BOGOR-KITA.com, KUNINGAN – Sampai kapan pun kami akan tetap menjaga, memelihara dan merawat Hutan Leuweng Leutik sebagai peninggalan dari Pangeran Sadewa Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat.
Hal ini dikemukakan Susilowati, selaku Girang Pangaping dan sebagai warga adat yang patuh pada uga/dawuh leluhur dalam pernyataan yang diterima BOGOR-KITA.com dari kuasa hukum Akur Cigugur, Santi Chintya Dewi, S.H, Rabu (20/11/2019).
Hutan Adat leuweung Leutik menjadi pemberitaan karena sampai saat ini Bupati Kuningan belum memberikan kepastian hukum terkait kepemilikan Hutan Adat Leuweung Leutik di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Padahal dalam laporan perkembangan yang diberikan Santi Chintya Dewi, S.H, dibeberkan bukti bahwa tanah di lokasi Leuweung Leutik Lumbu Cigugur pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari zona inti sekunder cagar budaya nasional yang secara historis dan sosiokultural, keadatannya masih memiliki kaitan yang erat dengan zona inti gedung paseban Tri Panca Tunggal (Gedung Cagar Budaya Nasional).
Bukti kepemilikan tersebut meliputi, manuskrip Pangeran Sadewa Madrais Allibassa (asli ada), buku ukur tanah tahun 1941 (asli ada), surat padjak bumi tahun 1951 (asli ada), kikitir padjak bumi tahun 1951 (asli ada), Net Rincik Nomor Kohir 197, tahun 1993/1994 (asli ada), peta lokasi Leuweung Leutik Nomor 028, wilayah Lumbu skala 1 : 1000 (asli ada), dan surat mutasi dari Kecamatan Cigugur mengenai Leuweung Leutik tahun 2009 (asli ada).
Susilowati menegaskan, sebagai peninggalan dari Pangeran Sadewa Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat Hutan Leuweung Leutik tidak boleh dirusak, apalagi diperjualbelikan, karna lahan tersebut berfungsi sebagai daerah resapan air. [] Hari