Laporan Utama

Pentingnya Transisi Pendidikan Anak Usia Dini ke Sekolah Dasar Yang Menyenangkan

Dr. Yanuar Agung Anggoro

BOGOR-KITA.com, JAKARTA – Dalam sebuah perbincangan penulis dengan seorang kakek yang sedang menunggui cucunya di satu lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada akhir tahun 2022 lalu, sang kakek menyampaikan kegelisahan atas kondisi cucunya yang belum lancar membaca, menulis, dan berhitung (calistung), padahal cucunya pada tahun 2023 akan mendaftar di Sekolah Dasar. Sang kakek beranggapan bahwa saat lulus dari PAUD, cucunya seharusnya sudah lancar calistung, karena dengan kemampuan tersebut sang cucu akan dianggap pintar oleh keluarga dan lingkungannya. Selain itu, sang kakek juga menyampaikan bahwa beberapa sekolah mensyaratkan kemampuan calistung pada saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Hal inilah yang membuat sang kakek begitu khawatir bahkan berpikir untuk memindahkan cucunya ke satuan PAUD lain yang lebih mempersiapkan peserta didiknya untuk calistung.

Perbincangan penulis dengan seorang kakek tersebut, memberi sedikit gambaran kepada penulis tentang kondisi riil yang terjadi di lapangan terkait dengan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya calistung bagi anak usia dini dan adanya sekolah yang masih menerapkan tes calistung saat PPDB. Riset terkait persepsi orang tua terhadap pentingnya calistung untuk anak usia 5-6 tahun (Pertiwi, 2021; Nasir, 2018) menguatkan bukti adanya pemahaman masyarakat yang menginginkan anak-anaknya untuk dapat menguasai kemampuan calistung sejak dini.

Sementara itu, apabila dilihat dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (PP 17/2010), telah diatur bahwa penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain. Meski demikian, pada kenyataannya di lapangan (daerah) masih banyak sekolah yang menerapkan tes calistung pada saat PPDB.

Kebijakan Kemendikbudristek

Pada tanggal 23 Maret 2023 lalu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-24: Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan. Kebijakan tersebut digulirkan guna mengakhiri miskonsepsi tentang calistung pada PAUD dan SD/MI/sederajat kelas awal (kelas 1 dan 2) yang masih sangat kuat di masyarakat.

Baca juga  Mahasiswa IPB University Dorong Marketplace Terapkan Eco Friendly Packaging

Terdapat dua pokok isi kebijakan dalam Merdeka Belajar Episode ke-24, yaitu terkait fokus yang perlu dilakukan dalam pembelajaran dan target capaian.

Berkenaan dengan fokus yang perlu dilakukan dalam pembelajaran, terdapat empat hal; Pertama, transisi PAUD ke SD perlu berjalan dengan mulus. Proses belajar mengajar di PAUD dan SD/MI/sederajat kelas awal harus selaras dan berkesinambungan.

Kedua, setiap anak memiliki hak untuk dibina agar kemampuan yang diperoleh tidak hanya kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan fondasi yang holistik seperti kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya.

Ketiga, terkait kemampuan dasar literasi dan numerasi harus dibangun mulai dari PAUD secara bertahap dan dengan cara yang menyenangkan.

Keempat, “siap sekolah” merupakan proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua yang bijak. Setiap anak memiliki kemampuan, karakter, dan kesiapan masing-masing saat memasuki jenjang SD, sehingga tidak dapat disamaratakan dengan standar atau label-label tertentu.

Berdasarkan fokus yang perlu dilakukan dalam pembelajaran tersebut, Kemendikbudristek menetapkan 3 (tiga) target capaian, yaitu:

Pertama, satuan pendidikan perlu menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/MI/sederajat. Hal ini dilakukan karena setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar.

Kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama. Satuan PAUD dan SD/MI/sederajat dapat memfasilitasi anak serta orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajarnya sehingga peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam kegiatan belajar.

Ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/MI/sederajat perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak. Kemampuan fondasi tersebut dibangun secara kontinu dari PAUD hingga kelas dua pada jenjang pendidikan dasar. Di samping itu, standar kompetensi lulusan bagi PAUD tidak dirancang per usia, namun sebagai capaian yang perlu dicapai di akhir fase dan dapat dipenuhi hingga kelas dua pendidikan dasar, serta tidak ada evaluasi kelulusan untuk siswa PAUD.

