Kab. Bogor

Menyorot Ke(tidak)terwakilan Perempuan Dalam Bawaslu Kota dan Kabupaten Bogor

LASMI

Oleh : Lasmi Purnawati*)

BOGOR-KITA.com, BOGOR – Ketidakterwakilan perempuan sebagai anggota Bawaslu Kota dan Kabupaten Bogor periode 2023 – 2028 yang baru dilantik sangat mengecewakan. Kondisi ini mencerminkan kemerosotan demokrasi dalam mengafirmasi hak-hak politik kaum perempuan. Padahal UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2019 secara jelas mengamanatkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Tidak adanya pelibatan perempuan dalam Bawaslu Kota dan Kabupaten Bogor menunjukkan belum terjadinya inklusifitas politik dalam tubuh Bawaslu. Diskriminasi gender masih terjadi. Penihilan keterwakilan perempuan ini mengindikasikan masih kuatnya dominasi politik patriarkhi.

Kesetaraan peran dan kesempatan masih jauh panggang dari api untuk bisa dinikmati kaum perempuan. Keberhasilan perjuangan perempuan menghadirkan regulasi yang menjamin peluang yang sama, ternyata dalam implementasinya masih diingkari dan tidak dilaksanakan. Faktanya perempuan tetap dicurangi dan hak-haknya dikebiri secara gamblang.

Baca juga  Proses Evaluasi, Bima Arya Minta Aktivitas GLOW di KRB Dihentikan

Kehadiran sosok perempuan dalam Bawaslu urgen dan fundamental. Pertama, sebagai representasi pemilih perempuan. Keterwakilan perempuan diharapkan melahirkan kebijakan politik yang berpihak pada kepentingan perempuan. Hanya perempuan yang peka dan memahami segala kebutuhan dan persoalan yang dihadapi oleh kaumnya. Kehadiran perempuan bukan hanya mengawal suara pemilih perempuan tetapi juga mengantisipasi terjadinya tindak diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kelompok rentan lainnya.

Kedua, amanat Konstitusi.

Perempuan diberikan kekhususan kuota keterwakilan minimal 30 persen oleh Konstitusi . Amanat UU ini merupakan perintah yang wajib dilaksanakan bukan optional, boleh dilaksanakan dan boleh tidak dilaksanakan. Pelanggaran terhadap perintah konstitusi bukan hanya merugikan kepentingan kaum perempuan tetapi mendegradasi kualitas demokrasi.

Baca juga  Selain Pakai Kartu Non Tunai, Kini Pembayaran Biskita Transpakuan Bisa Pakai QRIS

Ketiga, keterwakilan perempuan bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap obyektifitas penyelenggaraan pemilu sebagai sebuah proses demokrasi yang akan menentukan jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kritik atas kondisi ketidakadilan tersebut telah cukup banyak disuarakan kaum perempuan. Mestinya Bawaslu segera melakukan langkah korektif. Bawaslu harusnya taat terhadap perintah UU karena Bawaslu menjadi jantung keadilan untuk menjamin penyelenggaraan pemilu yang inklusif, jujur, beradab, dan beretika. Syaratnya tentu dimulai dari diri sendiri, dengan menunjukkan komitmen nyata keberpihakan terhadap pengarusutamaan gender dan penguatan peran perempuan dalam penyelenggaraan pemilu.

*) Penulis adalah Direktur Eksekutif INCRAP

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top