Polisi Amankan 5 Pelaku Kekerasan Remaja Putri di Sempur
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Polresta Bogor Kota mengamankan lima orang pelaku kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja putri di kawasan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor yang sempat viral di media sosial (medsos) beberapa waktu lalu.
Kelima pelaku tersebut adalah SL (17) putus sekolah asal Cijeruk, Kabupaten Bogor, JR (12) pelajar kelas 8 warga Cikaret, DS (14) putus sekolah, CC (14) pelajar baru tamat SMP dan TT (14) kelas 9 Pasir Jaya.
Kapolresta Bogor, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro memaparkan kronologis terjadinya kekerasan tersebut. Ia juga mengungkapkan, bahwa tiga Minggu lalu terjadi perselisihan antar korban dan pelaku dalam satu group yang bernama Al Empang Pusat beranggotakan 17 orang.
Menurutnya, korban dituduh telah menjadi faktor pemicu perselisihan dengan kelompok lain oleh SL dan JR. “Pelaku beberapa kali ingin mengklarifikasi kepada korban hingga pada Minggu (26/6/2022) terjadi perundungan,” ucap Susatyo saat rilis di Mako Polresta Bogor Kota, Rabu (29/6/2022).
Ia mengatakan, bahwa pihaknya menerima laporan dari orang tua korban. Setelah dilakukan visum korban mengalami luka memar bagian kepala.
Karena korban dan pelaku masih dibawah umur, untuk itu, pihaknya bersama Balai Pemasyarakatan (Bapas) kelas II Bogor dan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) melaku diversi.
“Kepentingan anak adalah yang utama, diharapkan kedepan tidak terjadi lagi hal serupa bahwa pengawasan dan pendidikan keluarga yang penting,” katanya.
Selain lima orang pelaku, kata Susatyo, pihaknya juga memeriksa empat orang saksi, salah satunya NT yang memvideokan serta menyebarkan di medsos pribadinya. Untuk itu kami menyita handphone dan akun NT serta pakaian para pelakunya.
“Untuk istilah Anak Berhadapan Hukum (ABH) ada diversi, ada restoratif justice yang akan kami lakukan termasuk konseling psikologi pelaku dan korban sehingga kami berharap anak-anak ini masih bisa dilakukan pembinaan dan pendidikan untuk tidak melakukan hal-hal semacam ini,” tegasnya.
Ia menjelaskan, bahwa pihaknya tidak melakukan penahanan, hanya diharuskan wajib lapor. “Ya, kami tidak menahan para tersangka, hak anak harus kami perhatikan. Kami mengimbau bahwa pendidikan dan pengawasan anak oleh keluarga membutuhkan kepedulian orang tua dan lingkungan. Jangan sampai melakukan hal-hal yang menurut mereka biasa, padahal itu melanggar hukum,” terangnya.
Sementara itu, Pembimbing Kemasyarakatan pada Bapas Kelas II Bogor, Julizar Jusuf Hutahaean menuturkan, berhubungan dengan adanya ABH dari Bapas memang diwajibkan mendampingi anak ini pada disetiap tahap, mulai pemeriksaan kepolisian, pelimpahan ke kejaksaan dan persidangan.
“Untuk ancaman hukuman dibawah 7 tahun wajib dilaksanakan diversi pada pelaku anak. Kalau tidak ada sepakat di Polresta, nanti dilakukan kembali di kejaksaan, kalau tidak juga sebelum sidang dilaksanakan diversi. Tapi itu tadi bisa dilakukan tapi harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak,” tutur Julizar.
Untuk pembinaan, lanjut dia bisa dilakukan apabila telah selesai diversi atau setelah selesai adanya kesepakatan. Kalau keluarga korban mau memaafkan, bisa diversi dibuatkan berita acara untuk salah satunya ke pengadilan negeri,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Pendamping UPTD PPA, Aldie Wijaya menjelaskan, UPTD PPA sekedar konseling untuk korban trauma healing dan kalau pelaku akan di edukasi. Pihaknya akan mengecek psikologis korban, setelah ada hasil baru ditentukan tindakan apa yang dilakukan.
“Kalau kondisi anak masih penggalian tim kami, seperti apa nantinya akan kita lakukan langkah-langkah kedepannya. Hari ini kami lakukan pertemuan dengan keluarga korban,” tandasnya. [] Ricky