Oleh: Junry Alow M.Div, MTh
(Dosen Universitas Pelita Harapan, Tangerang)
BOGOR-KITA.com, BOGOR – Setiap tahun di bulan Oktober, kita selalu memperingati salah satu peristiwa penting dalam sejarah kebangsaan di negeri ini berkaitan dengan semangat nasionalisme juga patriotisme yaitu peristiwa deklarasi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Apa yang mendorong orang orang muda waktu itu memberikan sebuah komitmen tertinggi bahkan sampai melakukan sumpah?
Spirit dan semangat kebangsaan apakah yang mendorong pemuda dan pemudi bangsa ini pada waktu itu sehingga begitu kuat dan bersemangat mendeklarasikan keinginan mereka melalui Sumpah Pemuda?
Kata sumpah memiliki kesan magis sekaligus bermuatan suatu kekuatan yang melibatkan oknum atau kuasa di luar diri manusia.
Bagi saya, kata sumpah memiliki kekuatan yang sakral dan mengikat yang bukan sekadar janji, ikrar dan komitmen biasa.
Sumpah berdimensi dan bersifat spiritual karena mengandung kesan sangat kuat melibatkan yang Ilahi, serta bernuansa spiritual dan religiositas.
Sumpah menunjukan keseriusan sesuatu janji yang melibatkan Yang Maha Kuasa yang diharapkan menjadi saksi atas apa yang diambil sebagai keputusan berkaitan dengan sebuah harapan, tujuan, cita cita dan kehendak yang ingin dicapai.
Sumpah agak berbeda dengan ikrar, komitmen atau janji. Kata sumpah mengisyaratkan sebuah keseriusan pemberi sumpah terhadap apa yang mau dicapai dan apa yang mau dituju.
Jadi, sumpah melibatkan Tuhan Yang Maha Kuasa yang diharapkan merestui dan meridhoi apa yang diharapkan dan dicita citakan.
Pada waktu pemuda dan pemudi merespon akan tantangan untuk bersatu dalam sebuah wadah kebangsaan di wilayah nusantara pada waktu itu, sebuah motivasi yang tinggi membakar para pemuda dan pemudi masa itu untuk mencapai sebuah kesepakatan bersama dalam perbedaan yang mereka miliki sehingga perwakilan dari Jong Java, Jong Celebes, Jong Kalimantan, Jong Ambon, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond,
dll, bertekad dan bersepakat untuk mendeklarasikan ‘kesatuan bersama’ dalam bentuk “Sumpah Pemuda” secara berdaulat pada Tanggal 28 Oktober 1928.
Semua yang berasal dari luar Pulau Jawa di tahun 1928 itu berlayar berbulan bulan untuk menuju ke Batavia atau Jakarta untuk ikut mendeklarasikan Sumpah Pemuda tersebut.
Oleh sebab itu, Bersumpah untuk Bersatu menjadi : Bertumpah darah satu, Tanah air Indonesia, Berbangsa satu : Bangsa Indonesia, dan Berbahasa satu : yaitu Bahasa Indonesia, sungguh suatu tekad yang mulia.
Bagaimana dengan para pemuda dan pemudi pada masa sekarang? Apakah yang sudah diperjuangkan? Apakah yang sudah dilakukan oleh para pemuda dan pemudi untuk mengisi dan membangun negara yang kita cintai ini, dari keretakan, disintegrasi dan gerogotan bangsa lain atau anasir anasir lain yang ingin menciderai perjuangan yang mulia yang sudah dibuat dan diletakkan sebagai dasar dari para pemuda dan pemudi kita tanggal 28 Oktober 1928.
Ini perlu menjadi perenungan, refleksi sekaligus tantangan bagi kita di tengah tengah masa pandemi ini.
Janganlah ikut arus diadu domba dan dimanfaatkan oleh siapa pun atau apa pun untuk memecah belah bangsa ini. Sebaliknya, harus berjuang dan melawan unsur unsur yang ingin memecah belah bangsa, yang ingin memancing di air keruh dan ingin mendapatkan keuntungan dari perpecahan yang bisa terjadi antar anak bangsa dan sesama warga bangsa Indonesia seperti polemik Omnibus Law sekarang ini.
Patih Gajah Mada pada jaman Majapahit berseru, sebelum aku menyatukan Nusantara maka aku tidak akan memakan buah Palapa.
Spirit Sumpah Pemuda 1928, dan spirit menyatukan nusantara dari Patih Gajah Mada tetap relevan bagi pemuda dan pemudi Indonesia masa kin. [] Tangerang, 9 Oktober 2020.