Pakar IPB University Jelaskan Pendekatan RIL-C dalam Menekan Angka Emisi Karbon Akibat Pembalakan Hutan Tropis
BOGOR-KITA.com, BOGOR – IPB University bekerja sama dengan Jurnal Manajemen Hutan Tropika, IUFRO (International Union of Forest Research Organization) dan Universiti Putra Malaysia menggelar webinar Internasional “Forest Operation and Climate Change: The RIL-C Approach”, pekan lalu. Webinar tersebut digelar demi menjawab dan memberikan pemahaman bersama akan peran utama metode pembalakan RIL-C (Reduced-Impact Logging for Climate) untuk menekan dampak negatif pembalakan hutan dan menekan emisi karbon. Sehingga pihak yang terkait dapat beradaptasi terhadap operasi panen yang mampu mengoptimalkan reduksi karbon dengan biaya seminimal mungkin.
“Diskusi RIL-C ini diharapkan dapat menajamkan pemahaman akan manfaat RIL-C. Selain itu, hal ini juga menjadi titik permulaan untuk memberikan praktik terbaik dengan potensi yang terbaik pula dalam menekan emisi karbon,” sebut Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University, Dr Naresworo Nugroho.
Prof Elias, Guru Besar IPB University dari Departemen Manajemen Hutan – Fahutan IPB University memaparkan terkait peran implementasi RIL-C dalam program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). RIL-C adalah pembalakan hutan yang memiliki dampak rendah karbon. Dikatakannya, berbeda dengan metode pembalakan konvensional lainnya, metode RIL-C lebih sistematis dengan mengikuti kriteria manajemen hutan berkelanjutan.
“Tujuannya untuk mendapatkan volume produksi yang cukup per hektarnya sehingga menghindari degradasi hutan dan meningkatkan pertumbuhan stok karbon hutan,” terangnya. Dijelaskannya, teknik felling (penjatuhan pohon) konvensional dinilai tidak ideal secara ergonomis dan membahayakan keselamatan pekerja. Teknik tersebut menurutnya juga menyebabkan kerusakan yang fatal pada sisa tegakan dan menyisakan banyak limbah pembalakan.
Ia juga mengatakan, kontras dengan teknik konvensional, teknik felling RIL dinilai lebih ergonomis dan aman bagi pekerja. Tekniknya yakni dengan membuat open cut dan back cut pada pohon untuk mengarahkan penjatuhan pohon.
“Teknik ini mampu memberikan hasil yang lebih baik dalam mengarahkan jatuhnya pohon dan menghasilkan lebih sedikit limbah pembalakan,” imbuhnya.
Selain teknik dalam penjatuhan dan pemotongan pohon, metode RIL juga diterapkan untuk teknik skidding atau penyadaran. Pada hutan tropis daratan rendah menggunakan sistem traktor, sedangkan pada hutan rawa menggunakan sistem kuda-kuda yang sudah banyak diterapkan di daerah wilayah Indonesia Timur.
Berdasarkan data, kerusakan akibat pembalakan yang ditimbulkan oleh metode RIL dapat diturunkan hingga 50 persen. Maka dari itu, implementasi RIL-C sangat cocok dalam mengelola hutan secara berkelanjutan dalam sistem silvikultur. Walaupun dampaknya tidak dapat terhindarkan, namun tetap dapat ditekan dengan metode RIL-C.
“Dalam penerapan konsep RIL-C, salah satu hal yang penting yakni cara menentukan intensitas pembalakan yang optimal,” sebutnya dalam rilis IPB University.
Pendekatan RIL-C tersebut mengikuti kriteria manajemen hutan berkelanjutan yakni intensitas pembalakan tidak melebihi kapasitas produksi hutan dan tetap menjaga diversitas hutan. Teknologi RIL juga dterapkan dalam tiga langkah pembalakan yakni perencanaan, implementasi, dan setelah pembalakan.
Perencanaan yang strategis dalam implementasi RIL-C dapat dilakukan dengan membagi hutan ke dalam dua zona yakni zona produksi dan non produksi. Diatur juga dalam bentuk area ke dalam blok-blok rencana kerja tahunan.
Berdasarkan hasil penelitian, sisa stok karbon hutan setelah pembalakan menggunakan RIL-C sebesar 77 persen dibandingkan metode konvensional yang menyisakan 45 persen saja. Hal tersebut membuktikan RIL-C dapat mengurangi emisi karbon hingga 51 persen yang diakibatkan oleh metode pembalakan konvensional. Laju pertumbuhan stok karbon pada sisa tegakan dalam área pembalakan RIL juga lebih tinggi daripada metode konvensional. [] Hari