BOGOR-KITA.com, DRAMAGA – Pengembangan desa gambut perlu tetap memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan mengacu pada kaidah-kaidah sains, karena sains merupakan alat atau instrumen yang dapat digunakan dalam mengelola bumi dan kehidupan.
Hal itu dikemukakan Rektor IPB Prof Dr Arif Satria saat membuka acara Webinar Nasional Masa Depan Perlindungan SDA Berbasis Desa Gambut dalam Pembangunan Nasional yang diselenggarakan oleh Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS), IPB University pada Senin (30/6/2020).
Arif Satria memandang persoalan gambut dan sumberdaya alam tidak bisa diselesaikan dengan satu bidang disiplin ilmu saja. “Era sekarang ini adalah era kolaborasi artinya harus menggunakan pendekatan transdisiplin ilmu antar berbagai pengetahuan. Oleh karena itu di IPB telah dikembangkan sustainability science dengan prisip-prinsip transdisiplin. Pendekatan transdisiplin memuat kepentingan hybrid antar kepentingan ekologi, ekonomi, sosial, politik dan budaya yang bersumber dari local knowledge dan local wisdom,” kata Arif Satria.
Dikatakan Arif, pendekatan transdisiplin tidak hanya berdasarkan pada rasionalitas ekonomi tetapi juga rasionalitas moral yang menjadi penyeimbang dalam setiap tindakan pemanfaatan sumberdaya alam. Sustainability science mengadopsi pendekatan konstruktivisme yang membuat pengelolaan sumberdaya alam lebih adil, mengedepankan prinsip keadilan dan menjaga keberlanjutan serta lebih bijak dalam mengelola sumberdaya alam.
Arif menjelaskan pada tataran empiris, sering kita temukan dilema peran negara dalam pengelolaan SDA. Hal ini karena pada hakekatnya negara mempunyai dua peran yaitu sebagai environment protection (pelindung lingkungan), dan pada saat yang sama juga sebagai agent of development. Kedua peran tersebut ibarat rem dan gas. “Untuk itu negara harus memperhatikan sains untuk menyeimbangkan kedua peran tersebut dalam setiap pengambilan kebijakan. Terkait dengan hal itu, modernisasi ekologi merupakan pendekatan penting karena rasionalitas ekologi dan rasionalitas ekonomi tidak selalu harus dipertentangkan tetapi juga bisa dinegosiasikan dan dikompromikan,” ujar Rektor IPB.
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Drs A Halim Iskandar bahwa pembangunan kita harus senantiasa tumbuh dengan tetap menjaga keseimbangan ekologi. Keseimbangan ekologi menjadi bagian penting dalam pembangunan desa, terutama kaitannya dengan desa berbasis gambut.
“Desa yang ada di wilayah gambut yaitu sejumlah 333 desa, dengan karakteristik yang berbeda dengan desa pada umumnya, sehingga ini menjadi perhatian penting Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, RI sebagai salah satu basis perencanaan pembangunan,” ungkap Halim Iskandar.
Sementara Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Retorasi Gambut Dr. Myrna A Safitri, menegaskan bahwa Badan Restorasi Gambut (BRG) memiliki peran untuk memberikan solusi pada masyarakat, salah satunya dengan program Desa Mandiri Peduli Gambut. Program ini merupakan salah satu bagian dari fungsi menghimpun, mengedukasi dan mengkoordinasikan partisipasi dan dukungan masyarakat dalam restorasi gambut. Ia juga mengemukakan peran penting sains dalam hal ini yang perlu didukung oleh data. Oleh karena itu, BRG juga membangun basis data yang kuat untuk mendukung pengambilan kebijakan.
Terdapat 525 desa gambut yang tersebar di tujuh provinsi yang sudah diberdayakan melalui program Desa Peduli Gambut. Program ini merupakan pengalaman empirik yang dapat dijadikan sebagai model dalam perencanaan dan pelaksanaan program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG) yang sudah diadopsi oleh Bappenas dalam RPJMN 2019-2024.
Pembelajaran penting yang dapat diadopsi dalam pengelolaan ekosistem gambut berbasis desa gambut antara lain lanskap ekosistem gambut dan upaya restorasinya, pengelolaan berbasis masyarakat, aksi kolaboratif lintas pemangku kepentingan, pengaturan kelembagaan, keberlanjutan produksi dan riset aksi dan efektifitas pemberdayaan.
Sementara itu, Dr. Arifin Rudiyanto Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam. Kementerian PPN/Bappenas, dalam paparannya menegaskan arah kebijakan nasional terkait restorasi gambut yaitu melalui integrasi dalam merumuskan solusi (pendekatan transdisiplin), perbaikan kelembagaan dan pelibatan masyarakat, perbaikan skema pendanaan serta perbaikan kemampuan teknis di tingkat tapak.
Dr. Suryo Adi Wibowo pakar ekologi politik dari IPB University, menyampaikan urgensi Pengelolaan Sumberdaya Alam berbasis Masyarakat dari Perspektif Ekologi Politik. Salah satu poin penting yang disampaikan adalah pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan, metode ilmiah dan data sebagai landasan penting untuk legitimasi akses terhadap sumber daya alam termasuk ekosistem gambut/hutan rawa. Selain itu, diperlukan komitmen politik dari pimpinan nasional hingga lokal, memperbaiki tata kelola, lobby internasional, penegakkan hukum, membangun kolaborasi & kekuatan kolektif, serta memperkuat strategi nafkah di tingkat lokal/desa, merupakan agenda penting.
Pada tataran empiris Dr Wan Muhammad Yunus selaku Kepala Bappeda Siak Riau mengatakan pentingnya komitmen atau political will dari pemangku kebijakan. Komitmen tersebut antara lain diwujudkan dengan tidak memberikan izin baru terhadap pembangunan industri di pinggiran Sungai Siak, perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Selain itu Kabupaten Siak pun mencanangkan Pembangunan Kabupaten Hijau yang dituangkan dala RPJMD dengan menjalankan tiga strategi yaitu: 1) kearifan lokal masyarakat, 2) kerjasama dengan LSM setempat, dan 3) pengembangan ecotourism.
Webinar yang dipandu oleh Direktur Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS), IPB University, Dr. Eva Anggraini ini merupakan bagian dari science policy interface serta bentuk komitmen dan upaya IPB berkontribusi dalam pembangunan nasional. [] Hari