Pakar IPB University: Ekspor Benih Lobster Masih Dibutuhkan untuk Cegah Penyelundupan
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Ekspor benih lobster masih dibutuhkan dan jangan dihentikan.
Hal itu dikemukakan Dr Irzal Efendi, dosen IPB University dari Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dalam rilis IPB University diterima BOGOR-KITA.com, Jumat (4/12/2020) pagi.
Isu ekspor benih lobster mencuat kembali pasca Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) saat itu Edy Prabowo mencabut kebijakan Susi Pudjiastuti yang melarang pengiriman benur ke luar negeri.
“Indonesia dikarunia sumberdaya alam berupa posisi geografis, kondisi oseanografi dan klimatologi yang memungkinkan benih lobster bening (baby lobster atau BL) dalam jumlah yang sangat banyak mendarat di negeri ini secara alami. Ini adalah karunia untuk dimanfaatkan secara bijak untuk kesejahteraan masyarakat, daya saing bangsa serta keadilan sosial. Anugerah ini seharusnya dinikmati oleh sebagian besar masyarakat, bukan oleh pihak asing,” terang Irzal Efendi.
Menurutnya, pemanfaatan lobster secara bijak tersebut bisa dilakukan dengan dua cara yaitu menjaga populasi lobster ini di alam hingga mencapai ukuran konsumsi atau mengambil yang berukuran kecil untuk dipelihara dalam sistem akuakultur. Keduanya bisa dilakukan secara selaras dan tidak dipertentangkan sehingga ketika sistem akuakultur Indonesia belum berkembang maka pemanfaatan ekonomi lobster ini bisa dilakukan dengan mengekspor benih lobster ke negara yang membutuhkan.
“Tentu disertai dengan aturan dalam rangka menjaga kelestarian lobster, meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan daya saing bangsa,” tambahnya.
Dr Irzal mengungkapkan bahwa ekspor benih bening lobster (baby lobster atau BL) ke luar negeri masih dibutuhkan dan jangan dihentikan karena beberapa pertimbangan. Yakni kapasitas wadah produksi (karamba) nasional masih sangat kecil, sementara BL masih tersedia di laut untuk ditangkapi dengan cara yang bijak.
Nelayan dibolehkan oleh peraturan (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020) untuk menangkap BL maka penghentian ekspor BL menyebabkan produksi mereka akan menumpuk di gudang penampungan dan harus segera dikeluarkan. Kondisi demikian akan menumbuhkembangkan praktik penyelundupan yang sesungguhnya ingin diberantas oleh pemerintah.
Seharusnya pemerintah lebih fokus dan serius serta totalitas ke pengembangan budidaya lobster di tanah air. Membuat percontohan budidaya termasuk pembenihan, mendukung riset lobster, terutama riset terapan dan riset skala produksi atau farming, mengembangkan sumberdaya manusia melalui pelatihan dan pendampingan, mengembangkan pasar dan sebagainya.
“Nelayan akan selalu menangkap BL, apakah ekspor dihentikan atau tidak, ini terkait dengan masalah ekonomi masyarakat pesisir. Nantinya, pemerintah bisa mengambil manfaat ekonomi dari pengelolaan perikanan lobster yang bijak berupa PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), devisa, perekonomian wilayah, daya saing bangsa dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Apabila pengelolaan perikanan lobster tidak dilakukan secara bijak maka kerugian secara material, moral dan mental akan diperoleh oleh pemerintah negeri ini. Kasus yang muncul dan berkembang belakangan ini membuktikan pernyataan tersebut,” ungkapnya.
Terakhir, Dr Irzal mengungkapkan harapannya bahwa anugerah berupa BL harusnya menjadikan manusia dan bangsa Indonesia menjadi lebih beradab dan mulia, baik di hadapan bangsa sendiri dan bangsa lain, apalagi di hadapan Tuhan.
“Lakukan pengelolaan perikanan lobster yang bijak, salah satunya adalah tata kelola ekspor BL yang baik dengan cara memilih pengelola yang baik (kapasitas, kapabilitas, akseptabilitas dan nasionalisme yang tinggi,” tutupnya. [] Hari