Merdeka Belajar Episode ke-24 ini sepertinya ingin memberi penegasan atas kebijakan yang telah ditetapkan dalam PP 17/2010 untuk tidak menerapkan tes calistung pada proses PPDB pada SD/MI/sederajat, yang ternyata tidak dilaksanakan dengan semestinya. Seperti kaidah dalam kebijakan publik bahwa “old policies do not always work as it is”, maka perlu ada penyegaran atau penegasan untuk mengingatkan kembali kepada “khitah” yang telah ditetapkan dalam kebijakan sebelumnya.

Baca juga  Rektor IPB Apresiasi Kabinet Indonesia Maju, Pertanian Eksis di Masa Pandemi

Belajar Yang Menyenangkan dan Kesiapan Sekolah

Kebijakan Kemendikbudristek terkait Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan perlu didukung dan diresonansi/didesiminasi secara luas, karena menyangkut pemahaman yang telah tertanam di masyarakat dan juga adanya praktek di satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Aspek pertama yang perlu menjadi pemahaman bersama adalah terkait hakikat pendidikan PAUD. Hakikat pembelajaran anak usia dini adalah lebih mengutamakan bermain melalui belajar dan belajar melalui bermain, yang berorientasi pada perkembangan dan pertumbuhan anak sehingga memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif, bebas, dan kreatif dalam melakukan berbagai kegiatan belajar dan bermain serta dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan (Bredecamp & Couple, 1997).

Sementara itu, 6 (enam) kemampuan fondasi anak yang ingin dibangun di PAUD menurut Kemendikburistek (2023) yaitu: mengenal nilai agama dan budi pekerti; keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi; kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar; kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi; pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri; dan pemaknaan terhadap belajar yang positif.

Pengalaman belajar anak usia dini diharapkan menyenangkan tidak membebani anak tersebut dan pembelajaran terkait pengenalan huruf dan angka pada anak usia dini lebih menekankan pada kegiatan bermain (Pertiwi, 2021)

Namun, pada prakteknya pada sebagian PAUD lebih ditekankan untuk anak dapat menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung sebagai kompetensi utama yang harus dimiliki. Hal inilah yang menjadi tidak sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada PAUD, sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Standar Kompetensi Lulusan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.

Baca juga  Buku Terkadang Tidak Masuk Akal

Aspek berikutnya yang perlu menjadi perhatian berkenaan dengan transisi ke sekolah dasar adalah terkait partisipasi anak terhadap layanan PAUD. Pada kenyataannya belum semua anak yang masuk dan mengikuti pendidikan dasar baik di SD/MI/sederajat, pernah mengenyam pendidikan di satuan PAUD. Berdasarkan data Angka Kesiapan Sekolah (AKS), pada tahun 2022 hanya sebesar 74,34 persen siswa kelas 1 SD yang pada tahun ajaran sebelumnnya telah mengikuti PAUD.

Dengan kondisi demikian, tidak semua anak yang akan masuk SD siap untuk diseleksi dengan instrumen yang seragam dan memberatkan. Hal ini dikarenakan upaya untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun untuk dapat mengikuti pendidikan dasar dalam kerangka wajib belajar, menjadi hal yang lebih diutamakan. Dengan kebijakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan ini pula proses pembelajaran di SD kelas awal dapat serupa dengan PAUD, sehingga setiap anak tetap mendapatkan haknya untuk memiliki kemampuan fondasi (Kemendikburistek, 2023).

Kebijakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan akan efektif apabila para pemangku kepentingan baik di pusat maupun daerah memiliki pemahaman dan komitmen yang sama untuk mewujudkannya. Bahkan, peran orang tua juga sangat penting untuk dapat ikut membangun enam kemampuan fondasi anak. Setidaknya jika orang tua telah memahami bahwa kemampuan calistung tidaklah dapat diperoleh secara instan, serta masih banyak kemampuan fondasi lain yang sangat penting, seperti kemampuan mengelola emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dst (sesuai kemampuan fondasi, Kemendikbudristek: 2023) maka tuntutan orang tua terhadap anak untuk menguasai kemampuan calistung secara memaksakan (yang tidak menyenangkan) dan tuntutan orang tua terhadap satuan PAUD untuk mengajarkan calistung akan berkurang.

Keterlibatan dan dukungan semua pihak menjadi niscaya agar setiap anak bisa mendapatkan kemudahan dalam bertransisi dari PAUD ke pendidikan dasar (SD/MI/Sederajat) secara menyenangkan. [] Dr. Yanuar Agung Anggoro (Analis Kebijakan Pendidikan, Sekretariat Kabinet RI)

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top