Nasional

KLH Gandeng Organisasi Lingkungan untuk Perkuat Adaptasi Iklim

BOGOR-KITA.com, BELEM – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memperkuat langkah nyata dalam menghadapi perubahan iklim dengan menggandeng berbagai elemen masyarakat sipil.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, memimpin dialog terbuka bersama lebih dari dua puluh organisasi lingkungan, komunitas masyarakat, dan lembaga pembangunan berkelanjutan diantaranya, Auriga, Kota Kita, MADANI Berkelanjutan, Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan, Greenpeace, WALHI dan
Dana Nusantara.

Pertemuan ini menjadi momen penting yang menandai arah baru kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam memperkuat implementasi Second Nationally Determined Contribution (SNDC) serta memperluas aksi adaptasi iklim di tingkat komunitas.

“Dukungan dan peran masyarakat sipil sangat penting untuk menjadi jembatan antara kebijakan pemerintah dengan operasional masyarakat di lapangan. Ke depan, KLH akan membentuk Forum CSO KLH agar dialog seperti ini berlangsung rutin dan terkoordinasi,” ujar Hanif, Rabu (12/11/2025).

Baca juga  KLH: Kemunculan Kerang Hijau di Karawang Diduga Akibat Kebocoran Pipa Pertamina 

Hanif mengatakan, hasil dialog ini akan menjadi dasar penguatan kemitraan berkelanjutan antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, agar upaya penurunan emisi dan adaptasi iklim benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di seluruh Indonesia.

“Aksi iklim bukan hanya tentang diplomasi di meja perundingan, tetapi tentang perubahan nyata yang dirasakan warga di lapangan. Itulah arah kerja KLH/BPLH ke depan,” tegasnya.

Berbagai organisasi masyarakat sipil menyampaikan pandangan serta catatan strategis terhadap arah kebijakan iklim nasional. Perwakilan dari Madani Berkelanjutan, Nadya Hadad, menegaskan pentingnya pelibatan masyarakat rentan dalam setiap kebijakan adaptasi.

“Masyarakat sipil siap menjadi mitra nyata pemerintah dalam mengawal SNDC dan memastikan aksi iklim berpihak pada kelompok yang paling rentan,” katanya.

Baca juga  Thamrin City Makin Lengkap Sebagai Destinasi Kunjungan Wisata Belanja

Sementara itu, perwakilan WWF Indonesia, Ari Mochamad, menyoroti pentingnya keadilan dalam instrumen ekonomi lingkungan. Ia mengingatkan agar mekanisme carbon trading tidak hanya dilihat sebagai transaksi finansial, tetapi juga sebagai bagian dari upaya membangun ketahanan iklim (climate resilience).

“Instrumen ekonomi lingkungan harus adil dan berpihak pada rakyat. Narasi ketahanan iklim perlu diperkuat agar publik memahami esensinya dengan benar,” kata Ari.

Para perwakilan CSO juga mendorong agar pendanaan iklim global lebih diarahkan pada aksi nyata di tingkat komunitas, bukan semata program peningkatan kapasitas birokrasi. Mereka menilai pendekatan berbasis masyarakat mampu menciptakan dampak langsung, berkelanjutan, dan inklusif.

Perwakilan Organisasi Kota Kita, Vanesha Manuturi, menekankan pentingnya memperluas jangkauan Program Kampung Iklim (ProKlim) hingga ke tingkat kota.

Baca juga  Presiden Tugaskan Pemda Sambungkan Infrastruktur ke Sentra Produksi dan Pariwisata

“Program Kampung Iklim yang menjangkau warga di tingkat kota menjadi langkah strategis agar masyarakat bisa berpartisipasi langsung dalam aksi iklim lokal,” ujarnya.

Sementara itu, Yobel Yaksa dari Yayasan Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) menyoroti pentingnya pengelolaan sampah organik sebagai bagian dari strategi pengurangan emisi gas rumah kaca.

“Pengelolaan sampah organik berpotensi besar menekan emisi metana sekaligus memberdayakan pemulung dan pekerja sektor informal dalam rantai ekonomi sirkular,” ungkap Yobel.

Dengan semangat kolaborasi dan komitmen bersama, langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia tidak berjalan sendiri dalam menghadapi krisis iklim, melainkan bersama masyarakat sipil yang menjadi garda terdepan perubahan. [] Ricky

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top