Nasional

Ibu Itu di Rumah, Bukan di Medsos

Ibu dari Syarifudin Yunus (paling depan)

Oleh: Syarifudin Yunus

(Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka Bogor)

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Sama sekali tidak bisa dibantah. Bahwa “surga itu ada di telapak kaki Ibu”.
Perempuan yang melahirkan dan mendidik setiap anak, dari bayi hingga dewasa. Perempuan yang rela lapar saat anaknya kenyang, Perempuan yang sudi haus saat anaknya sedang minum. Bahkan Ibu, sangat ikhlas menangis di bangku rumah saat anaknya tertawa di kafe-kafe.

Maka hanya Ibu, sosok yang patut dihormati dan disayangi.

“Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas, Ibu” begitu lirik lagu Iwan Fals. Memang tidak akan mampu seorang anak membalas jasa ibunya. Karena, bila ada rumah yang paling luas halamannya; bila ada harta yang paling banyak sedekahnya; bila ada guru yang paling sabar mengajarnya; bila ada sentuhan yang paling tulus belaiannya. Itu semua hanya ada pada Ibu.

Baca juga  Wakil Ketua MPR Apresiasi MBG di Kota Bogor

Anak, sehebat dan sesukses apapun. Sudah pasti, tidak akan mampu membalas jasa dan pengorbanan ibu. Karena ibu, sosok yang paling gigih memperjuangkan mimpi anak-anaknya. Ibu pula sosok yang paling punya kasih sayang melebihi batas langit dan bumi.

Sungguh, di balik kesuksesan seorang anak. Pasti ada “tangan dingin” seorang ibu. Ada kekuatan doa dan restu ibu di belakang kesuksesan seoarng anak. Ibu yang berjuang sambil merintih saat anaknya dilahirkan. Ibu pula yang menyusui si jabang bayi saat kehausan. Dan ibu pula yang rela terbangun dari kantuknya. Saat si anak menangis di malam hari. Sekalipun letih, ia tetap mengganti popok si bayi. Apa yang dilakukan ibu kepada anaknya, bukan hanya soal tanggung jawab. Tapi, Ibu ikhlas dan rela melakukan apapun demi anak-anaknya.

Baca juga  Lesti Kejora Didapuk Jadi Duta Petani Milenial

Hati besar ibu memang tidak seluas media sosial. Tapi ibu pun, sama sekali tidak bisa direpresentasikan seperti medsos. Karena ibu tidak pernah ber-kamuflase. Sementara medsos sangat diramaikan kamuflase. Seperti momen di Hari Ibu. Betapa banyak anak yang hebat yang berkata-kata bijak tentang ibu. Bertutur indah tentang ibu. Tapi sayang itu semua sebatas di medsos, sebatas di dunia maya.

Karena medsos pula. Ibu kandung hari ini, seringkali dilupakan. Bahkan tidak lagi diminta nasihatnya. Anak-anak yang selalu lambat menjawab WhatsApp (WA) dari Ibu kandungnya. Ibu yang sering diceritakan. Namun sedikit sekali dikunjungi. Apalagi dipeluk oleh anak-anaknya. Prihatin pada Ibu yang di rumah, bukan ibu yang di dunia maya.

Sebagian anak bisa saja lupa. Betapa ajaibnya sentuhan tangan seorang Ibu. Selalu menguatkan di saat anaknya lemah. Selalu membangkitkan di saat anaknya terpuruk. Sentuhan Ibu tak akan pernah tergantikan oleh sentuhan orang lain. Bahkan oleh sentuhan seorang ayah yang hebat sekalipun.

Baca juga  Mengefektifkan Kebijakan Social Distancing

Maka di momen Hari Ibu.
Saatnya anak menjenguk Ibu. Berkunjung ke rumah Ibu. Untuk sekadar melepas rindu seoarang Ibu kepada anaknya. Untuk menebar hormat dan kasih sayang anak kepada ibunya. Agar terpancar senyum dari raut wajah ibu. Sambil berucap terima kasih dan mohon maaf lahir batin hanya kepada Ibu. Karena tidak ada anak yang “miskin” selagi ia punya ibu yang hebat. Mumpung Ibu masih ada di dekat kita. Tidak seperti saya yang sudah tiga tahun ditinggal Ibu.

Agar sampai kapanpun. Batin sang Ibu tetap berkata, “Ya Allah, aku ridho kepada anak-anakku”. Selamat Hari Ibu. []

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top