Meski Hujan, Helaran Hari Jadi Bogor ke-543 Tetap Meriah
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Hujan deras mengguyur Kota Bogor sejak sore hari hingga menjelang dimulainya helaran Hari Jadi Bogor (HJB) ke-543. Namun, semangat ribuan warga untuk merayakan malam puncak HJB tak luntur sedikit pun. Warga tetap antusias memadati Plaza Balai Kota Bogor hingga sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, meski jalanan masih basah oleh sisa hujan.
Suara dari gamelan menjadi pembuka pertunjukan awal helaran Hari Jadi Bogor ke-543 yang dimulai dari Plaza Balai Kota sebelum melaksanakan parade menuju panggung utama di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Sabtu (28/6/2025) malam.
Pada kesempatan itu, Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan bahwa helaran tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, karena digelar pada malam hari.
“Untuk helarannya digelar secara rutin sejak tahun-tahun sebelumnya. Yang istimewa ini digelar malam hari, tapi antusias masyarakat sangat luar biasa,” ujarnya.
Dalam helaran ini, Dedie Rachim juga menggunakan pakaian adat sunda menak atau baju demang yang biasanya digunakan oleh para pegawai pemerintah sejak zaman dahulu. Wali Kota menyampaikan bahwa pelaksanaan helaran di malam hari bertujuan memberikan kesempatan lebih luas bagi masyarakat yang sebelumnya mungkin tidak sempat hadir karena kesibukan di siang hari.
“Helaran HJB tahun ini kita laksanakan di malam hari. Tujuannya sebetulnya ingin mengajak masyarakat yang selama ini mungkin tidak sempat datang ketika pagi atau siang hari karena bekerja atau beraktivitas. Mudah-mudahan malam ini mereka bisa hadir,” ujar Dedie di Plaza Balai Kota Bogor.
Terkait hujan yang sempat turun, Dedie Rachim justru menyebutnya sebagai berkah bagi Kota Bogor yang dikenal sebagai Kota Hujan.
“Saya sudah sampaikan kepada masyarakat, kalau mau hadir jangan lupa membawa payung atau jas hujan, karena ini konsekuensi kita tinggal di Kota Bogor, Kota Hujan. Jadi masyarakat jangan takut atau mengeluh, karena hujan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dan anugerah bagi kita,” ucapnya.
Ia juga menilai bahwa hujan yang turun dan berhenti tepat saat helaran dimulai adalah pertanda kebaikan.
“Malam ini kita menyaksikan betapa Tuhan melalui alam memberi sinyal kepada kita. Hujan deras yang turun dan berhenti tepat di waktu pelaksanaan memiliki arti bahwa alam mencintai kita semua,” tutur Dedie Rachim.
Dengan mengusung tema Raksa Jagaditha, yang berarti menjaga keseimbangan bumi untuk kesejahteraan bersama, perayaan HJB ke-543 tak hanya menjadi ajang pertunjukkan budaya, tetapi juga menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya pelestarian alam dan semangat kolaborasi lintas daerah.
Sebelumnya, penampilan spektakuler kolosal seni tradisi dikemas secara apik dengan pencahayaan yang indah ditambah suhu udara yang dingin berhasil menghipnotis warga yang datang.
Kolosal yang dikreasikan oleh konseptor Decky S. Ramadhan, yang diproduksi oleh D’danze project ini bisa disebut penampilan pertama dalam kolosal yang mengkolaborasikan enam hingga sepuluh komunitas, baik dari Kota Bogor maupun luar Kota Bogor.
Decky mengatakan bahwa dari sisi koreo, Kota Bogor tidak kalah dengan kota-kota lain, sehingga terciptalah penampilan kolosal ini.
“Harapannya adalah Bogor bisa menjadi ikonik dalam menampilkan pertunjukkan yang memang tidak kalah dengan kota-kota lain, karena Bogor juga bisa menampilkan sesuatu yang glory,” ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa tarian kolosal ini mengusung tema sesuai dengan HJB ke-543 “Raksa Jagaditha” yang artinya adalah “Menjaga Keseimbangan Bumi Untuk Kesejahteraan Bersama.
“Nah, dalam kolosal ini juga digambarkan Kota Bogor menjadi salah satu contoh yang konsisten menjaga alam. Kita tampilkan narasi yang dipadukan dengan musik gamelan dan kolosal yang menggambarkan Bogor yang indah, Bogor kota yang dikenal dengan kota hujan, kota yang hijau dalam pelestarian lingkungan, kota yang sejahtera, kemudian semua elemen itu digabungkan dan dikreasikan dalam kolosal,” ujarnya.
Klimaks dari penampilan kolosal ini adalah ketika konsistensi menjaga alam dan lingkungan diserang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang datang merusak lingkungan, namun itu bisa ditepis dengan konsistensi dari Kota Bogor untuk bisa menjaga pelestarian lingkungan bersama-sama.
“Opening (pembukaan) dalam kolosal ini menggambarkan keindahan yang kemudian ditutup dengan konsistensi menjaga lingkungan, meski banyak tantangan atau hambatan, sehingga alam Bogor bisa tetap lestari dan indah,” ujarnya.
Untuk itu, menurutnya, Kota Bogor menjadi salah satu kota yang terus berusaha merawat alam, menjaga udara tetap bersih, air tetap mengalir, dan pohon-pohon tetap tumbuh hijau.
Dengan berbagai langkah nyata, seperti pelestarian lingkungan, menjaga hutan kota, dan budaya hidup bersih, Bogor menunjukkan bahwa cinta terhadap bumi adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Karena ketika bumi terjaga, kehidupan pun menjadi sejahtera. Inilah semangat Raksa Jagaditha, semangat Bogor untuk bumi yang lebih baik bagi semua,” katanya.
Selain pembukaan awal kolosal, helaran ini juga menampilkan 36 komunitas dan penampilan dari perangkat daerah di Pemerintah Kota Bogor