja perempuan, padahal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan.

“Pekerja perempuan hanya mendapatkan cuti tiga bulan. Bahkan itu sudah dipotong satu setengah bulan sebelum melahirkan. Akhirnya, bayi belum genap dua bulan sudah harus ditinggal bekerja,” ujarnya.

Baca juga  Ramadan, Pemkot Bogor Ganti Apel Jadi Pengajian di Masjid

Penelitiannya fokus pada buruh perempuan di industri garmen yang sebagian besar berada di Bandung. Ia pun mengunjungi empat pabrik garmen untuk mengumpulkan data dan melihat langsung bagaimana kondisi buruh perempuan dalam memperoleh hak maternitas.

“Karena IPB menekankan keberpihakan pada kelompok termarjinalkan, saya memilih buruh pabrik, terutama di sektor garmen, karena 80 persen pekerjanya perempuan,” jelasnya.

Ia mendorong agar pemerintah meninjau ulang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. Menurutnya, pemberian cuti selama tiga bulan belum cukup, dan semestinya enam bulan menjadi standar minimal agar ibu bisa pulih, menyusui, dan memberikan pengasuhan yang optimal.

Selain durasi, Farahdibha juga mengusulkan adanya fleksibilitas kerja bagi ibu pascamelahirkan, seperti skema work from home (WFH), waktu kerja yang fleksibel, hingga sistem pembiayaan cuti yang kolaboratif antara pemerintah, asuransi sosial, dan perusahaan.

Baca juga  Dorong Zero Waste, Mahasiswa IPB University Gelar Edu Green Village

“Cuti berbayar menjadi beban perusahaan. Ini membuat banyak perusahaan enggan memberi cuti lebih dari tiga bulan. Maka dibutuhkan skema pembiayaan lintas sektor agar lebih adil,” terangnya.

Farahdibha juga menegaskan bahwa kebijakan cuti maternitas harus dipahami dalam konteks kesetaraan gender yang adil.

“Kesetaraan bukan berarti perempuan diperlakukan sama seperti laki-laki, tapi memahami bahwa perempuan punya kondisi biologis seperti hamil, melahirkan, dan menyusui yang membutuhkan dukungan khusus,” tandasnya.

Ia merujuk standar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang menetapkan minimal cuti hamil 14 minggu. Namun, ia menilai Indonesia seharusnya bisa mengadopsi kebijakan enam bulan seperti beberapa negara lain demi mendukung hak-hak reproduksi perempuan.

“Cuti maternitas enam bulan adalah ideal,” tutupnya. [] Ricky

Baca juga  Ngabubu-Read di Taman Bacaan, Optimalkan Akhlak Anak-anak
Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top