Kota Bogor

Prof. Muhammad Luthfi Dikukuhkan jadi Guru Besar Ilmu Susastra UI

BOGOR-KITA.com, DEPOK – Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Prof. Muhammad Luthfi, M.A., Ph.D dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Susastra pada hari Sabtu, 10 Desember 2022, berdasarkan Surat Keputusan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) tertanggal 1 September 2022.

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Sastra sebagai Media Diplomasi dalam Upaya Memperoleh Pengakuan Kemerdekaan”, Prof. Luthfi menjelaskan tentang peran politik sastra dalam diplomasi budaya.

Belajar dari kesusastraan Arab pada jaman Pra-Islam maupun pada masa Dinasti Umayah sekitar akhir abad ke-7 Masehi, sastra dan sastrawan mempunyai arti penting secara sosial dan politik.

Kesusastraan Arab juga berperan dalam revolusi kebudayaan pada masa pendudukan Napoleon Bonaparte di Mesir (1798 – 1801). Napoleon datang ke Mesir tidak hanya membawa pasukan tentara, namun juga membawa 167 ilmuwan dan mesin cetak, lalu mendirikan lembaga ilmiah dengan nama Institute d’Egypte yang terbagi dalam beberapa bidang, termasuk ilmu sastra dan seni. Lembaga ini mengelola penerbitan Le Decade Egyptienne yang menerbitkan majalah, surat kabar, dan buku-buku termasuk karya sastra.

Baca juga  Dilantik Pagi Ini, Ini Profil Syarifah Sekda Perempuan Pertama Kota Bogor

Buku-buku yang diterbitkan oleh lembaga tersebut selain membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan juga memperkenalkan ideologi baru mengenai tata negara yang berasal dari ide-ide dalam revolusi Perancis yang dikenal dengan semboyan Liberty, Equality, and Fraternity (Kebebasan, Keadilan, dan Persaudaraan).

Ideologi baru tersebut menjadi pendorong kebangkitan kesusastraan Arab modern yang akhirnya memicu lahirnya revolusi kebudayaan di Mesir dan dunia Arab pada umumnya.

Prof. Luthfi mengungkapkan bahwa penggunaan sastra sebagai media untuk mengekspresikan ide sosial, maupun politik merupakan sesuatu yang lazim digunakan dan ditemukan dalam dunia sastra semua bangsa. Tidak terkecuali di dunia sastra Arab maupun Indonesia.

Sastrawan Arab seperti Mahmoud Darwish, Nizar Qabbani, dan Fadwa Tuqan adalah sastrawan yang menjadikan karyanya sebagai media untuk memperjuangankan pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina.

Baca juga  Plafon Ruang Kelas SDN Cipinang 3 Rumpin Ambruk, Ironi Pendidikan Di Daerah Tambang

Dalam konteks sejarah kemerdekaan Indonesia, ada satu tokoh sastrawan Arab yang turut berperan dalam mendorong pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia. Yaitu Ali Ahmad Bakatsir seorang sastrawan keturunan Hadramaut yang lahir di Surabaya.

Salah satu karya Bakatsir yang bergenre drama berjudul Audatul Firdaus yang dipentaskan di Kairo Mesir menjadi karya yang dianggap sebagai pemantik pengakuan Mesir terhadap kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947.

Seperti diketahui, berdasarkan catatan sejarah, pada tanggal 10 Juni 1947 Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Karya drama yang terdiri dari 4 babak ini menceritakan tentang perdebatan kebangsaan menjelang kemerdekaan Indonesia antara tokoh-tokoh yang menjadi pendukung Sutan Syahrir dan Soekarno dalam cerita.

Ali Ahmad Bakatsir dalam bahasa diplomatis selanjutnya menceritakan bahwa upaya yang dilakukan Syahrir dan Soekarno dalam meraih kemerdekaan bukanlah perbedaan prinsipil melainkan sebuah taktik yang berbeda untuk meraih tujuan bersama, yaitu kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca juga  Kepala SMA Negeri 6 Kota Bogor Sambut Baik Larangan SOTR

Salah satu poin penting dalam cerita drama ini adalah Bakatsir menyebut Soekarno dengan nama Ir. Ahmad Soekarno, sehingga menarik simpati rakyat Mesir dan pemerintah Mesir menganggap bahwa sudah selayaknya negara Mesir mendukung dan mengakui kemerdekaan negara yang dipimpin oleh seorang muslim, yaitu Ahmad Soekarno.

Tema diplomasi budaya yang diangkat dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar ini sesuai dengan latar belakang Prof. Luthfi, yang selain berkhidmat sebagai pengajar di Program Studi Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, juga pernah menjadi Diplomat yaitu Ketika menjabat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di Kedutaan Besar RI di Riyadh, Saudi Arabia 2009-2013. Kajian tentang Sastra dan Diplomasi Budaya belum banyak dikembangkan, sehingga apa yang disampaikan oleh Prof Luthfi dalam orasi ilmiahnya sangat besar kontribusinya terhadap perkembangan kajian kesusastraan, terutama kesusastraan Arab, saat ini.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top