Nasional

KLH Temukan Perubahan Landscape di Hulu Lokasi Banjir Sumatera

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup bergerak cepat menelusuri penyebab banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Berdasarkan kajian awal menggunakan citra satelit, ditemukan indikasi bahwa sejumlah area di bagian hulu telah berubah menjadi lahan kering akibat aktivitas pemanfaatan lahan.

Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (LH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa perubahan bentang alam terlihat jelas dari analisis citra satelit. Ia menyebut terdapat berbagai aktivitas perusahaan di wilayah hulu, mulai dari hutan tanaman industri, PLTA, perkebunan sawit, hingga PBBH.

“Saya melihat di citra satelit ada perubahan landscape. Bahkan di beberapa titik ada kayu-kayu sebelum kejadian. Dokumen ini menjadi dokumen awal kami,” ujar Hanif usai menghadiri Komunikasi hasil COP30 UNFCCC di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta pada Selasa (2/12/2025).

Baca juga  Heboh Produksi Massal Kalung Anti Corona, Ini Penjelasan Kementan

Hanif menegaskan bahwa pihaknya akan menggelar pembahasan lanjutan dan akan meninjau langsung lokasi bencana pada Kamis untuk memperoleh gambaran konstruksi kasus secara lebih utuh.

“Secara umum dari kajian peta, bagian hulu itu benar-benar sudah jadi kebun lahan kering, budi daya pertanian kering. Di beberapa tempat juga terlihat sawit baru,” jelasnya.

Menurut Hanif, kondisi bentang alam di wilayah Batang Toru turut menjadi sorotan. Meskipun curah hujan di Aceh lebih tinggi, karakteristik landscape Batang Toru yang cekung membuat aliran air langsung terakumulasi dan memperparah dampak banjir bandang.

Terkait keberadaan infrastruktur PLTMH di sepanjang aliran sungai, Hanif memastikan pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa penanganan kasus lintas sektor akan dikoordinasikan antar-kementerian, sementara aspek hukum berada di bawah kewenangannya.

Baca juga  Presiden Prabowo Tunjuk Hanif Faisol Nurofiq Pimpin Kementerian Lingkungan Hidup/BPLH

Mengenai potensi kerugian ekonomi akibat bencana, Hanif menyatakan bahwa Kementerian telah meminta perguruan tinggi untuk menyusun kajian ilmiah sebagai dasar penetapan nilai kerugian.

“Kerja sama dengan sejumlah universitas dilakukan melalui PKS, memanfaatkan keahlian akademisi dan praktisi bersertifikat untuk memastikan hasil yang akurat,” ucapnya.

Pada tahap penyelidikan, lanjut Hanif, pihaknya menilai kasus banjir bandang di Sumatera berbeda dengan kasus banjir di Bekasi maupun Ciliwung. Jika di Ciliwung penyebab utamanya sulit diidentifikasi karena banyaknya bangunan vila, maka pada kasus Batang Toru jejak sumber kerusakan terlihat lebih jelas.

“Dari citra satelitnya sudah kelihatan. Ini berbeda dengan Ciliwung. Kalau di Batang Toru, itu jelas ada,” katanya.

Baca juga  Lebah Menjadi Inspirasi Para Ilmuwan Dalam Menemukan Metode Komputasional

Ia menargetkan proses kajian dan penyelidikan dapat selesai dalam waktu tiga bulan. Ia juga mengingatkan pentingnya ketepatan waktu agar momentum penanganan tidak hilang.

“Tiga bulan lah mudah-mudahan. Kalau lebih daripada itu nanti masuk angin, kita lupa. Biasanya kalau tanah sudah kering, kita lupa semua,” pungkasnya. [] Ricky

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top