Kab. Bogor

Kisah Secangkir Kopi di TBM Lentera Pustaka Bogor

TBM Lentera Pustaka, Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

Oleh: Syarifudin Yunus,

(Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka Bogor)

BOGOR-KITA.com, TAMANSARI – Ini kisah secangkir kopi di taman bacaan.

Tentang bagaimana taman bacaan bisa menyetop putus sekolah anak atau pernikahan dini. Sebut saja si Randy. Siswa kelas 4 SD di Desa Sukajaya selalu rajin datang ke taman bacaan seminggu 3 kali. Sekalipun di wilayahnya angka putus sekolah tinggi, dia bertekad untuk tetap bisa terus sekolah. Apa pun yang terjadi. Begitu pula Mega, siswa SMK kelas 2 yang sudah dua tahun ini berada di taman bacaan. Suatu kali, dia terpaksa meminta “uang celengan” di taman bacaan untuk digunakan membayar SPP sekolah yang menunggak 4 bulan. Berjuang untuk tetap sekolah dan terhindar dari pernikahan dini. Kisah itu semua ada dan nyata ada di TBM Lentera Pustaka.

Seperti di taman bacaan, pada secangkir kopi selalu ada pelajaran hidup. Bisa cerita manis, bisa pula pahit. Seperti kopi, hidup itu tidak selalu manis. Kadang pun pahit. Tapi hebatnya, bersama secangkir kopi,  siapa pun selalu bisa melewati semua keadaan. Karena memang, tidak ada duka yang tidak mampu dilewati. Setiap habis gelap pasti ada terang, seperti setelah malam pasti akan terbit pagi.

Baca juga  Merdeka Itu Perbuatan Bukan Ocehan

Kisah secangkir kopi di taman bacaan. Membuat siapa pun sadar.

Bahwa kopi, punya kelebihan tanpa perlu dibicarakan. Kopi juga punya kekurangan, tanpa perlu diperdebatkan. Sangat manusiawi, bila ada kelebihan pasti ada kekurangan. Siapa pun, bila punya sisi positif pasti punya sisi negatif. Jadi, rileks saja. Nikmatilah secangkir kopi di taman bacaan.

Secangkir kopi, bila di warung pasti dilayani. Saat pesan kopi pun, ada pelayan yang jutek atau galak. Ada pelayan yang santun dan menyenangkan. Semua itu tidak masalah. Rileks saja, dan tidak perlu gelisah. Di taman bacaan pun begitu, Ada yang julid, ada juga yang gosip. Tapi ada juga orang-orang baik yang membantu taman bacaan. Bahkan orang tua yag selalu datang mengantar anaknya membaca buku. Itu kisah nyata yang dialami di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak.

Secangkir kopi di taman bacaan. Menegaskan siapa pun harus punya sikap dalam hidup. Agar tidak terpengaruh, tidak terombang-ambing pada hal-hal yang tidak produktif. Apalagi hanya banyak cingcong tanpa punya kesalehan sosial. Saleh ritual itu tidak cukup, bila tidak diikuti manfaat yang besar untuk umat. Kisah secangkir kopi di taman bacaan, ingin menegaskan bahwa di dunia ini hanya ada dua tipe manusia:

  1. Manusia yang reaksinya negatif. Pikirannya jahat, sikapnya aneh, omongannya negatif, bahkan terlalu mudah memfitnah dan membenci atas alasan yang tidak jelas. Manusia yang suuzon alias berprasngka buruk.
  2. Manusia yang reaksinya positif. Pikirannya keren, sikapnya bijaksana, omongannya positif, bahkan ringan tangan untuk membantu tanpa bisa membenci. Manusia yang husnuzon alias berprasangka baik.
Baca juga  Belasan Spanduk Bodong di Parung Dibabat Petugas Satpol PP

Kisah secangkir kopi di taman bacaan. Bahwa siapa pun tidak akan pernah bisa mengontrol pikiran dan perilaku orang lain. Di taman bacaan, secangkir kopi menegaskan siapa pun hanya hanya bisa mengontrol dirinya sendiri. Seperti secangkir kopi, gerakan literasi itu yang penting “substansi” bukan “reaksi”. Karena pada secangkir kopi, tidak boleh ada orang lain yang ikut menentukan cara kita dalam bertindak.

Seperti di taman bacaan. Kopi itu nikmat bukan hanya aromanya. Tapi juga suasananya. Dan kopi tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Karena di hadapan kopi kita semua sama. Di taman bacaan pun semua sama, hanya untuk membaca buku dan mengasah kreativitas berpikir.

Baca juga  Disoal KUA, Ini Penjelasan Pelaksana Pembangunan Taman Tematik Rumpin

Kisah secangkir kopi. Di taman bacaan, siapa pun hanya bisa melakukan perbuatan baik.

Dan untuk itu, tidak dibutuhkan perhitungan. Karena matematika manusia tidak bisa disamakan dengan matematika Tuhan dalam kebaikan. Perbuatan baik itu dilakukan, bukan dibicarakan. Berbuat baik semata-mata karena Tuhan menyukai perbuatan baik itu sendiri. Dan lupakan apa yang sudah kita perbuat, biar hati tenang dan biar Tuhan yang mengurus selebihnya.

Maka, nikmatilah secangkir kopi di taman bacaan. Agar semuanya tetap baik. Dan yang paling penting, tidak usah menunggu untuk jadi orang baik. Tidak usah pula terburu-buru dalam menjalani sesuatu. Tapi nikmati saja apa adanya, seperti kita meneguk secangkir kopi. Salam literasi.

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top